"Sudah ditetapkan atas dirimu seorang Luna bernama Deana. Ia hidup di desa terpencil di bagian selatan belahan bumi."
Seorang pemuda tinggi tegap memandang ke angkasa dari luar pendapa. Ia menaiki anak tangga satu persatu hingga hampir sampai di ujungnya. Ia menatap sekali lagi ke arah sosok itu, Moon Goddess, Sang Dewi Bulan penentu teman hidupnya.
"Bisakah saya langsung menandainya, Dewi Selene?"
Dewi itu berbalik memperlihatkan sosoknya. Kala itu, kala pertama kali semua anggota menyaksikan sosok asli dari sang dewi. Rambut panjang keriting sewarna tembaga itu tertiup angin, menutupi sejenak separuh wajahnya. Balutan kain keperakan membungkus apik bentuk tubuhnya. Sorot matanya tampak sendu, menyiratkan kepedihan mendalam yang masih belum bisa ia lupakan.
Dewi Selene turun dari keretanya menyentuh bumi. Ia meletakkan obor yang selalu ia genggam di salah satu tempat yang sudah disediakan di sana. Di ujung anak tangga itu terdapat latar yang sedikit lebar, khusus untuk sang Dewi apabila ingin turun. Ia mendekat ke arah pemuda itu. Langkah kakinya yang begitu tenang seolah membuat pemuda itu terhipnotis. Ia menatap Selene dari dua anak tangga teratas.
"Diperbolehkan, Nikk. Sama seperti yang lain yang sudah mendapatkan mate. Kau pun begitu. Akan tetapi perlu kau ingat. Luna-mu ini spesial. Sepadan dengan keadaan dirimu. Ia mampu mengendalikan kekuatan bengismu saat sudah sampai batasnya. Dengan kata lain, kau tak akan kehilangan dirimu saat Bulan Merah merubahmu."
Pemuda itu, Nikk menatap tepat ke arah wajah Sang Dewi Bulan. Visualisasinya betul-betul tak bisa didefinisikan lagi dengan kata-kata. Ia melebihi kata cantik dan mempesona. Terutama mahkota berbentuk bulan sabit yang bertengger apik di kepalanya. Indah sekali. Warna gemerlapnya menyinari malam hari itu.
Nikk memberanikan diri menaiki satu demi satu anak tangganya hingga kini ia tepat berada di hadapan Dewi Selene. Ternyata dirinya jauh lebih tinggi daripada sang dewi. Ia bertanya, "Jadi, saya harus menjaganya sekuat tenaga. Begitukah Dewi Selene?"
Dewi Selene mengangguk sekali. Ia tidak lagi berjalan mendekat. Ia perlu memberi jarak diantara mereka. Tak berapa lama ia berbalik, berjalan kembali mendekati keretanya. Ia menarik obornya dan menaiki keretanya. Sekali lagi ia melirik ke arah Nikk dan pergi begitu saja dari sana.
Nikk berbalik dan menuruni anak tangga itu dengan gagah. Ia menyeringai. Taringnya terlihat menyembul dari sana. Ia menghampiri wakilnya, Beta bernama Cleon. Ia membisikkan sesuatu pada Cleon. "Bubarkan anggota lain. Hanya sisakan Gamma dan Watcher."
Cleon mengumumkan pada anggota lain dengan suara lantangnya. Setelah menyisakan Gamma, dan Watcher, ia membuat aba-aba agar mereka mendekati pemimpin Pack mereka. Nikk, Alpha yang terkenal dengan kemenangannya di setiap perluasan wilayah.
"Alpha, Gamma dan Watcher sudah di sini." ujar Cleon dengan tenang. Ia melihat Nikk sedang duduk di bangku batunya dengan tatapan tajamnya.
"Kalian tentu dengar apa yang sudah ditakdirkan oleh Moon Goddess. Watcher, bantu temukan Luna-ku. Mengingat wilayah kita sudah ada di selatan, pasti desa terpencil yang dimaksud Dewi Selene adalah desa itu, desa di mana kau berasal."
Watcher diam dan mendengarkan dengan seksama. Betul bahwa ia berasal dari desa itu. Namun karena satu dua faktor ia tak begitu mengenal siapa-siapa saja penduduk di sana. Ia harus mencari dengan hati-hati di sana. Jadi, saat ini ia memilih mengangguk dan langsung meninggalkan tempat. Kini hanya tersisa Alpha, Beta dan Gamma.
Gamma mendekat, ia tahu apa yang akan dikatakan oleh pemimpinnya. Alpha menatap Gamma tajam. Sembari menyeringai ia menjulurkan minuman yang ia suka. "Minumlah, Galen."
"Tidak, Nikk. Aku tahu apa tugasku. Kau ingin menyuruhku untuk merancang pertemuan kalian, bukan?" tebak Gamma bernama Galen. Ia melihat Nikk tertawa. Ia pun balas tersenyum dengan licik.
"Kalian ini apa-apaan. Ekspresi kalian berdua membuatku merinding. Nikk, kau harus mengurangi seringaimu yang menyebalkan itu dan Galen hentikan tebakanmu dan senyum meledekmu."
Itu suara Cleon. Ia menengahi Galen dan Nikk agar tak berkepanjangan obrolan itu. Ia melihat Nikk bangkit dari bangkunya dan mendekati ia dan Galen yang sedang berdiri di hadapannya. Ia bersuara, "Cleon betul. Hentikan sikapmu itu, Galen. Lagi pula tebakanmu salah. Tugas itu untuk Cleon karena dia adalah wakil yang jarang punya pekerjaan."
