webnovel

Debaran jantung

Setelah melewati lorong lantai atas kini Bora sudah berada di dalam ruangan nya, Bora bergerak menyimpan tumpukan kertas ke atas meja kantor. Memutar badan mencari stempel yang letak nya di laci atas meja. Menarik kenop laci meja.

Sraak....

laci meja terbuka yang di dalam berisi beberapa sampel dan juga wadah tinta , di sisi kiri pojok ada tumpukan materai yang berbagai macam jenis harga ada di situ. Bora mengambil stempel nama , wadah tinta dan satu sobekan kecil materai tempel Rp 10000 yang berwarna merah.

Ctak...

Suara tekanan yang berasal dari stempel nama yang di bawah nya sudah di lapisi oleh tinta. Terakhir di tempelkan materai tempel. Di rasa sudah beres semua baru lah ia memasukan tumpukan kertas yang berisi sepuluh lembar di dalam stop map agar tidak kotor dan di lihat oleh orang lain.

Lagi lagi Bora melangkah kan kaki nya ke ruangan CEO yang letak nya paling ujung dari lorong lantai ini. Bora beberapa kali menghela nafas sebelum tangan nya memegang kenop pintu.

Sebelum masuk ke ruangan CEO Bora sudah meminta mengantongi ijin dari sekretaris cadangan yang letak meja kerja nya tepat di depan pintu CEO, di sana ada satu meja besar dan satu kursi kerja yang dihuni oleh satu orang yang kelihatan nya masih sibuk dengan kerjaan nya.

Tok...

Tok...

" Masuk " suara dari dalam ruangan.

Bora menarik pintu masuk ke dalam , kemudian menutup nya kembali. Bora berjalan perlahan mengarah meja CEO yang mana sang empu ada di situ dan sedang sibuk dengan dokumen yang ada di depan nya. CEO itu masih menundukkan kepalanya sembari menulis dan membaca satu map yang isi nya dokumen.

" Ini pak dokumen yang bapak inginkan sudah jadi tinggal tanda tangan saja " menyimpan satu map di atas meja. Kaki kiri perlahan melangkah mundur di ikuti dengan kaki kanan hingga menjauh dari meja lima langkah.

" Hmm.." tangan Akara meraih map yang baru di letakan oleh Bora tanpa memandang orang yang ada di hadapan nya.

Akara meneliti satu persatu mulai dari halaman pertama hingga halaman terakhir dan langung di bumbui dengan tanda tangan nya, tanpa melihat ke arah Bora.

" Lampirkan dengan fotocopy nya setelah itu di jilid seperti biasa nya " ujar Akara dengan suara berat nya.

Bora hendak mengambil map nya namun jari tangan Bora tak sengaja bersentuhan dengan tangan Akara. Sontak Akara mendongakkan kepala nya hingga wajah Bora dan wajah Akara saling bertemu.

" Maaf kan saya pak " ujar Bora sembari membungkukkan badan hormat setelah berhasil membawa kembali map yang tadi Bora serahkan.

Bora berhasil keluar dari ruangan Akara dengan nafas yang memburu disertai dengan detak jantung yang berdetak tidak karuan.

Di sisi lain di dalam ruangan Akara tengah menatap kosong pintu yang baru saja di lewati oleh Bora, saat tangan nya tak sengaja di sentuh jari Bora ada getaran yang entah dari mana asal nya membuat Akara ngefreeze. Beberapa menit kemudian kesadaran Akara kembali normal, tangan kiri ia gunakan untuk menutupi separuh wajah nya.

" Kenapa jantung ku berdetak begini apa gara gara salah makan kemarin, habis dari sini langsung menemui Leon agar di periksa keadaan jantung ku " batin Akara sambil memegangi kepala nya.

Daripada mikirin yang tak pasti Akara memutuskan mengistirahatkan tubuh nya di bilik kamar yang ia gunakan untuk tidur di kantor bila diri nya mendapatkan tugas sampai larut malam. Akara mendesain sendiri kamar pribadi nya yang tak jauh dari meja kerja. Di dalam kamar juga terdapat kamar mandi kalau sewaktu waktu ia ingin mandi di situ.

