webnovel

KEI

deLluvia · 若者
レビュー数が足りません
19 Chs

HAPPY BORNDAY

Happy Birthday to you ...

Happy Birthday to you ...

Happy Birthday, Happy Birthday

Happy Birthday to you ...

Nyanyian selamat ulang tahun berkumandang begitu keras saat aku sampai di kelas, sebuah pesta kecil untuk hari lahir ku.

Disa memegang sebuah cupcake kecil dengan lilin berbentuk angka 17. "Tiup lilinnya, Kei." ucapnya.

Aku berdoa sebelum akhirnya meniup lilin ulang tahun ku, yang lain bergantian mengucapkan selamat.

"Bisa kali istirahat kita makan-makan." Anjas mengompori dengan sangat antusias. Segera setelahnya semua memasang wajah super mupeng.

"Gampang," jawab ku santai.

Riuh pikuk meramaikan kelas 11 IPA 1 pagi ini. Aku duduk di kursi ku, melihat meja di depan ku yang masih kosong. Tyo belum datang.

"Dapet kado apa dari bokap nyokap?" tanya Disa pada ku.

"Nyokap ngasih tas, kalo bokap belum ngasih apa-apa." jelas ku.

Bell masuk pun berbunyi, pelajaran hari ini segera dimulai. Pandangan ku tak lepas dari ponsel di tangan ku yang sedari tadi terus menghubungi Tyo, tapi tak kunjung dia angkat.

Ku lirik jam tangan tangan ku yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, sepertinya Tyo benar-benar tidak masuk hari ini. Aku memilih untuk memesan makanan untuk traktiran anak-anak, dan mencoba lagi nanti.

"Kei, kenapa?" tanya Disa pada ku.

"Kenapa apanya?" aku bertanya balik.

"Nanti aja deh," jawab Disa, tidak jadi karena kelas masih berlangsung.

Pesanan ku sampai sedikit lebih awal dari bell istirahat, untung saja Suripto memberi izin untuk istirahat lebih awal, yah walaupun hanya lima belas menit.

Dengan cekatan yang lain segera mengambil makanan mereka masing-masing, porsi lebih untuk Tyo ku berikan pada Suripto, semacam sogokan, eh, ucapan terima kasih maksudnya.

"Kei, dari tadi gue liat lo natap handphone mulu bolak-balik gak berhenti-berhenti. Ada apaan sih?" tanya Disa melanjutkan pertanyaannya yang tadi.

"Gapapa, tadi itu... mesen makanan kan." jawab ku.

"Mesen makanan sampai segitu lamanya? Gak percaya gue, pasti Tyo kan?"

Aku menghela nafas panjang lalu mulai bercerita pada Disa tentang semua yang terjadi diantara aku dan Tyo.

"Coba aja lo kerumahnya, kan deket." saran Disa.

"Gue gatau alamatnya." sesal ku.

"Yaudah, paling besok juga udah masuk anaknya." Disa mencoba menenangkan aku.

Setiap harinya aku selalu takut, takut akan sisi dingin yang Tyo miliki. Perasaannya selalu berubah-ubah membuat ku selalu ragu, kadang dia begitu hangat dan perhatian tapi suatu waktu dia berubah 180° menjadi sangat dingin.

Ku masukan buku pelajaran ku kedalam tas, beberapa kado yang tak muat di dalam tas terpaksa aku pegang.

"Balik bareng gue ya?" tanya seseorang pada ku, aku mengangkat kepala ku untuk melihat siapa dia.

"Ngapain di sini?" pertanyaan itu terlontar dari mulut ku saat mengetahui siapa dia.

"Jemput." jawabnya, dia segera mengambil tas ku lalu berjalan keluar.

What?

"Ett dah, di jemput niyee..." ledek Bastian, dia memukul meja beberapa kali.

Aku masih mematung di tempat duduk ku, terkejut.

"Udah sana buru," ucap Disa sedikit mendorong ku berdiri.

Aku segera keluar kelas dan menemukan dia menunggu ku di sana. Kami berdua berjalan bersama, awkward banget. Aku bingung harus mengajaknya bicara duluan atau tidak, masih bingung mengartikan kejadian kemarin itu udah baikan atau belum.

