webnovel

##Bab 74 Kemana Harus Pergi

Wajah Candra sangat jelek, ada bayangan tebal menutupi matanya yang jernih. Aku menatap mata yang familier ini, aku mencoba menemukan jejak Jasmine di wajahnya, tapi malah aku melihat otot-otot di wajah Candra bergetar yang tidak terlihat begitu jelas, tapi dapat dilihat bahwa dia mencoba untuk mengendalikan emosinya sekarang.

Mungkinkah dia benar-benar putra Jasmine? Sementara dia sendiri tahu itu?

Tiba-tiba terlintas di pikiranku. Seketika, aku bahkan merasa sedikit pusing. Aku meletakkan tanganku di kepala, tubuhku sedikit terhuyung-huyung dan dengan cepat aku meletakkan satu tangan di pagar pembatas di samping ranjang untuk mencegah pusing yang akan menyebabkan tubuhku tersungkur.

Pada saat ini, Denis telah berhenti menangis. Dia menatapku dengan air mata di matanya, tapi mengeluarkan beberapa kata, "Bibi, jatuh."

Vinny bertanya dengan tergesa-gesa, "Ada apa denganmu? Apakah kamu tidak enak badan?"

Kata-kata mereka menarik perhatian Candra. Matanya masih terlihat gelap, tapi dia menyipitkan matanya dan menatapku, alisnya menegang tetapi itu hanya sesaat, kemudian dia berkata, "Aku akan mengambil anak ini, kalian bersiaplah."

Setelah Candra selesai berbicara, dia berbalik dan berjalan keluar.

Stella menyunggingkan sudut bibirnya dan menatap dengan matanya yang penuh dengan penghinaan, lalu mengikuti di belakang. Bherta mendengus, ekspresinya yang berpuas diri terlihat seperti seorang penjahat.

Hal ini membuatku semakin percaya Candra bukanlah anak Bherta.

Meskipun Candra adalah bajingan, dia tidak akan pernah memiliki wajah penjahat seperti itu dan seorang ibu seperti Bherta, aku percaya dia tidak akan bisa melahirkan seorang putra setampan Candra.

Mereka semua pergi, bangsal itu kembali sunyi.

Ada sentuhan lembut di wajahku, itu adalah tangan kecil yang kuat. Bocah kecil itu mengerutkan kening dan terlihat sangat kesal, "Bibi, jangan menangis, mereka semua orang jahat."

Aku tersenyum pada Denis, hatiku penuh dengan rasa sakit, "Bibi tidak menangis, mereka semua adalah orang jahat dan akan mendapatkan balasan."

Setelah Denis tertidur, Vinny berkata, "Kamu terlihat lelah. Tidurlah malam ini. Aku akan menjaga Denis."

Aku tidak menolak, jika aku tidak tidur satu malam lagi, aku khawatir besok aku mungkin tidak akan bisa bangun.

Aku berbaring di ranjang lipat, aku melihat pemandangan hari itu melintas di benakku. Jasmine, Candra, Bherta dan Stella.

Gambar mereka melintas di benakku satu per satu.

Tidak tahu berapa lama, aku baru bisa tertidur.

Setelah satu malam berlalu, aku merasa jauh lebih baik. Denis sudah bangun. Vinny sedang memberinya makan. Aku mendengar si kecil berkata dengan lembut, "Sttt, jangan membangunkan Bibi."

Anak ini benar-benar anak yang sangat patuh.

Dalam sekejap, hatiku melunak menjadi air lagi. Aku menoleh ke samping dan menatap anak itu dengan penuh perasaan, Dia menundukkan kepalanya dan memakan sesendok puding telur yang diberikan Vinny padanya.

Anak di hadapanku memiliki hati yang baik dan dewasa sebelum waktunya. Jika dia tidak lahir dari rahimku, dia akan dikelilingi oleh orang tua yang mencintainya, dimanjakan oleh kakek dan neneknya, serta menjalani kehidupan seperti seorang pangeran kecil. Namun sekarang, dia makan makanan sederhana, mengenakan pakaian compang-camping dan seseorang masih sengaja menabraknya hingga masuk rumah sakit.

Tidak ada kasih sayang kakek dan neneknya, dia bahkan tidak bisa merasakan pelukan ayah kandungnya dan ibu kandungnya tidak berani mengakuinya.

"Hei, Bibi sudah bangun."

Denis melihatku dari samping dan mengatakan sesuatu kepada Vinny seperti seorang anak yang cerdik.

Vinny menatapku, "Sarapan telah dibeli. Makanlah saat kamu bangun. Kamu harus pergi bekerja nanti."

Setelah malam ini, Vinny tampaknya telah banyak berubah dan tidak lagi waspada kepadaku.

