webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · ファンタジー
レビュー数が足りません
156 Chs

Jumpa [Kembali Temu]

Pemuda dengan Surai pirang berdiri di depan gerbang selatan Hutan Kematian, memasukkan kedua tangannya ke dalam jubah. Dia pergi ke area terlarang itu pagi-pagi buta, berharap pembimbing dan para suri masih tertidur.

"Maaf, " ucap Asak lemah, air mata mulai turun membasahi pipi.

Wajah tampan itu tetap datar, tapi hatinya amat sakit. Dia bersalah karena telah melakukan perjanjian dengan si jubah satin, mungkin kalau dia tidak menyetujui, Weq masih ada. Kalau saja dia tidak berkata ingin bayar dengan lunas, pemuda dengan status sepupu Deniop itu masih dapat menghembuskan napas.

Masih banyak jikalau-jikalau yang lain yang membuat Asak makin merasakan penyesalan menghantam hatinya telak, membabi buta hingga air mata terus saja mengalir dibalik tudung merah darah.

"Hidup ini selalu perihal pilihan, Asak, " ucap sesosok jubah satin yang bertengger di atas batu besar sisi gerbang selatan Hutan Kematian.

Asak tidak berniat menolehkan kepala, dia malah menundukkan kepalanya dalam. Si jubah satin tersenyum miring, perubahan sikap Asak yang biasanya angkuh membuatnya ingin tertawa lepas, tapi dia urungkan.

"Aku bertanya, apa yang kau mau Asak. Dan kau menjawab, ingin melompati gerbang." Pria itu menyibak tudungnya, namun Asak tetap tidak ingin menoleh padanya. "Aku kabulkan, kalian melompati gerbang. Dan saat kutanya kau mau berhutang atau menulasinya saat itu juga. Kau jawab, aku bayar lunas."

Si jubah satin menepuk tangannya sekali, kepalanya menggeleng. "Lagi-lagi aku kabulkan, aku terima semua permintaan yang kau ajukan. Lantas mengapa kau menyesal, Asak? Untuk apa disesali?"

"Kamu tidak bilang Weq akan menjadi bayarannya, Bedebah! Kamu tidak berkata jika akan ada nyawa yang menjadi tumbal!" teriak Asak frustasi, dia mengepal kedua tangannya kuat, kukunya tertancap di permukaan telapak tangan hingga mengeluarkan darah.

Pria itu tertawa, mengalunkan suara yang sungguh membuat Asak mual bukan main. Si jubah hitam makin menjadi, tawanya menggema memenuhi telinga Asak, lantas yang lebih muda menutup lubang pendengarannya dengan jari telunjuk.

"Pergi! Pergi, Sialan!" Asak menjerit keras, dia menggerakkan tubuhnya asal kala seseorang menepuk bahunya. "Jangan sentu aku!"

"Asak! Kamu ini ternyata orang gila ya?"

Mata Asak membola, itu bukanlah suara pria tadi. Dengan cepat Asak menyibak tudung jubahnya, menoleh ke arah pemuda berkulit sewarna madu yang berdiri di sampingnya. Pemuda itu menatap heran Asak, berpikir jika Asak adalah orang gangguan jiwa.

"Rair? Sedang apa kamu disini?"

Pemuda yang mendapat pertanyaan malah mengernyitkan dahi. "Suka-suka aku lah! Kamu ngapain disini? Pakai teriak-teriak seperti orang gila, siapa yang kamu ajak bicara, Azmata?"

Asak mengedipkan mata berkali-kali, sedangkan Raut yang tidak kunjung mendapat jawaban mendengkus. Pemuda dengan kulit madu itu bergumam tak jelas, namun Asak tau jika Rair mengumpat atas namanya.

"Ini area terlarang, Rair. Kamu tidak boleh berkeliaran disini, dan untuk apa juga? Jangan-jangan kamu punya niat yang lain, " ujar Asak.

Rair melotot tak suka. Asak sangat tidak tahu diri, dia juga melanggar peraturan tapi malah ceramah. Ayolah... Rair hanya penasaran dengan gerbang Hutan Kematian yang kabarnya sangat tinggi dan menyeramkan. Tadinya dia ingin mengajak sahabatnya, tapi tidak jadi.

