webnovel

##Bab 28 Mengancam

Aku berbalik dan bergegas pergi.

Begitu aku masuk ke lift, seseorang datang dari belakangku.

Aku mendongak, tiba-tiba aku mengembuskan napas dingin. Ternyata mereka adalah dua pria berwajah galak. Di belakang mereka, ada satu orang lagi masuk ke dalam lift.

Pria itu berusia sekitar tiga puluh tujuh atau delapan tahun dengan kepala botak, sepasang mata sipit dan garis-garis tajam di wajahnya. Dia mengenakan kemeja hitam dan celana jeans. Tubuhnya tinggi dan kekar, tapi sekujur tubuh dan wajahnya memancarkan aura membunuh.

Begitu dua pria berbaju hitam masuk, mereka secara otomatis berdiri di kedua sisi lift. Pada saat ini, di tengah lift hanya ada aku dan pria berkepala botak yang memiliki mata sipit. Pria itu terus menatapku.

Dia menatapku hingga sekujur tubuhku terasa menggigil kedinginan.

Perasaan ini seakan aku mungkin kapan saja akan celaka.

Lift turun dengan cepat, dengan cepat sampai di lantai dasar. Aku ingin segera menjauh dari orang-orang yang membuat bulu kudukku berdiri. Aku maju selangkah dan berjalan keluar.

Saat aku berjalan keluar, pria berkepala botak itu mengedipkan mata pada pria berbaju hitam di sebelah kiri. Saat aku berjalan keluar dari lift, pria berbaju hitam itu mengimpit tubuhku, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di perutku. Aku menundukkan kepala. Pakaian di perut dipotong hingga terkoyak dengan panjang lebih dari sepuluh sentimeter.

Saat itu musim panas, aku hanya mengenakan gaun katun tipis dan gaun ini adalah model ketat, bagian pinggang dan perutnya sangat pas, hampir tidak ada bahan berlebih sedikit pun.

Bagian gaun terkoyak tanpa alasan ini jelas dihasilkan oleh pisau. Setelah melihat lubang itu, aku menundukkan kepalaku dan menghirup udara dingin.

Kecepatan pisau ini sangat cepat dan tekniknya sangat tepat. Jelas, ini merupakan tugas yang sangat mudah untuk mereka mengambil nyawaku. Jika orang itu ingin aku mati, asalkan pisau itu lebih dalam sedikit, mungkin aku sudah tersungkur berdarah di lantai.

"Gadis, kelak berhati-hatilah."

Saat pria berkepala botak berjalan dari sisiku, suaranya yang rendah memancarkan kejantanan yang kuat, tapi suara itu membuat hati seseorang gemetar.

Aku menatap sepasang mata sipit itu, aku melihat niat membunuh yang jelas di dalamnya.

Siapa orang ini?

Apa hubungan pria ini dengan Stella?

Tepat ketika aku masih merasa bingung dan seluruh tubuhku merinding, pria berkepala botak dan dua pria berpakaian hitam sudah pergi.

Dalam pandanganku yang linglung, pintu lift dari sisi berlawanan terbuka. Seseorang menggunakan setelan hitam bergegas keluar dari lift.

Orang itu adalah Candra.

Dia tiba-tiba melihatku berdiri di seberang, sepasang mata jernih terlihat cemas sambil melirik untuk memeriksa tubuhku dengan cepat.

Saat dia melihat gaunku yang robek di bagian perut, wajahnya tiba-tiba sedikit pucat, mungkin karena dia tidak melihat darah di tubuhku. Aku juga berdiri di depannya dengan kondisi sehat, ekspresinya tampak lebih tenang.

"Kelak berhati-hatilah. Kalau terjadi sesuatu, jangan salahkan aku tidak mengingatkanmu."

Setelah Candra selesai berbicara, dia berbalik dan melangkah ke lift lagi. Pintu lift perlahan menutup dengan dia yang membelakangiku. Dia kembali ke lantai atas.

Aku berpikir dengan ekspresi kebingungan, mungkin pria berkepala botak itu adalah teman Candra dan Stella! Namun, apa maksud dari ucapan Candra?

Apakah dia mengkhawatirkanku?

Aku ingat dengan jelas ekspresi lega yang dia rasakan ketika melihatku.

Aku tidak tahu. Pakaian di tubuhku sudah tidak bisa dipakai lagi. Jadi aku langsung naik bus untuk kembali ke apartemen. Sepuluh menit kemudian, aku berganti pakaian dan keluar lagi.

Sekali lagi, aku datang ke supermarket di rumah baru Cindy dan Dean. Saat itu, aku bertemu anakku di sini. Aku berkeliaran di toko itu sendirian dengan harapan samar di hatiku.