Aku tersenyum dan bangkit.

Setelah menyikat gigi dan mandi, aku memakan sarapan yang dibelikan Vinny.

"Sayang, kamu mau makan?" tanyaku pada Denis sambil menggigit biskuit buah.

Mulut kecil Denis tersenyum, senyumnya sangat tampan, "Mau."

Jadi, aku menyerahkan sisi biskuit yang belum digigit ke mulut kecil Denis dan dia menggigitnya.

Dia tersenyum padaku lagi dan hatiku meleleh.

Sebelum aku pergi bekerja, Cindy datang dengan tergesa-gesa. Dia membawa tas besar berisi barang-barang, semuanya adalah mainan dan pakaian untuk Denis.

Denis berkata dengan gembira, "Terima kasih, Bibi."

Cindy tersenyum dan mencubit wajah kecil Denis, "Lebih baik panggil ibu angkat."

Denis mengangkat alisnya, matanya seperti permata hitam yang bersinar terang, "Ibu angkat, apakah ibu itu diangkat?"

Pftt.

Cindy dan aku tidak bisa menahan tawa. Vinny juga tersenyum, "Tidak, ibu angkat adalah ibu selain ibu kandungmu."

Denis sepertinya mengerti, tapi dia malah menatapku dengan mata jernih, "Kalau begitu Denis ingin Bibi Clara menjadi ibuku."

Cindy berseru dengan suara rendah, "Wow, itu benar-benar naluri ibu dan anak. Dia bahkan ingin menjadikanmu sebagai ibunya."

Aku memiliki perasaan campur aduk. Aku berterima kasih karena putraku dengan begitu mudahnya menerima kehadiranku.

Vinny tidak mengatakan apa-apa, hatinya seharusnya tidak bersedia, jadi betapa pun leganya aku, aku tidak meminta Denis segera memanggilku ibu.

Beberapa menit kemudian, Cindy dan aku meninggalkan rumah sakit bersama-sama dan pergi ke tempat kerja kami masing-masing.

Aku belum melihat Jasmine sepanjang hari, aku tidak tahu bagaimana dia sekarang, apakah dia terluka oleh kata-kata Candra? Aku sedikit khawatir, tapi aku tidak berani pergi ke kantornya untuk mengganggunya.

Ketika aku pergi keluar untuk menyelesaikan tugas, aku kebetulan melewati perusahaan desain Dean. Aku melihat tulisan "sewa" ditulis dengan kapur di depan pintu. Informasi kontak adalah nomor ponsel Dean.

Aku berhenti dan berpikir, mengapa Dean menyewakan tokonya? Mungkin karena dia tidak mendapatkan proyek. Tanpa bantuan Cindy, siapa yang akan memintanya untuk desain?

Namun dengan beberapa proyek besar yang diberikan Cindy, seharusnya dia tidak akan menutup tokonya secepat ini.

Seorang pria muda berjalan keluar dari toko di sebelahnya. Dia berdiri di luar sambil merokok. Melihatku berdiri di depan toko Dean dengan ekspresi penasaran, dia berkata, "Apakah kamu mau merenovasi rumah? Perusahaan ini telah tutup. Aku mendengar bos bernama Dean berselingkuh dengan karyawan di belakang pacarnya. Pacarnya marah dan mengambil kembali rumah dan mobil. Beberapa proyek yang pacarnya kenalkan, saat mereka mendengar dia putus dengan pacarnya, mereka juga menggunakan berbagai alasan untuk memutuskan kontrak dengannya."

Pria itu menunjuk ke toko Dean dengan matanya dan sebatang rokok di mulutnya, "Bahkan informasi sewa sudah ditempel."

Benar-benar pembalasan.

Aku menggelengkan kepalaku, untuk Dean yang buta, dia sendiri yang melepaskan pacarnya yang baik. Sekarang bahkan perusahaan yang bergantung pada pacarnya telah ditutup, ini adalah pembalasan.

Aku tidak memberi tahu Cindy tentang perusahaan Dean yang tutup dan menyewakan tokonya. Aku saya tidak ingin dia terganggu oleh Dean.

Aku buru-buru kembali ke Kewell. Aku mengambil dokumen dan mengetuk pintu kantor Jasmine untuk melaporkan pekerjaan. Aku mendorong pintu dan melihatnya duduk di kursi kantor dengan kepala dimiringkan, dia memegang dahinya di satu tangan dengan ekspresi depresi dan sedih.

"Bos."

Aku merasa sedikit tidak nyaman mengganggunya saat ini.

Banyak wanita kuat yang tidak suka terlihat rentan.

"Ada apa?"

Suara Jasmine terdengar acuh tak acuh, dengan sedikit lemah.

"Anda coba lihat dokumen ini."