Sahabat Rair pasti akan menceramahinya seperti apa yang Asak lakukan, dan sungguh Rair benci itu. Alhasil dia pergi sendiri, tidak ada siapapun yang tahu jika dia berangkat menuju area terlarang.

"Manusia memang terkadang tidak tahu diri, " gumam Rair sembari menarik tudung jubahnya, membiarkan setengah wajahnya ditutupi kain berwarna abu gelap.

Rair berjalan meninggalkan Asak, dia masih ingin berkeliling sebelum waktunya masuk kelas. Ada kelas apa hari ini? Asak mengangkat tangan kanannya, menyentuh tali penunjuk untuk membaca jadwal kelas hari ini.

Kelas pertama, rancang robot. Ah... Asak mendesah panjang karena dia akan kembali bertemu dengan Thom di kelas itu. Bagaimana kelas dua? Asak berdecak, kelas kedua adalah sejarah dan masa lalu. Pembimbing baru di kelas kedua sedikit menyebalkan, dia hanya membahas hal yang berada di buku digital buatan pemerintah dan tidak menerima referensi lain.

Buku sejarah dan masa lampau yang dibuat oleh pemerintah benar-benar seperti buatan, terasa ganjal. Ya, walaupun Asak tidak tahu mana sejarah yang benar. Tapi tetap saja aneh, bagaimana bisa sejarah hanya sampai tahun reformasi, bagaimana dengan tahun sebelumnya. Apa yang terjadi hingga Azmata hanya tersisa sang ayah saja, kemana yang lain.

Baiklah, itu bisa dibahas lain waktu. Kelas ketiga? Lagi-lagi Asal mendesah panjang, namun kali ini dia sampai mengusap wajah kasar. Kelas pelajaran kosong, kelas yang dikuasai oleh murid-murid kasta tinggi. Ya, mungkin di pelajaran lain peraturan berlaku, namun di pelajaran kosong semua hanyalah semu.

Kalian tidak akan menemukan keadilan. Kalau penjilat, perundung, bedebah, atau hal yang masih berhubungan dengan tiga kata sebelumnya, pasti ada di setiap jam kelas.

Terkadang di kelas pelajaran kosong, akan banyak hiburan yang ditampilkan, beribu tawa juga terkadang dilontarkan. Namun, hiburan itu bukanlah gaya Asak dan bukanlah hal baik.

Bagaimana bisa disebut hiburan yang menarik jikalau kamu melihat seseorang dihajar habis-habisan dan tidak bisa mengelak karena dia yang terlemah. Asak paham jika pelajaran kosong melibatkan kekuatan, tapi setidaknya jika lawanmu sudah mengangkat tanggan, berhentilah. Jangan terus diberi pukulan kosong hingga pingsan.

Kemana pembimbing? Dia hanya membela dan melerai jika anak berkasta tinggi yang terlibat. Kalau anak itu berkasta rendah, habis sudah. Asak yang bahkan memiliki kasta tinggi pun akan disudutkan jika bertarung dengan anak dengan jubah silver, kasta paling atas.

"Apa yang kamu pikirkan, Asak?" tanya Thom yang duduk di tabung dengan tutup, bersebelahan dengan pemuda yang masih saja termenung dengan wajah masam.

"Bukan urusanmu, Thom, " balas Asak tak acuh, dia masih tak rela duduk bersebelahan dengan pemuda berjubah coklat itu.

Asak sudah mencoba menghindar dengan cara duduk di tabung dengan tutup yang berada di barisan tengah, barisan yang paling dihindari karena saat mengangkat kepala, matamu akan langsung menatap wajah pembimbing.

Namun tanpa pikir panjang, Thom langsung menyerobot masuk dan duduk di sebelah Asak. Entahlah apa yang diinginkan pemuda itu, Asak pun tidak pernah paham dengan jalur pikiran Thom.

Tidak ada guna jika kamu mengikuti Asak, pemuda bersurai pirang itu adalah pemuda membosankan. Bangun, sekolah, dan mengakhiri hari dengan berdiam di perpustakaan bergerak. Hanya itu saja, tidak seru sama sekali.

"Apa yang kamu inginkan, Thom. Berhenti mengikutiku!"

Thom menyeringai lebar, gigi putihnya yang berjejer rapih terpampang jelas. "Aku hanya ingin bermain denganmu, Asak. Apakah itu salah?"