webnovel

Basket

"Bang kenapa sih " tanya Aluna penasaran.

"Udah diem, kita makan aja. Ngga boleh kepoin urusan orang tua " balas Burhan.

"Silahkan duduk Lan." Alan hanya tersenyum lalu duduk di depan Maya.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya Maya lembut.

"Samain aja Tante."

"Kita makan dulu ya Lan." Ucap Maya.

"Iya." Alan hanya tersenyum kecil Setelah beberapa menit, makanan yang Maya pesan sudah habis.

"Saya dan Ayu adalah teman dekat. Sangat dekat. Saya mau disini kamu bisa berbagi cerita pada Tante. Walaupun memang Tante ngga bisa kasih solusi setidaknya kamu bisa sedikit lega Lan." Ucap Maya.

"Papah memaksa Alan untuk meneruskan perusahaannya. Tapi Alan ngga mau, Alan mau meneruskan Restoran mamah." ucap Alan yakin.

"Iya Tante ngerti." Maya mengusap pundak Alan, agar laki-laki itu sedikit tenang.

"Kamu sudah tau tentang Aluna dan kamu?" Tanya Maya.

Alan mengangguk.

"Alan sekolah di SMA Cendrawasih kan?"

"Iya Tante." Alan tersenyum kecil.

"Jurusan apa Lan?" Tanya Maya.

"IPS Tante"

"Kalo Tante tau kamu dan Aluna satu sekolah, pasti kamu sudah akrab banget sama Aluna." Maya sedikit melirik ke meja Aluna berada.

"Aluna itu kelas IPA 1, dia suka basket dari kecil. Dulu Tante sering ceritain tentang kamu Lan, Tante bilang ke dia waktu kecil. Alan itu teman dia, namun kita berpisah saat Aluna dan kamu berumur 2 tahun. Aluna saat itu senang, dia ternyata mempunyai teman laki-laki. Di komplek

Tante banyak remaja laki-laki senang main basket. Jadi Aluna pikir, ia harus berlatih basket agar nantinya jika sudah bertemu dengan Alan. Kalian bisa main basket bersama. Ia mengira semua laki-laki menyukai basket " jelas Maya

"Alan juga sering main basket Tante." balas Alan.

"Ohya? Kalo begitu kapan-kapan kalian latihan bareng ya." Alan hanya mengangguk.

"Ya sudah, ini sudah mau Maghrib. Saya pulang dulu. Kamu mau ikut satu mobil?" Tawar Maya.

"Nggak usah Tante, Alan bawa motor." tolak Alan lembut.

"Burhan Aluna sini!" Panggil Maya.

"Sekarang kita pulang, pamit dulu sama Alan." ujar Maya.

"Pamit dulu Lan, lo ati-ati." pamit Burhan.

"Gue juga." Aluna sedikit gugup, mau bagaimana pun Alan adalah most wanted di sekolahnya. Banyak yang mengagumi lelaki itu, dan kini tak di sangka. Alan adalah anak dari sahabat bundanya

sendiri.

***

Gadis 6 tahun itu sedang bermain boneka dengan kakaknya. Ia sudah biasa di temani kakaknya, karena ia tidak mempunyai teman disini.

"De, main sepak bola yuk. Masa abang main boneka sih." ujar Burhan.

"Nggak mau, Abang bisa main basket? Kaya anak laki-laki besar itu yang biasa main di depan kompleks?" Tanya Aluna sambil memegang boneka beruangnya.

"Enggak, kan Abang bisanya main sepakbola"

mendengar jawaban itu, Aluna terlihat murung.

"Hei Aluna kenapa sayang?" Ujar Maya tiba-tiba datang ke kamar Aluna.

"Bunda, aku pengen punya temen yang bisa main basket." tutur gadis kecil itu, ia kemudian duduk di pangkuan Maya.

"Aluna pengen kaya kakak-kakak di taman itu Bun, main basket seru." tutur Aluna lagi.

"Kamu juga punya temen loh, liat ini. Ini kamu, dan ini Alan namanya." tunjuk Maya pada foto 2 balita yang sedang bermain bersama.

"Alan? Dia bisa main basket ya Bun"

"Bisa sayang." Maya bermaksud menenangkan putri kecilnya itu.

"Aluna pengen juga bisa main basket, biar nanti Aluna sama Alan bisa main basket bareng." tutur gadis itu ceria.

