webnovel

KEI

deLluvia · 若者
レビュー数が足りません
19 Chs

GIFT

Aku bersembunyi di luar, menghindari orang-orang sibuk di dalam. Tak sengaja aku bertemu dengan om Raharjo di luar, "Loh kok ini yang punya acara malah di luar?" tanyanya.

"Pusing om di dalem, pada ngomongin yang aku gak ngerti semua." jelas ku mencurahkan isi hati.

Om Raharjo tertawa renyah mendengar jawaban ku, "Nanti kalau sudah besar kamu juga kaya mereka yang di dalem."

Kami berdua tertawa setelahnya.

"Gimana sekolah kamu?" tanya om Raharjo lagi.

"Baik kok om, aku sekelas loh sama Tyo." jawab ku.

"Oh gitu, gimana dia di sekolah?" om Raharjo ingin tahu.

"Gitu deh om, orangnya pendiem banget, kadang suka aku panggil balok es. Untung aja ganteng, jadinya gapapa deh." ku lihat wajah om Raharjo yang tertarik dengan cerita ku, "Terus ya om, kan Tyo diem mulu kan ya, susah diajak ngobrol, jadinya aku kalo ngobrol tulis-tulisan di kertas om, astaga." lanjut ku bercerita.

Om Raharjo kembali tertawa, "Emang begitu dia, udah dari dulu." ungkapnya. "Kayanya om sudah harus pulang, sudah malam sekali."

"Aku panggil Papih dulu ya om," ucap ku bergegas mencari Papih namun dicegah oleh om Raharjo.

"Gausah, om langsung pulang saja." ucapnya, aku lalu mencium tangan calon mertua ku ini. "Kadonya nanti om titip sama Papih kamu ya." ucapnya terakhir, lalu benar-benar pergi.

Aku kegirangan dalam hati karena sudah sukses melakukan pendekatan tahap satu dengan calon mertua. Aku segera ke kamar untuk melihat kado dari Tyo tadi sore, kira-kira apa ya isinya.

Aku memegang kotak biru itu dengan gugup, perlahan-lahan membuka penutupnya dan memperlihatkan isinya. Senyum di wajah ku seketika mengembang, hadiahnya membuat ku benar-benar kehabisan kata.

Ku bawa kotak itu ke kaca teras, menempelkan setiap lembar sticky notes yang ada di dalamnya. Semua percakapan kami berdua dia simpan selama ini, sungguh tak ku sangka. Kenangan bersamanya terputar saat aku membaca kembali setiap tulisan di sana.

Totalnya ada 30 lembar sticky notes, aku begitu terkejut saat membaca beberapa lembar terakhir, lembar yang bertuliskan 'aku sayang kamu' dengan tinta merah jambu. Kau tahu? Aku seperti mendengar suara kembang api yang begitu keras dan banyak.

Aku segera mengambil ponsel ku dan membuat sebuah panggilan lalu turun ke bawah. Masih banyak tamu ternyata, tidak butuh waktu lama untuk tersambung.

"Hallo," ucapnya di sebrang sana.

"Tyo," sungguh, aku tak tahu harus bicara apa. Aku berlari menuju gerbang depan, sedikit ragu menemuinya atau tidak.

"Iya, kenapa?" dia bertanya,

"Em... Bisa ketemu gak sekarang?" tanya ku memberanikan diri. Aku menelusuri jalanan kompleks, menuju blok b.

"Di mana?" tanyanya, aku bisa mendengar suara pintu terbanting.

"Di..." aku bingung, "Ini lagi jalan ke rumah Tyo sih," aku melihat ke sekeliling, benarkah ini blok b.

"Ha?" nada bicaranya meninggi. "Diem disitu, jangan kemana-mana," pintanya.

"Tapi ini kayanya udah di blok b deh, cat rumahnya warna apa?" tanya ku lagi, ku genggam dengan erat kotak biru di tangan ku.

"Jangan kemana-mana, tunggu aku, ya?" pintanya sekali lagi, nafasnya terdengar tidak beraturan.

"Iya," jawab ku akhirnya, setelah itu sambungannya terputus.

Aku memutuskan untuk duduk di pinggir trotoar jalan, ku putar video yang tadi sore ku rekam. Layar ponsel ku menunjukan wajahnya yang sedang bernyanyi untuk ku, tanpa ku sadari senyum ku mengembang saat mendengar suaranya.

Tak lama aku mendengar suara langkah kaki yang bergerak begitu cepat, dan seketika bayangan seseorang berdiri di hadapan ku muncul. Aku bangkit dan menatap si pemilik bayangan, nafasnya tidak teratur, wajahnya terlihat begitu khawatir.

"Ini hampir tengah malam, kan bisa suruh aku ke sana, gak perlu kamu keluar malem-malem." ucapnya begitu terengah-engah, seperti habis marathon.

"Kamu..." ucap ku dengan nada bertanya, sepertinya dia tidak menyadari telah memanggil ku dengan sebutan 'kamu'.

"Lo, maksudnya, sorry udah kebiasaan." jawabnya tergagap, tatapannya tidak fokus pada ku. "Kenapa?"

"Nih," ucap ku seraya memberikan kotak biru di tangan ku.

Dia sedikit ragu saat mengambilnya dari tangan ku "Kenapa?" tanyanya lagi.

Aku tidak langsung merespon ucapannya, hanya menatap lurus ke mata itu, "buka," pinta ku.

Dia menuruti mau ku, membuka kotak biru itu. Saat melihat isinya, dia menghela nafas panjang. Wajahnya tertunduk, aku mengambil satu langkah mendekatinya, dia begitu tinggi sampai aku harus sedikit mengangkat kepala ku untuk melihat wajahnya.

Ku lingkarkan tangan ku di lehernya, memeluknya begitu erat. "Aku juga sayang sama Tyo." ucap ku. Saat itu juga, dia melepaskan pelukan ku.

"Terus kenapa gelangnya dibalikin?" tanyanya bingung.

"Mau minta dipakein," jelas ku, sungguh aku tak bisa menahan tawa ku. Dia juga tertawa, merasa dibodohi oleh ku.

Aku mengulurkan tangan kanan ku, memintanya untuk segera memakaikan gelang pemberiannya. Bentuknya sangat cantik, ada sebuah lengkungan membentuk senyuman di bagian depan dan setangkai tulip menggantung dekat dengan pengaitnya.

"Makasih," ucap ku setelah gelang itu terpasang sempurna. Aku menatapnya, senyumnya kali ini dia berikan untuk ku. "Mau dipeluk lagi gak?" tanya ku sambil merentangkan tangan ku lebar-lebar.

Dia mengabaikan ku dan berjalan pergi, "Mau dianterin pulang gak?" ucapnya.

Aku terdiam di tempat ku, menatapnya yang berjalan menjauh. Ku tatap lagi gelang di tangan ku, ini memang hadiah darinya, tapi bagi ku dialah hadiah itu.

"Cassandra," panggilnya, tangannya terulur pada ku. Aku berlari meraih tangan itu.