webnovel

Pertengkaran yang Sia-sia

Matahari terlihat sudah tinggi. Namun tampaknya Cleon tak peduli karena kenyataannya ia sibuk mencecar Watcher di depannya itu dengan sengit sampai di titik di mana amarahnya sudah tak lagi bisa ia bendung. Cleon bangkit dari bangkunya dan menunjuk tepat di depan ke dua bola mata Watcher. Sedikit lagi saja kuku panjanganya akan masuk dan menghunus tepat ke dalamnya dan hanya menyisakan aliran darah.

"Sudah kuduga. Kau pasti berulah lagi, Cleon."

"Salahkan dia, Galen. Laga berbicaranya membuatku muak."

Galen datang di waktu yang tepat. Kalau tidak ditengahi, mereka berdua akan berkelahi dan bisa ditebak siapa pemenangnya? Betul, Cleon. Karena Watcher hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki hubungan baik dengan bangsa werewolf. Ia sengaja ditugaskan untuk memantau keadaan di desa manusia dan melaporkannya pada bangsa werewolf itu sendiri.

Galen menarik Cleon agar menjauh dari Watcher. Ia ingin agar Cleon untuk tenang dan menguasai dirinya lebih dahulu. Lebih baik mereka bertukar posisi sebentar. Cleon mengajari para Schout, dan  ia mendekati Watcher untuk berbincang dengannya.

"Diminum dulu, Watcher. Maafkan kelakuan Beta yang selalu terbayang masa lalu."

Watcher menggeleng dan menerima tawaran Galen untuk meminum susu yang telah disiapkan untuknya di awal sesi perbincangan itu. "Tidak masalah. Saya tahu Beta akan bersikap begitu. Setidaknya kau percaya dan tak memandangku sebelah mata, Gamma."

Galen tertawa. Ia merasa terpuji dengan ucapan Watcher. Padahal pria di hadapannya itu menyenangkan, tapi sangat disayangkan karena Cleon tak lagi percaya padanya.

"Bagus Beta sedang di luar. Kalau dia di sini tak tahu lagi bagaimana amarahnya akan menghakimimu, Watcher."

Kali ini Watcher yang tertawa. Ia tahu persis perangai Cleon terhadapnya. Kalau pun mereka terlibat argumen, pastilah ia yang akan kalah karena bagaimana pun juga, Cleon ada pemimpin pack ke-dua dan ini adalah wilayah mereka. Ia hanya perlu menata baik-baik hati dan mulutnya agar tak terselip sedikit pun kesalahan lagi.

"Jadi, bagaimana? Berikan detail lengkap informasi yang kau dapatkan."

"Kau ingin informasi tetang apa, Gamma?"

"Beritahukan dahulu ciri-ciri Luna, letak tempat tinggal, lalu jelaskan kondisinya."

"Baiklah. Luna bernama Deana itu berparas cantik jelita, tingginya mungkin sebahu Alpha dan kulitnya kuning langsat. Ia juga memiliki rambut yang sepertinya panjang. Saya tak yakin karena saat kami bertemu, rambutnya sedang digulung. Matanya sehitam jelaga. Hidungnya bangir, dan bibirnya penuh kemerahan. Tubuhnya bagus, tinggi semampai."

Galen membayangkan betapa cantiknya sosok ini. Ia tersenyum dan menyuguhkan potongan daging yang sudah diasapi.

"Alpha akan bahagia saat mendengar ini. Lalu bagaimana dengan lokasi dan kondisinya saat bertemu Luna?"

Watcher mengambil satu demi satu daging asap itu dan berakhir menyisakan piring kosong. Ia sepertinya terlalu asik memakannya.

"Lokasinya ada di luar desa, hampir menuju hutan. Saat saya bertemu Luna, saya lebih dahulu bertemu Nenek Cia. Seperti yang saya katakan, kondisi pertemuan itu tak berlangsung bagus."

"Baiklah, untuk rencananya? Kau terpikir hal bagus soal itu?"

"Rencana pertemuan? Saran saya lebih baik memantau gadis itu lebih dahulu. Setelah sudah ditelaah mengenai perangai dan keseharian Luna, kalian bisa mengarahkan mereka pada pertemuan. Saran saya lagi, lebih baik anda mengatur pertemuan Alpha dengan Luna di tengah hutan saat jauh dari Nenek Cia. Saya yakin, Moon Goddess akan memberikan uluran tangan untuk kita."