Tanpa ku sadari, ternyata kami sudah sampai di parkiran. "Motor lo kemana?" tanya ku akhirnya karena tidak menemukan motornya melainkan sedan putih tadi malam.

"Rusak." jawabnya sambil memasukan kado-kado di tangan ku ke jok belakang.

Setelahnya dia berjalan ke bangku kemudi, namun tiba-tiba kembali lagi ke tempat ku saat aku sudah mau masuk ke mobilnya, dia berjalan kikuk lalu memegang pintu mobil.

Demi apapun, aku tidak bisa menahan tawa ku karena sikap aneh Tyo. Setelah aku duduk di dalam mobil, Tyo juga segera masuk dan tawa ku belum juga usai.

"Ini tasnya mau dipegang atau ditaruh di belakang?"

Aku tak bisa menjawab pertanyaannya karena tawa ku yang tak mau berhenti. Dia dengan pasrah menyalakan mesin mobil dan segera keluar dari area sekolah.

"Udah puas?" tanyanya saat tawa ku mereda.

"Ceritanya tadi mau ngapain?" tanya ku dengan suara sedikit bergetar karena sisa tawa.

"Manner." jawabnya. Aku hanya mengangguk-angguk mengerti.

"Terus tadi kenapa gak masuk sekolah?" tanya ku, sambil diam-diam menatapnya.

"Kesiangan." dia menggaruk belakang kepalanya.

"Emang gak ada yang bangunin?" ku lihat tangannya masih terbalut perban.

"Gue gak kaya lo yang masih dibangunin." jawabnya, sukses membuat ku termanyun kesal.

"Iya, iya, aku mah apa atuh."

"Gak langsung pulang gapapa kan?" tanyanya.

"Gak bakal boleh sama Mamih." jawab ku sengaja.

"Nanti gue yang ngomong." mobilnya melaju makin cepat.

Kami sampai di sebuah taman yang lumayan ramai oleh orang-orang. Beberapa jajanan kaki lima berbaris di sepanjang trotoar.

"Ngapain ke sini?" tanya ku saat mobil sudah menepi di pinggir taman.

"Tunggu bentar, gausah ikut turun." ucapnya lalu keluar, dia membuka bagasi dan mengeluarkan sesuatu.

Tyo membuka pintu mobil tempat aku duduk, membiarkannya terbuka lebar. Aku memutar tubuh ku menghadapnya yang duduk di luar dengan kursi lipat dan sebuah gitar di tangan. Oh Tuhan! Benarkah ini dia?

I found a love for me

Darling just dive right in and follow my lead

Well I found a girl beautiful and sweet

I never knew you were the someone waiting for me

'Cause we were just kids when we fell in love

Not knowing what it was

I will not give you up this time

But darling, just kiss me slow, your heart is all I own

And in your eyes you're holding mine

Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

When you said you looked a mess, I whispered underneath my breath

But you heard it, darling, you look perfect tonight

Well I found a woman, stronger than anyone I know

She shares my dreams, I hope that someday I'll share her home

I found a love, to carry more than just my secrets

To carry love, to carry children of our own

We are still kids, but we're so in love

Fighting against all odds

I know we'll be alright this time

Darling, just hold my hand

Be my girl, I'll be your man

I see my future in your eyes

Baby, I'm dancing in the dark, with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

When I saw you in that dress, looking so beautiful

I don't deserve this, darling, you look perfect tonight

Baby, I'm dancing in the dark, with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

I have faith in what I see

Now I know I have met an angel in person

And she looks perfect

I don't deserve this

You look perfect tonight

Kaki ku begitu lemas, benarkah dia menyanyikan lagu itu untuk ku. Ku rekam baik-baik di ingatan ku, dirinya yang duduk di sana dengan sebuah gitar sambil menatap ku.

Aku segera mengeluarkan ponsel ku, membuka fitur kamera. "Sekali lagi dong, reffnya aja." aku memohon, "Please..." tambah ku. Dia mengangkat kembali gitarnya lalu mulai menyanyikan kembali bagian reffnya.

