webnovel

Ocehan Si Anak

Malam menjelang. Bulan sudah menampakkan diri secara sempurna. Purnama malam itu begitu terang hingga bulan terlihat begitu dekat. Pekatnya warna kuning akibat pantulan sinar matahari menyinari seluruh gelapnya malam itu. Ketenangan yang ada di luar sana tak berlaku di benteng Mensis. Suara raungan saling bersahutan dari segala penjuru terkecuali depan benteng, karena hanya ada Gamma yang biasa tidur dan berisitirahat di sana.

Terdengar rintihan dari kamar Nikk. Ia sedang berusaha meraih borgol lehernya yang terasa menyesakkan. Akan tetapi tak bisa karena tangan dan kakinya pun sedang diborgol. Mustahil kalau ia bisa melepaskannya. Kornea mata Nikk berubah menjadi layaknya serigala normal. Tak terlihat lagi pandangan manusia miliknya. Ia mempunyai kemampuan melihat dalam gelap malam yang teramat baik, namun ia menjadi buta warna.

Gigi Nikk bergemeletuk. Mulai terlihat jelas kalau taringnya memanjang diikuti salivanya yang sesekali menetes. Mulai muncul juga bulu-bulu khas serigala. Bulunya yang hitam keabuan itu semakin lebat dan kukunya juga semakin memanjang. Ia menoleh ke kanan ke kiri dan memberontak sejadinya di atas kasur. Ia ingin turun dan pergi dari tempat itu namun tertahan. Ia tak bisa banyak bergerak. Pikirannya masih ada, ia hanya bisa mengendalikan dirinya sedikit. Apabila jam sudah menunjukkan tepat jam 12 malam, pikirannya akan tenggelam dan digantikan sepenuhnya oleh perubahannya. Itulah masa puncaknya.

"Arrghh.... Ini menyiksaku...." rintih Nikk berwajah geram. Ia mencoba menahan raungannya sebisa mungkin. Ia masih mencoba menolak perubahannya namun tubuhnya tak bisa menolak. Fisiknya semakin terlihat seperti serigala. Ukuran tubuhnya kini sudah membesar hampir dua kali lipatnya. Hingga tiba saatnya ia tak bisa mengendalikan lagi pikiran dan tubuhnya, sisi Nikk kini berganti dengan sisi serigala yang buas.

Lea merasa berjaga di dekat pintu benteng tak ada gunanya karena tak ada apa-apa yang terjadi sedari tadi. Ia kembali menuju kamar Nikk. Ia membuka sedikit dan melihat perkembangannya. Sejak kali pertama ia melihat perubahan Nikk, ia tak berani lagi mengintip, namun kali ini ia memberanikan diri untuk melihatnya. Dan apa yang dilihatnya kini sungguh mengejutkannya. Nikk tampak menyeramkan. Kesadarannya sudah dikuasai penuh oleh sisi serigala miliknya. Sosok itu bukan lagi Nikk. Ia secepat kilat menutup pintu itu, namun sayup-sayup ia mendengar Nikk menyebut sesuatu. Iya, Lea mendengar Nikk memanggil lirih nama Lunanya, yaitu Deana. Semua anggota pack Mensis mengetahui jelas siapa nama dari calon Luna dari Nikk. Raut wajah Lea menjadi tak karuan.

"Tuan pasti akan segera melupakanku...."

Lea bergelut dengan pikiran buruknya. Perasaan akan takut kehilangan itu muncul kembali. Ia menoleh ke kanan dan mendapati anak kecil yang bertemu dengannya tadi disana sedang menarik kecil lengan bajunya. Lantas ia pun sedikit menunduk agar bisa mendengar apa yang ingin diucapkan anak itu.

"Kak, Tuan Gamma bilang aku punya bakat. Kemungkinan aku bisa mengontrol diriku di saat perubahan hingga aku dewasa nanti. Tuan Gamma menyuruhku ke sana tiap hari purnama saat menjelang sore untuk memantau perkembanganku. Aku juga diimbau untuk tidak keluar dari sana setelah menjelang malam."

"Benar, karena tidak ada yang akan memeriksa ruangan Tuan Gamma di saat begini. Beberapa orang yang mengetahui kemampuan Tuan Gamma ini sudah memperingatkan para omega agar tak mengusiknya karena Tuan Gamma paling tidak suka diganggu saat masa perubahannya tiba. Terhitung hanya aku saja yang sudah melihat sosok Tuan Gamma seperti itu dan sekarang ditambah kau."

"Apa aku menganggu Tuan Gamma, kak?"