Galen mengangguk paham. Ia bangkit dan mengikuti Watcher yang sudah berjalan lebih dahulu ke depan pintu. Ia membuka pintu itu hingga terdengar engselnya berderit. Agak sedikit pekak memang, tapi itu bukan masalah.

"Kau tidak mau tinggal lebih lama di sini? Aku yakin Alpha akan senang mendengar pengalamanmu yang lain."

"Oh, tidak usah. Saya harus kembali memantau pergerakan desa lain dan melaporkannya pada Alpha. Kemungkinan saya akan kembali ke sini dua minggu ke depan. Apa ada tugas lain yang perlu saya bantu terkait Luna?"

Gamma mendengung. Jujur saja ia tidak tahu karena biasanya memang hanya Alpha saja yang memerintahkan Watcher. "Aku tak tahu. Alpha tidak memberitahuku apa-apa. Mungkin tugasmu mengenai Luna sampai di sini dulu. Kalau bisa, jangan terlalu lama mengelana. Bahaya kalau ada Rogue atau pack lain menyerangmu karena bagaimana pun, bau kami sudah menempel padamu."

Watcher tersenyum. Ia menepuk lengan Galen dan berkata, "Tak usah khawatir, saya ini kuat. Saya punya seribu cara agar mereka tak bisa mencium bau saya."

"Seperti biasa. Kau hebat. Kalau begitu hati-hati."

Galen melihat Watcher berjalan menjauh menuju pintu keluar. Ia tak habis pikir bagaimana cara lelaki itu menyembunyikan aroma tubuhnya? Dari pada memikirkan itu, lebih baik ia kembali ke lapangan besar di tengah benteng. Ia  bermaksud memberi tahukan informasi itu pada Cleon.

"Galen, sudah selesai? Dia sudah pergi?"

"Hh, kau ini bagaimana. Sudah diperingatkan agar tak mencari masalah malah kau membuat masalah. Untung belum sempat berkelahi." ujar Galen sambil berjalan berdampingan dengan Cleon. Galen membubarkan latihan hari itu.

"Sudah kubilang. Sikapnya itu sombong sekali. Aku tak sabar melihatnya begitu."

"Turunkan sedikit egomu itu. Kau buruk sekali mengaturnya. Kalau Watcher sepertinya berpaling dari kita, Alpha bisa membunuhmu. Kau tahu?"

Cleon mendengkus. Ia tak suka diceramahi. Ia lebih memilih merangkul Galen dengan tiba-tiba dan mengalihkan pembicaraannya saja. "Jadi, apa katanya tadi?"

Galen memberitahu semua informasi yang ia dapat pada Cleon. Dengan sigap, Cleon berkata ia akan menyusun rencana yang bagus agar mereka berdua bisa bertemu secara alami dan jauh dari kesan disengaja. Mungkin akan ada bumbu drama sedikit agar Nenek Cia juga bisa terpancing.

"Jadi, kau ada rencana yang bagus, Cleon?" tebak Galen hanya dengan melihat raut wajah yang ditunjukkan Cleon.

"Tentu saja. Tapi lebih baik kita beritahu Nikk dahulu soal info lanjutan ini. Aku rasa ia pasti senang mendengar penggambaran diri Deana. Aku pun tak terbayang secantik apa gadis itu."

Cleon mempercepat langkahnya mengikuti langkah kaki Galen yang sangat cepat. Ia bahkan mendengkus dan sempat mengeluh pada Galen perihal itu. Namun Galen tak memusingkannya. Yang terpenting mereka cepat sampai ruangan Nikk.

"Kau benar. Aku pun berpikir sama. Kalau kita tahu sosok aslinya, mungkin kau pun akan beralih hati padanya. Haha...." goda Galen pada Cleon. Cleon menyukai gadis cantik, pasti ia akan memuji kecantikan Deana saat mereka bertemu satu sama lain suatu saat nanti.

"Mana mungkin. Adoria itu yang tercantik." bantah Galen. Sampai detik itu memang hanya Adoria saja yang dipandangnya sebagai wanita tercantik. Belum pernah ia melihat sosok yang lebih cantik dari Adoria dan mungkin baginya tidak akan pernah ada yang menandinginya.

"Coba saja kita lihat nanti, Cleon...."