"Hei!" sela Cleon sebal. Jarang punya kerjaan katanya? Nikk memutar bola matanya, ia tak peduli dengan Cleon yang sedang memprotes ucapannya. Ia lebih memilih melanjutkan, "Tugasmu seperti biasa. Latih para Schout agar menjadi warrior yang bisa diandalkan. Akhir-akhir ini Pack Dentes menggunakan cara licik untuk mengintai. Jangan sampai mereka berhasil masuk, apalagi menggunakan Rogue yang susah untuk ditangani. Selama ini Rogue yang mereka sewa bisa kita atasi, aku tak mau kita sampai lengah. Intinya perketat keamanan, terlebih aku harus segera menandai Luna-ku. Chris tak akan senang aku menang darinya. Kalian paham, 'kan?"
Nikk melihat dua rekannya mengangguk. Ia yakin mereka berdua bisa diandalkan. Sekarang masalahnya adalah klan lain yang berusaha menjatuhkan kekuasaannya sejak dulu sekali. Hal ini tak baik, apabila bendera perang berkibar lagi, ia tak akan bebas seperti dulu karena kini misinya bertambah satu, yaitu melindungi Deana, Luna yang sudah ditakdirkan oleh Moon Goddess. Jangan sampai Chris mengacau dan bertidak jauh melampaui apa yang ia sempat lakukan dulu.
Nikk mengizinkan para bawahannya untuk keluar. Namun, Cleon memilih tetap berada di sisinya. Karena sebenarnya Cleon ini adalah pemimpin kedua pack mereka. Ada benarnya ucapan Nikk yang mengatakan bahwa ia jarang mempunyai kerjaan. Itu dikarenakan selama ini Nikk selalu bisa menangani segala urusan yang terjadi di sana. Mungkin bisa dihitung dengan jari saat dirinya betul-betul sibuk.
"Hei, Nikk. Menurutmu, Luna-mu itu seperti apa?"
Nikk menoleh dan menerawang, "Seperti apa ya? Aku tak tahu. Aku berharap tampilannya sesuai dengan namanya."
Cleon tersenyum. Ia bisa merasakan pemimpinnya sedang dalam keadaan tak sabar. Ia kembali bertanya, "Bagaimana kalau tampilan Luna-mu tak seperti Dewi Selene, Nikk?"
"Kau curang, Cleon. Dilarang keras membaca pikiran pemimpinmu."
Cleon tertawa. Ia mengatakan maaf beberapa kali. Nikk menggeleng heran. Seingatnya Cleon dan beberapa anggota lain yang bisa membaca pikiran sudah diberikan mantra khusus oleh tetua agar tak bisa membaca pikiran pemimpin mereka karena dikhawatirkan ada yang membelot. Dirinya juga sudah dimantrai agar tak ada yang bisa membaca pikirannya dengan sembarangan. Akan tetapi Cleon terkadang bisa masuk dan membaca pikirannya.
"Aku tidak curang, Nikk. Kau yang mengijinkanku masuk dan tanpa sengaja membacanya."
"Ya, mungkin karena kau adalah adikku, jadi aku tak mempermasalahkannya."
"Kita semua adalah saudara, Nikk. Haha."
Nikk ikut tertawa. Prinsipnya adalah mereka semua bersaudara karena mereka hidup dalam satu kawanan ini sejak lama.
"Kalau tampilannya tidak sesuai namanya, aku masih bisa berharap kalau hatinya secantik namanya."
"Betul, Nikk. Aku yakin gadis yang ditakdirkan untukmu itu adalah gadis terbaik di seluruh penjuru bumi. Moon Goddess tak akan memilihkan asal-asalan untuk seorang alpha seperti dirimu."
Nikk teringat akan satu hal. Ia berjalan mendekati Cleon dan berkata, "Kalau aku tak salah ingat, kau beberapa kali kerap ke desa itu untuk membeli daging tambahan. Apa aku benar, Cleon?"
Cleon tertegun. Tebakannya benar. Dirinya memang sering pergi ke desa yang dimaksud Dewi Selene itu. Lantas ia menjawab, "Betul. Aku ke sana untuk membeli daging dan tentunya untuk mengunjungi calon Mate-ku, Adoria."
"Oh, iya. Namanya Adoria. Kapan kau berencana untuk menandainya? Apakah orangtuanya sudah tahu kau adalah bangsa werewolf?" tanya Nikk serius. Ia kembali duduk di singasananya yang nyaman.
Cleon terdiam. Ia berjalan bolak-balik di hadapan Nikk yang tentu membuat Nikk jengah. Ia bertanya sekali lagi, "Kau belum tahu jawabannya ya?"
"Bagaimana bisa aku memberitahu bahwa aku bangsa werewolf pada orangtuanya? Kalau Adoria, ia sudah tahu dan menerimaku apa adanya. Ia juga berkata ia akan menerima tanda dariku kalau orangtuanya setuju."
"Lalu apa masalahnya? Kau hanya perlu mengatakannya langsung pada mereka."
Cleon mengernyit dan menatap Nikk heran. Ia mendekati Nikk yang masih santai di bangku kekuasaannya dan berkata, "Kau pikir mudah? Nanti kau juga akan merasakan polemiknya."