Seorang lelaki lebih dari setengah baya, berdiri termenung di balik jendela ruang kerjanya. Melihat gemerlap lampu yang ada di ibukota. Di sinilah dia seorang diri tanpa anak laki-laki kesayangannya. Anak yang begitu menaruh dendam padanya hingga tak mau mengakuinya lagi sebagai Ayah.
Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali diam sambil terus memantau dari tangan kanannya.
"Apa yang terjadi dengan anak itu?" tanya Lelaki setengah baya itu.
"Tuan besar, Tuan Muda Astha telah menghilangkan nyawa seseorang. Dia sekarang sedang sembunyi dari kejaran pihak berwajib." ya lelaki itu adalah Ayah dari Adhyastha Prasaja.
"Bagaimana dia bisa seceroboh itu?"
"Tuan Muda sepertinya tidak sengaja memukul kepala Andrew dengan botol. Tidak ada yang tahu kejadian persisnya seperti apa Tuan. Apa benar Tuan Astha yang membunuh Andrew atau bukan." ucap pemuda yang menjadi orang kepercayaan ayahnya Astha.
"Coba cari informasi tentang ini. Aku khawatir itu bukan karena ulahnya. Tapi ada orang lain yang memanfaatkan keadaan. Kamu tahu kan aku punya banyak musuh. Dan salah satunya adalah yang merusak hubunganku dengan Astha. Anak laki-laki yang harusnya ada di sampingku untuk mendukungku. Bukannya memusuhi sampai ingin membunuhku." ucap Lelaki itu dengan pandangan menarawang jauh ke luar jendela.
"Baik Tuan saya akan berusaha untuk menggali informasi tentang ini."
"Tolong jaga putraku. Dia adalah korban kepentingan. Tapi biarlah nanti dia tahu yang sebenarnya dengan sendirinya. Percuma jika dia tahu dari mulutku. Dia tidak akan percaya. Apa laki-laki tua itu masih sering menemui Astha?"
"Tidak, Tuan. Seingat saya hanya sekali waktu itu saja. Setelah itu tidak pernah datang lagi."
"Ya sudah kalau begitu. Bagaimana hubungan Astha dengan gadis itu?"
"Semakin dekat Tuan. Saya lihat sekarang gadis itu tinggal di paviliun Tuan Muda. Entah sejauh mana hubungan mereka."
"Hahahaha... oh ya? semoga aku cepat dapat cucu setelah ini."
"Tapi mereka belum menikah, Tuan."
"Tidak masalah." Lelaki itu tertawa renyah sambil membayangkan jika dia kelak bisa menggendong cucu dari anaknya. Meski tidak akan semudah itu.
"Kenapa Tuan memilih gadis itu?"
"Karena aku tahu dia gadis yang tidak biasa."
"Apa ada yang mau Tuan tanyakan lagi?"
"Tidak, kembalilah ke rumah Astha dan laporkan padaku perkembangan kasusnya. Aku akan mengurus semuanya. Biarkan dia berbulan madu dengan gadis itu. Hahahaha.." lelaki itu kemudian duduk dengan menyilangkan kaki dan menikmati cerutunya. Sedangkan pemuda yang menjadi orang kepercayaannya itu pergi meninggalkan ruangannya yang besar dan mewah tapi aura misteriusnya sangat terasa.
Mengingat kembali saat-saat kecil Astha sembali menghisap cerutunya adalah hal terbaik yang selalu dia lakukan di sela-sela kesibukannya. Di saat semua masih sempurna, sampai suatu hari datang pengganggu yang merusak segalanya yang dia punya.
**
Tinggal di ruang bawah tanah berhari-hari membuat Via merasa bosan. Bukan karena pengap, karena dia sama sekali tidak merasakan hal itu. Tapi dia bosan setiap hari melihat wajah ketus Astha yang hampir tidak pernah tersenyum. Hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Dan setiap hari pula, Astha menghabiskan waktunya di ruangan yang tidak boleh Alivia masuki. Tapi justru membuat Alivia penasaran. Hanya ketika Astha lapar saja dia akan keluar dari sangkar emasnya itu untuk meminta makan pada Alivia. Dan hampir setiap hari pula, Astha selalu meminta dibuatkan semur daging. Tanpa mengenal rasa bosan.