Akara merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur yang super nyaman, kedua tangan nya jadikan bantalan untuk kepala nya, ia menengadah menatap langit langit seolah olah sedang berfikir sesuatu. Hingga lama kelamaan kedua iris mata nya menutup secara perlahan menjemput mimpi indah nya yang sedari lama menunggu kehadiran Akara. dengkuran halus keluar dari mulut seksi nya.

Kring.....

Kring....

Bunyi telpon kantor yang sengaja ia taruh di atas nakas sebelah tempat tidur nya , kalau sewaktu waktu ada telpon masuk ia bisa kedengaran, soal nya tempat tidur pribadi di lengkapi dengan alat peredam suara jadi suara dari luar tidak kedengaran dari dalam begitu juga sebaliknya. Maka Akara mempunyai ide menaruh telpon kantor di dalam kamar maupun di meja kerja.

Tangan Akara meraba raba mencari ganggang telpon seluler dengan mata sedikit terbuka.

" Halo? " posisi Akara masih rebahan di atas kasur dengan kondisi badan bagian atas tidak memakai apapun hanya di tutupi dengan selimut tebal.

" Ok saya segera keluar " Akara menutup telpon seraya menyibakkan selimut tebal nya agar Akara bisa turun dari tempat tidur.

" Jam berapa sekarang " gumam Akara sembari meregangkan otot tubuh nya di tepi kasur, Akara mengambil arloji yang ia simpan di atas nakas. Kemudian mengambil kemeja kerja yang di gantungkan di gantungan baju. Sebelum keluar dari kamar Akara menyempatkan merapikan baju nya dan juga tatanan rambut agar terlihat rapi.

" Ada apa kau datang kemari? " tanya Akara setelah menutup pintu kamar nya kembali.

" Bukan nya hari ini tuan ada janji dengan seseorang? " tanya balik asisten Aldi.

Akara menepuk jidat nya sendiri setelah mengigat bahwa diri nya ada janji dengan seseorang di restoran.

" Sekarang jam berapa " bersiap siap untuk pergi .

" Sekitar jam tiga sore tuan masih ada waktu, mau berangkat sekarang atau nanti? " tawar Aldi.

" Berangkat sekarang " imbuh Akara sembari melangkahkan kaki terlebih dahulu meninggalkan Aldi yang masih diam di belakang.

Akara tipe orang yang tepat waktu dalam segala urusan bahkan menghadiri rapat resmi atau ada janji di luar jam kerja. Namun kali ini diri nya sedikit terlambat kalau tidak di ingatkan oleh Aldi , entahlah di pikiran Akara saat ini apa. Hanya Akara yang mengetahui.

Akara dan Aldi berjalan tegap dan jalan nya sedikit lari agar sampai di tempat parkiran. Akara dan Aldi memilih menggunakan jalan ekslusif hanya Akara dan Aldi yang mengetahui ada jalan pintas menuju parkiran mobil tanpa harus berjalan jauh.

*

" Cepat segera jalankan mobil ini saya tidak mau orang lain menunggu lama di sana " celetuk Akara di saat sudah di dalam mobil.

" Baik tuan " sahut Aldi yang duduk nya di depan bagian pengemudi.

Mobil Akara melesat membelah jalan raya yang kondisi ramai lancar karna jam pulang kantor belum tiba jadi Aldi bisa menaikan gas mobil agar cepat sampai di tujuan.

Di balik spion tengah Aldi sempat melirik tuan nya yang sedang gelisah dan kadang kadang tersenyum sendiri. Aldi yang tau tau menahu tuan nya memutuskan fokus ke depan.

Akara melamun menatap jalan raya tapi jantung nya tiba tiba merasakan gelisah setelah itu ia merasakan rindu dengan seseorang tapi ia tak tau rindu kepada siapa dan juga Akara sedikit menarik ujung bibir nya sambil memandang tangan nya.

Bersambung...