webnovel

Kejujuran yang Menyakitkan

Sejak pagi, hanya Naomi yang tak bisa disentuh. Ia memasang wajah muram dan kesal setiap kali ada orang menghampirinya. Hari ini juga Naomi tak banyak berbicara. Ia hanya duduk dikursinya, menatap tumbuhan kaktus kecil yang berjejer miliknya yang ia beli beberapa hari lalu saat ada festival. Hari ini juga ia kesiangan , bahkan saat tiba dikantor tubuhnya penuh keringat karena mengayuh sepeda untuk mempercepat perjalanan. Dan yang lebih tidak menyenangkan adalah karena Kubo juga belum tiba di kantor.

 

"Nao, tolong reminder Kubo san dong untuk approval pengajuan minggu lalu. Sudah terlalu lama terpending di dia" Baca Naomi saat sebuah pesan masuk kedalam ponselnya.

 

Naomi mendengus kesal, ia membanting ponselnya ke meja dan kemudian berjalan keruangan Kubo. Memeriksa beberapa dokumen yang menumpuk, dan menaruh dokumen yang dimaksud dalam pesan tersebut dipaling atas.

 

"Tunggu Kubo datang ya, sudah kutaruh dipaling atas" Balas Naomi jutek.

 

Ia kembali ke kursinya, kembali memandangi setiap bagian tumbuhan kaktus yang mulai membesar. Tiba tiba suara riuh terdengar dari luar ruangan, dengan beberapa orang yang mulai berlarian kearah sumber suara.

 

Naomi mencoba menghubungi seseorang diluar ruangan melalui telpon meja, namun tak ada satupun yang mengangkat. Dengan malas, ia beranjak dari kursinya dan membuka pintu ruangannya sedikit.

 

"Ada apa ini?" Tanya nya pada seseorang yang ikut berlari kearah suara.

 

"Diluar gedung, ada artis yang baru saja masuk kedalam gedung kita" Ucap laki laki itu.

 

Naomi menghela nafas berat, ia kemudian kembali ke kursinya dengan ekspresi yang sama. Tak lama dari itu, Kubo masuk kedalam kantor tanpa menyapa. Mengagetkan Naomi yang sedang melamun.

 

Naomi mengikuti langkah kaki Kubo, ia kemudian duduk tepat didepannya.

 

"Tolong approve semua dokumen yang ada dimeja, yang lain sudah menunggu" Singkat Naomi.

 

"Pagi ini aku sarapan diluar karena kamu ngga lagi di apartemen. Dan ga ada yang masak untukku" Ucap Kubo mengalihkan pembicaraan.

 

Laki laki itu memencet tombol dispenser untuk membuat segelas kopi.

 

"Mereka sudah menanyai saya soal dokumen dokumen yang belum disetujui. Tolong, saya akan membantu untuk menjelaskan semua dokumen itu" Keluh Naomi.

 

"Gak bisakah kamu kembali ke apartemen Nao?" Tanya Kubo singkat.

 

Naomi berdiri dari duduknya, ia sudah kehabisan kesabaran dengan berbicara dengan Kubo. Sedari tadi, ia memang sudah gelisah dan menahan rasa kesal. Dan melihat tingkah laku Kubo hanya membuatnya semakin merasa tak enak. Naomi keluar dari ruangan tanpa berbicara sepatah katapun. Ia terus berjalan kearah atap kantor tanpa mempedulikan orang orang yang menyapanya dengan ramah.

 

Hiksssss ! Hikkssssss !

 

Suara tangis Naomi yang sedari tadi ditahan akhirnya pecah juga, ia menangis tersedu sedu diatap. Perempuan itu berjongkok dan bersender pada dinding pembatas. Ia kehabisan nafas karena menangis, namun tak juga berhenti seolah olah ia tak bisa berhenti untuk menangis. Ditekan dadanya yang mulai sakit.

 

Secara tak sengaja, ponselnya bergetar dan ditemuinya nama Naya dilayar. Dengan cepat, ia menyeka seluruh air matanya yang masih terus mengalir dengan lengan bajunya. Setelah menghela nafas dalam dan memastikan suaranya terdengar baik baik saja Naomi memberanikan diri untuk mengangkat panggilan Naya.

 

"Iya Nay" Sapa Naomi saat panggilannya tersambung.

 

"Nao... aku tau kamu pasti tau apa yang mau aku omongin sekarang" Jawab Naya tanpa berbasa basi.