"Secara harfiah iya, kita jelas mengganggunya. Tapi bukankah ia bersikap ramah padamu? Apa yang dikatakannya selain masalah bakatmu?"

Anak itu mencoba mengingat, setahunya tadi Gamma memang ada mengatakan hal selain bakatnya. Kalau tidak salah-

"Oh! Tuan Gamma mengatakan aku bisa mengikuti seleksi Scouts yang akan diadakan bulan depan karena Scouts tingkat akhir sudah diangkat menjadi Warrior. Dan ia juga menanyakan hal yang aneh. Ia menanyai pendapatku tentang perubahannya, seperti apakah ia terlihat keren dan gagah dalam bentuknya yang seperti itu? Entahlah kak, aku tak mengerti arah pertanyaannya."

Lea terkekeh. Jelas ia mengetahui ke mana arah pertanyaan itu. Karena terlalu lama menyendiri di saat begini, Gamma jadi tak punya siapa pun untuk dimintai pendapat soal transformasinya. Padahal Lea menunggu kapan Gamma akan menanyakan hal itu padanya. Namun hal itu tak pernah terjadi hingga detik ini. Malah ia meminta pendapat dari anak kecil yang baru saja dikenalnya.

"Kakak kenapa? Mengapa tertawa seperti itu? Menyeramkan...."

Lea langsung terdiam. Betulkah ia menyeramkan?

"Hehe, bohong kak. Kakak terlihat cantik sekali. Kalau urusan menilai penampilan laki-laki aku 0, tapi kalau menilai penampilan perempuan aku juaranya kak."

"Jadi, maksudmu aku ini cantik? Secantik apa?"

"Secantik Luna dari Tuan Alpha dan Mate dari Tuan Beta."

"Bagaimana kau mengetahuinya? Mereka bahkan tak pernah kemari sebelumnya."

Anak itu menghela napas dan menggeleng secara dramatis. Bibirnya mendecih dan meremehkan Lea dihadapannya. Ia pun menarik lengan Lea untuk duduk di tepian pekarangan ruangan Nikk.

"Aku bisa melihat apa yang semua anggota pikirkan di sini, tapi anehnya aku hanya bisa melihat sepotong demi sepotong milikmu. Yang aku lihat kakak selalu memikirkan Tuan Alpha. Apa kakak seloyal itu mengabdi padanya?"

Lea tertegun. Anak itu memiliki kemampuan yang sangat istimewa. Ia bisa masuk dan melihat isi pikiran orang lain secara visual. Itu kemampuan yang jarang sekali dimiliki, juga kemampuan untuk membaca masa depan itu sama istimewanya dengan kemampuan anak itu. Belum tentu dalam satu pack itu akan lahir anak dengan kemampuan ini. Mensis beruntung memiliki satu, mereka hanya perlu mengasahnya saja dan anak itu akan menjadi informan yang sangat berguna.

"Kak?"

"Oh! Iya, aku sangat setia pada Tuan Alpha dan hanya akan begitu kepadanya."

"Lalu bagaimana dengan Luna? Apa kakak akan setia juga kepadanya?"

"Tentu. Aku akan terbiasa melayaninya dan pasti akan bisa setia padanya nanti."

"Kakak yakin?"

"Dengar, dik. Loyalitas itu sulit dibentuk. Butuh watu dan kepercayaan tinggi untuk itu. Kau nanti akan merasakannya juga."

"Apa itu berarti Tuan Alpha, Tuan Beta, dan Tuan Gamma juga melakukan itu pada calon mereka? Apa aku juga akan begitu?"

Lea terkekeh lagi. Ia merasa tertohok dengan pertanyaan itu. Tentu saja ia mengetahuinya. Mereka pasti akan loyal pada pasangan mereka kelak. Karena memang sejatinya mereka monogami dan sangat menyayangi pasangan mereka sendiri.

"Kau tahu jawabannya bukan? Bangsa kita itu monigami, hanya bersanding dengan satu pasangan saja. Dan bangsa kita memiliki rasa setia berkali lipat jauh lebih loyal dari bangsa lain. Jadi, jawabannya pastilah iya. Mereka akan seloyal itu pada pasangan mereka kelak. Meskipun mereka ditolak oleh pasangannya, mereka tak akan mencari yang lain. Mereka hanya akan memikirkan pasangannya sampai mereka mati."

"Uh, seramnya kak. Aku tak mau sampai ditolak. Aku bisa mati sendirian."

"Maka dari itu, jangan jatuh terlalu dalam saat kau belum mengetahui pasti isi hatinya. Terlebih kau ini lelaki. Kalau salah ambil langkah, hatimu tak akan bisa pulih."