We are still kids, but we're so in love

Fighting against all odds

I know we'll be alright this time

Darling, just hold my hand

Be my girl, I'll be your man

I see my future in your eyes

Baby, I'm dancing in the dark, with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

When I saw you in that dress, looking so beautiful

I don't deserve this, darling, you look perfect tonight

Dia menggaruk belakang kepalanya kemudian mendekat pada ku, "Happy Birthday, Cassandra." ucapnya, dan sebuah kecupan singkat mendarat sempurna di pipi ku. Aku benar-benar meninggal.

Dia mendekatkan kursi lipatnya, menaruhnya tepat di hadapan ku lalu duduk di atasnya. Kini aku bisa dengan jelas menatap wajahnya.

Tyo mengambil sesuatu dari tas gitarnya, sebuah kotak biru muda dengan pita putih. "Kado lo," ucapnya.

"Makasih," ku ambil kotak itu dari tangannya, ukurannya sedikit lebih besar dari kotak cincin. "Boleh dibuka sekarang?" aku meminta izin.

"Jangan," ucapnya lalu segera berdiri dan mengangkat kursi dan gitarnya, memasukannya kembali ke bagasi.

Kami berdua kembali pulang sore itu, matahari perlahan tenggelam saat di perjalanan. Terpapar senja yang begitu indah di hadapan kami, aku bersyukur berkali-kali pada Tuhan untuk semua yang telah Dia berikan pada ku selama 17 tahun ini.

Untuk opa dan oma yang merawat ku saat aku kecil, Mamih dan Papih yang sudah menjadi orang tua paling sempurna, Theo yang selalu ada untuk ku, teman-teman ku di sekolah, dan semua orang di sekeliling ku yang selalu menjaga ku.

Hampir pukul tujuh malam saat aku dan Tyo sampai di rumah ku, ku lihat beberapa mobil terparkir di sana. Ramai sekali.

"Ada acara di rumah?" tanya Tyo yang juga memperhatikan keramaian di rumah ku.

"Mungkin, gatau juga." jawab ku, lalu segera turun dari mobil. Tyo ikut turun membawakan kado-kado ku. "Temenin ya," pinta ku pada Tyo, aku menarik ujung bawah kaos hitamnya.

Dia hanya mengangguk pelan lalu berjalan masuk di samping ku. Orang-orang di dalam berpakaian sangat rapih, kontras sekali dengan ku dan Tyo.

"Eh udah pulang akhirnya." Mamih muncul dari balik orang-orang tersebut dan langsung memeluk ku erat.

"Malem, tante." ucap Tyo lalu mencium tangan Mamih.

"Mamih bikin acara?" tanya ku.

"Perayaan ulang tahun kamu, kan." Mamih menjelaskan. "Ini semua temen-temen kerja Mamih sama Papih semua." tambah Mamih.

Aku mengambil kado-kado ku dari Tyo, "Tyo pulang aja gapapa." ucap ku padanya.

"Jangan, ada Ayah sama Ibu kamu di dalam. Ikut gabung aja." Mamih menawarkan.

"Gapapa tante, aku pulang aja." pamit Tyo pada Mamih. Lalu berjalan keluar.

Aku masuk bersama Mamih, dengan baju seragam ku yang sedikit berantakan ini, aku menyapa tamu-tamu yang datang. Ku hampiri Papih dan om Raharjo yang sedang mengobrol dekat kolam renang.

"Papih..." panggil ku pada Papih lalu langsung memeluknya.

"Yang ulang tahun udah pulang ternyata," ucap Papih lalu membalas pelukan ku.

Kemudian aku mencium tangan calon mertua ku, "Om," ditambah senyum.

"Dari mana jam segini baru pulang?" tanya Papih kemudian.

"Abis nonton konser tadi, tapi bukan konser penyanyi beneran!" cerita ku, antusias.

"Gimana maksudnya, Papih bingung." ucap Papih.

"Nanti deh aku ceritain yang lengkap ke Papih." jawab ku. Papih dan om Raharjo hanya tertawa pelan.

Aku meninggalkan mereka supaya bisa melanjutkan percakapan bisnis rumah-rumahan itu. Ku bawa kado-kado ku ke atas, lalu meletakkannya di kasur sebelum masuk kamar mandi. Aku harus seger kembali turun untuk meniup lilin.