Aku meletakkan barang-barang di tanganku di meja Jasmine, Jasmine meliriknya, "Taruh dulu saja."

"Baik."

Aku berbalik untuk pergi, tapi aku khawatir dengan kondisi Jasmine saat ini. Dia tidak terlihat tidak begitu sehat, "Apakah Anda ... baik-baik saja?" tanyaku dengan cemas dan berhenti.

Jasmine menggelengkan kepalanya, "Hanya pikiranku yang sedikit kacau, bukan masalah besar, kamu sibuk saja."

"Baik."

Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku berbalik dan meninggalkan kantor jasmine.

Sepuluh menit kemudian, Jasmine meninggalkan perusahaan ditemani oleh asistennya. Selama beberapa hari, aku tidak melihatnya lagi. Aku mendengar dia telah kembali ke Kanada.

Mungkin hatinya merasa sakit, dia perlu mencari tempat untuk mengobatinya dengan baik.

Setelah pulang kerja, saat aku hendak pergi ke rumah sakit, sebuah mobil berhenti di depan perusahaan, mobil yang akrab itu tidak lain adalah mobil Candra.

Aku mengerutkan kening padanya dan dia menurunkan jendela pengemudi.

Candra berkata, "Mari kita bicara tentang anak itu."

"Tidak ada yang perlu dibicarakan."

Aku berjalan pergi dan Candra berkata, "Demi keselamatan anak itu, aku harap kamu dapat menyerahkannya kepadaku untuk mengasuhnya. Karena mereka tidak akan berani melakukan sesuatu yang merugikan anak di bawah pengawasanku."

Aku berbalik, "Kata ibumu dia adalah anak haram? Apakah kamu yakin ingin mengasuh anak ini? Apakah kamu tidak takut ibumu dan istrimu akan membuang anak haram ke gunung untuk diberi makan serigala?"

Alis Candra berkedut, ada niat membunuh di matanya. Jari-jarinya di setir mengepal erat dan pembuluh darah muncul di punggung tangannya, "Aku akan melindunginya."

"Kamu tidak mengerti apa yang aku katakan, ya? Ibumu memanggilnya anak haram, kamu malah ingin membawa kembali anak haram itu. Apakah kamu yakin tidak akan mengecewakan ibumu?"

Ada ironi dalam kata-kataku.

Candra berkata dengan suara yang dalam, "Dia bukan anak haram, dia sangat mirip denganku ... saat kecil."

Berbicara sampai di sini, nada suaranya terdengar sedikit getir. Tidak tahu apa yang dia ingat dengan kata-kata "saat kecil" yang membuatnya terlihat sedikit aneh.

Aku menyunggingkan bibirku, mataku dipenuhi dengan ironi, "Memangnya kenapa? Menurutmu ibumu tidak bisa melihat dia mirip denganmu? Dia hanya tidak ingin anak ini memasuki pintu Keluarga Kurniawan. Candra, kamu ingin mengambil kembali anak itu, kamu lebih baik menyelesaikan masalah dengan ibumu dulu."

Aku mendengus dingin dan menjauh dari pandangan Candra.

Aku tidak tahu seperti apa ekspresi Candra, tapi aku dapat dengan jelas merasakan tekanan yang berat datang dari belakangku.

Untungnya, bus datang dan aku langsung naik bus.

Tubuh Denis pulih dengan kecepatan yang memuaskan, wajah kecilnya tampaknya sedikit berisi. Segera setelah aku tiba, dia membuka tangan kecilnya untuk memintaku menggendongnya. Vinny menyaksikan dari samping.

"Apakah hari ini dokter ada mengatakan sesuatu?"

Aku memeluk dan mencium pipi kecilnya.

Mata Vinny bersinar dan berkata, "Dokter berkata kalau harus keluar dari rumah sakit. Tidak masalah, pulang dan minum obat tepat waktu, jangan melanggar tindakan pencegahan ."

Benar saja, Vinny masih ingin Denis dipulangkan lebih awal.

"Aku setuju dengan kamu membawa anak itu pergi, tapi ke mana kamu pergi? Kamu harus tahu siapa Candra? Dia mungkin memiliki cara untuk menemukan keberadaanmu. Pria yang menabrak mobil dan melukai Denis, aku khawatir dia tidak akan menyerah begitu saja." Aku mengungkapkan kekhawatiranku dan ingin Vinny menghilangkan gagasan untuk pergi dengan paksa.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

Ketika Vinny mendengar ini, kegelisahan mendalam muncul di wajahnya.

"Beri aku waktu untuk memikirkannya."

Aku menggendong Denis dan mengerutkan kening. Beberapa hari ini, aku juga khawatir ke mana Denis akan pergi.

Di mana tempat berlindung untuknya, di mana tempat yang aman?