***

Kamar berwarna pink dipadukan dengan biru laut, banyak medali terpajang rapi disana. Piagam-piagam penghargaan tertempel pada dinding kamar Aluna, Mezzaluna Maharani.

Gadis 17 tahun, dengan rambut coklatnya, tinggi badan hampir menyamai laki-laki. Pemain basket yang sudah menjadi juara dimana-mana. Ia sangat

berharap bisa bermain basket bersama dengan teman kecilnya, Alan.

Namun siapa sangka, Alan yang Aluna tunggu-tunggu adalah si bisu yang sering ia sebut-sebut dengan teman-temannya di sekolah. Harapan agar bisa bertemu dengan teman kecilnya sekarang sudah hilang. Ia tidak mau jika harus berteman dengan si bisu itu, tak lain adalah Alan.

Di weekend ini,Aluna hanya berdiam diri di kamar. Menghadap laptop untuk menonton film kesukaannya,drama Korea.

Tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk.

Laura is calling...

"Lun!"

"Apaan ganggu aja lo!" Sinis Aluna, ia merasa terganggu saat asyik-asyiknya menonton film.

"Keluar yuk, nggak betah gue di rumah." ajak Laura.

"Ra plis deh hari ini gue lagi nggak mau keluar. Jangan ganggu gue oke?!" Ucap Aluna geram.

"Yaudah deh iya, bye Lun" tanpa membalas ucapan Laura, Aluna langsung mematikan telponnya.

Ia kemudian melanjutkan menonton yang hanya tinggal beberapa menit saja.

Setelah selesai, ia kemudian turun. Perutnya perlu di isi.

Terlihat abangnya, Burhan sedang menonton sepakbola di ruang keluarga.

"Bang, bunda mana?" Aluna langsung duduk di sebelah Burhan yang sedang fokus menonton sepakbola.

"Tadi katanya pergi ke butik." balas Burhan santai.

Aluna hanya ber'oh ria, kemudian ia berjalan menuju dapur. Ia benar-benar merasa lapar kali ini.

Tidak ada makanan sama sekali, bahkan sekedar mie rebus saja tidak ada.

"ABANGGGG!!!" Teriak Aluna dari dapur.

"Apaan sih teriak-teriak." Burhan tetap saja fokus menonton tanpa menoleh sedikitpun pada adiknya itu.

"BANGGGG SINIIII!!!!!" Teriak Aluna, ini benar-benar kelewatan. Dia pikir sedang bertanding basket di lapangan apa, seenak jidatnya teriak-teriak di rumah.

"Apaan sih nggak usah teriak juga kali." mau tidak mau Burhan menghampiri adiknya.

"Masa nggak ada makanan bang, gue laper tau." gerutu Aluna.

"Oh iya tadi bunda bilang, kalo laper beli aja gitu."

"Sama lo ya." ajak Aluna.

"Nggak, gue lagi nonton." Burhan langsung pergi dari dapur, ia melanjutkan nonton sepakbola.

"Bang tega banget ntar kalo adik lo yang cantik ini mati kelaparan gimana?" Ujar Aluna dramatis.

"Lebay lo, yaudah ayo. Lo siap-siap gue tunggu." Burhan sudah pasrah, adiknya ini sangat manja padanya.

Akhirnya Burhan dan Aluna sampai di restoran Korea, ini permintaan Aluna. Jika tidak di tepati ia akan terus mengoceh.

"Bang enak bangettt sumpah" lebay Aluna.

"Lo kaya belum makan setaun" Burhan terkekeh melihat kelakuan adiknya itu.

Makan banyak tapi badan tetap bagus.

"Lo ngga pernah berubah ya. Makan masih belepotan gitu." Burhan terkekeh melihat adiknya itu.

Setelah makan selesai, Aluna dan Burhan memutuskan untuk pulang. Mereka sudah sangat kenyang, karena pesanan Aluna banyak dan ia tidak tanggung jawab untuk menghabiskan, akhirnya Burhan lah yang menghabiskan makanan itu.

***

Suasana di warung kopi itu sangat ramai. Alan, Lio, Gibran dan Rai sudah biasa nongkrong di warung kopi itu.

"Bran lo lagi deketin anak Basket ya" celetuk Rai sambil menyeruput kopinya.

"Hah siapa?" Gibran seakan tidak tahu.

"Itu si Dara, masa lo nggak tau. Kemarin gue liat lo boncengin dia. Ngaku deh lo!" Ceplos Rai