 

"Hmmmmm" Gumam Naomi.

 

Kali ini Naomi mengetuk ngetukkan kakinya ke dinding pembatas, diselingi dengan diamnya Naya diujung telpon. Seolah olah ia sedang merasa ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

 

"Kemarin aku ke Jogja sama Rio" Ucap Naya.

 

"Hmmmmm" Respon Naomi.

 

"Kita kerumah Inu, temen kamu sama Rio. KIta juga jalan jalan ke banyak tempat. Nikmatin sunset di Istana Boko" Jelas Naya.

 

Mendengar semua ucapan Naya, membuat Naomi merasa iri. Itu semua hal yang ingin Rio lakukan saat pergi ke Jogja dengan Naomi. Hal yang membuatnya semakin kesal adalah karena Naya ada bersama dengan Rio, menggantikan tempatnya. Entah apa maksud Naya mengatakan ini semua padanya. Setelah ia mengangkat panggilan milik Naomi, dan membuatnya berpikir yang tidak tidak.

 

"Hmmmmm" Respon Naomi lagi.

 

"I kissed him" Ucap Naya pelan.

 

Ucapan terakhir Naya sangat mengejutkan Naomi sampai Naomi lupa bernafas setelahnya, ia ingin meminta Naya mengulangi ucapannya karena khawatir akan salah mendengar. Namun ucapan itu terdengar sangat jelas.

 

"Maksud kamu?" Tanya Naomi.

 

"Nao, maaf" Jawab Naya.

 

"Maksud kamu apa Nay?"

 

"Aku suka sama Rio Nao"

 

Naomi menghela nafas mendengar penyataan Naya, matanya mulai menggenang. Ia hanya diam, benar benar diam.

 

"Aku sudah coba untuk nolak semua perasaan ini, tapi semakin lama. Aku makin suka sama Rio. Dan aku pikir, nggak baik kalau aku nggak jujur sama kamu Nao. Aku harap kamu nggak salah paham" Jelasnya.

 

"Dia baik" Tambah Naya.

 

"Baik banget sampe kamu harus suka sama dia?" Potong Naomi.

 

"Aku ga mau nutupin semua perasaanku sama Rio Nao, aku ngga ada maksud untuk merebut dia. Tapi kalau nanti kamu mungkin pisah sama dia, aku harap kamu ngga akan keberatan kalau aku gantiin kamu" Pinta Naya.

 

Naomi mendengus kesal mendengar pernyataan Naya, ia sendiri tak habis pikir karena Naya berani mengatakan hal itu padanya.

 

"Kubo san..." Gumam Naya.

 

"Dia juga sama kamu, sudah lama dia cari kamu kemana mana. Bukankah ini semua kebetulan? Aku juga bertanya tanya jika mungkin ini semua memang sudah takdir Nao" Tambah Naya.

 

"Nao, nggak ada satupun orang didunia ini yang bisa membatasi orang lain untuk jatuh cinta"

 

Kalimat terakhir Naya seolah menampar dirinya sendiri. Ia merasa sakit dengan kenyataan bahwa Naya menyukai Rio, namun ia sendiri tidak bisa melakukan apapun.

 

Naomi tak punya hak untuk marah pada Rio karena membiarkan Naya menciumnya karena dirinya sendiripun tak melakukan apapun dan membiarkan Kubo melakukan hal yang sama. Naomi tak berhak melarang Naya untuk menyukai Rio, sedangkan iapun sama sekali tak menolak perasaan Kubo padanya. Keadannya dengan Rio kini tak berbeda. Dan hal hal seperti ini yang sedari awal sama sekali tak Naomi pikirkan. Kenyataan menyakitkan ini menghantam keyakinan Naomi, jika Naya boleh saja menyukai Rio. Maka Riopun tak punya keterbatasan untuk menyukai Naya. Dan jika, Kubo menyukainya, maka iapun juga bisa menyukai Kubo. Pelan, seluruh kenyataan yang Naomi pikir tak akan pernah terjadi kini mulai menjadi nyata.

 

"Kamu, sungguh perempuan murahan" Ucap Naomi pelan sebelum memutuskan panggilan.

 

Segala sesuatunya kemudian berputar dikepala Naomi. Tiba tiba kepalanya sakit tak tertahankan sampai Naomi harus merintih. Pandangannya mulai kabur, sampai akhirnya ia benar benar tak sadarkan diri diatas sana.