Waktu berlalu menit demi menit, orang-orang datang dan pergi di supermarket, tidak ada bayangan ibu dan anak. Aku mulai berdoa dalam hati, memohon kepada Tuhan untuk membiarkanku bertemu dengan anak itu lagi.

Namun lebih dari dua jam kemudian, ada begitu banyak anak di supermarket yang dibawa berjalan-jalan oleh orang tuanya, tetapi tidak satu pun dari mereka adalah putraku yang malang.

Aku keluar dari supermarket dengan putus asa. Aku berdiri sendirian di tangga tinggi di luar supermarket, hatiku merasa sangat sedih.

Nak, Ibu menyesal. Seharusnya Ibu tidak boleh memberikanmu pada orang lain. Bisakah kamu mendengar suara hati Ibu?

"Ibu ...."

Aku terkejut tiba-tiba.

"Ibu ... Ibu .... "

Ya, itu adalah tangisan seorang anak kecil, aku melihat sekeliling dalam sekejap. Aku melihat seorang anak kecil di sudut jalan yang tidak jauh dariku. Dia menangis keras dengan mulut terbuka.

Rambut anak laki-laki itu terlihat acak-acakan, seperti sudah lama tidak dicukur, warna pakaian yang dikenakan juga telah luntur. Ketika aku melihat dengan penuh semangat, anak itu juga berbalik, wajah kecil itu penuh air mata. Sepasang mata besar di bawah cahaya malam samar-samar mirip dengan seseorang.

Anakku!

Pada saat itu, hatiku benar-benar bahagia. Aku bahkan lupa berpikir kenapa anak ini berdiri di sudut jalan sendirian dan tidak berdaya di malam yang gelap ini? Di mana orang tua yang mengadopsinya? Kenapa anak ini terlihat sangat menyedihkan?

Aku berlari ke arah anak itu. Nak, jangan menangis, Ibu ada di sini.

Bang!

Aku menabrak mobil yang baru saja keluar dari tempat parkir bawah tanah dan tubuhku terguling. Rasa sakit itu membuatku tidak bisa bangun.

Mobil berhenti dengan cepat. Pengemudi datang dengan tergesa-gesa, "Hei, kenapa kamu berlari? Ini pintu keluar tempat parkir, kamu tidak bisa melihat ...."

Suara pria itu tiba-tiba berhenti. Dia berteriak kaget, "Kamu?"

Aku sedang memikirkan anakku. Aku sama sekali tidak punya waktu untuk memedulikan orang ini. Aku tidak peduli dengan kondisiku sekarang. Aku hanya ingin bangun dan menggendong anakku.

Aku berjuang untuk berdiri, "Anakku, anakku ...."

Namun, di depan mataku sudah tidak ada sosok anakku lagi. Di hadapanku orang-orang berlalu lalang dan lintas yang padat, anak itu sudah tidak ada di sana lagi.

"Anak apa? Kamu terluka, aku akan membawamu ke rumah sakit!"

Gabriel melangkah maju dengan mendominasi. Dia menggunakan lengannya untuk merangkul bahuku dan membantuku masuk ke mobilnya. Saat aku masuk ke mobil, aku menyadari bahwa pria ini adalah teman baik Candra, Gabriel.

"Aku mau turun mobil, lepaskan!"

Aku meronta dengan kuat.

Gabriel tidak tahu apa yang ingin aku lakukan, dia terlihat sangat kesal, "Kamu terluka, kamu harus pergi ke rumah sakit sekarang!"

"Tidak, aku mau mencari anakku!"

Sekujur tubuhku terasa sakit. Sikuku yang terluka di rumah sakit sekarang kembali cedera dengan darah yang terus mengalir keluar. Telapak tanganku seakan terbakar, lututku juga terluka parah dan daguku terasa sangat perih, daguku juga terluka.

"Anak apa? Kamu tidak punya anak!" Gabriel sedikit marah. Dia mungkin tidak tahu bahwa aku telah melahirkan seorang putra untuk Candra di penjara.

Candra sama sekali tidak menginginkan anak itu, jadi dia tidak memberi tahu siapa pun!

"Jangan membuat masalah, aku akan membawamu ke rumah sakit!"

Gabriel membanting pintu hingga tertutup, lalu dengan cepat melangkah ke kursi pengemudi. Dia menyalakan mobil dan mengendarai mobil dengan cepat ke rumah sakit.

Ketika aku sampai di rumah sakit, Gabriel memapahku keluar dari mobil dan membawaku ke ruang gawat darurat. Aku duduk di kursi di ruang gawat darurat. Cahaya terang membuat Gabriel melihat lukaku dengan jelas. Dia tersentak kaget, "Lukamu sangat parah."