"Apa Tuan mau dimasakin yang lain? apa tidak bosan setiap hari makan semur daging?" tanya Alivia dengan akrabnya. Seolah di depannya ini adalah orang biasa dan tidak berbahaya.
Brakk!! Astha menggebrak mejanya. "Pergi kamu dari hadapanku. Jangan pernah rusak acara makanku dengan celotehanmu itu. Jangan kira kamu menemaniku, kamu jadi seenaknya kalau bicara." Astha menatap tajam kedua bola mata Alivia.
"Maaf Tuan, baik saya permisi kalau begitu." Alivia menahan sesak setiap kali dibentak oleh Astha. Mentalnya yang kuat harus diuji dengan sikap dingin dan mencekam seorang Tuan Muda Astha. Tak pernah dia melihat Astha dengan keramahannya. Yang ada hanyalah seringaian yang selalu membuat Alivia ingin kabur dari sana.
Tapi satu hal yang membuat Alivia bertahan adalah Astha yang tidak pernah macam-macam terhadapnya dan tidak pernah melarang dia untuk salat. Dugaan kalau Astha penyuka sesama jenis pun membuat Alivia lebih tenang tinggal di sana. Karena di luar cukup berbahaya untuk perempuan sendirian seperti dirinya. Satu doa yang selalu dia panjatkan adalah semoga Astha masih menghormati dia sebagai wanita meski mereka tinggal di satu atap.
Alivia duduk di kursi sambil melihat wajah tampan Astha yang sedang makan. Garis wajah yang hampie mendekati sempurna di mata Alivia, membuat lelaki itu memiliki satu kelebihan untuk Alivia. Meski sikapnya tidak seindah pahatan wajah rupawannya.
"Bersihkan mejanya. Aku tidak mau ada satu semut yang sampai ada di meja makanku saat sarapan besok. Makanlah. Jangan sampai kamu mati kelaparan di sini." ucap Astha tanpa melihat Alivia.
Karena hanya ada dirinya dan Astha, Alivia langsung tahu kalau dirinyalah yang diperintah oleh Astha. "Baik Tuan." jawab Alivia hatinya menghangat saat Astha menyuruhnya makan. Dia segera mengambil lap, lalu membersihkan meja bekas Astha makan tadi.
Tidak lupa dia mengambil sebagian untuk dia makan di dapur. Dia tidak berani makan di meja makan. Dia takut ada makanan yang tercecer dan mengundang para semut datang. Dan bisa dipastikan, Astha akan marah besar saat sarapan besok pagi.
"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa makan enak." ucap Alivia. Karena selama ini dia hanya berani makan nasi putih dan garam. Tanpa berani mengambil semur daging milik Astha meski dia yang membuatnya. Baru kali ini Astha yang meminta dia untuk mengambil semur daging itu, baru Alivia berani.
Setelah selesai makan, Alivia melanjutkan pekerjaannya mencuci piring. Setelah semua selesai, Alivia duduk lesehan di dapur sambil menyelonjorkan kakinya yang terasa sangat pegal.
"Buatkan saya kopi!" titah Astha tiba-tiba. Sontak membuat Alivia langsung berdiri.
"Baik Tuan." Alivia langsung membuatkan kopi untuk Astha. Kebiasaan lelaki itu yang masih kuat terjaga hingga kadang sampai dini hari. Dan itu yang membuat Alivia yang kadang tidak bisa tidur karena ada saja yang diminta Astha termasuk membuat mie instan dengan banyak sayur dan terlur mata sapi setengah matang.
Alivia meletakkan secangkir kopi di meja. Astha terlihat semakin tampan dengan kacamata minusnya dan sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya. Alivia tidak peduli dengan apa yang dikerjakan Astha. Yang dia inginkan saat ini adalh bisa memejamkan mata tanpa ada yang mengganggu.
"Silakan diminum Tuan."
"Duduk dan temani aku. Jangan harap bisa tidur, sebelum aku tidur." ucapan Astha membuat Alivia putus asa. Sepertinya keinginan dia untuk bisa tidur tidak akan terlaksana.
"Baik Tuan."