Pagi itu 2 hari sebelum kejadian yang tak bisa di lupakan oleh Tia terjadi.
"Selamat pagi wanita cantikku apakah siap mendapatkan berita terbaru dan termutakhir", ucap Tyo pada Tia.
"Berita apakah itu sayang", jawab Tia dengan senyum.
Sambil menyodorkan sebuah kertas Tyo pun berkata ,
"Aku sudah tau kalo kamu pasti akan lupa mengecek ini jadi aku berinisiatif mengeceknya lalu print dan berikan ini kepadamu hehe".
Dengan terkejutnya Tia melihat isi kertas yang di berikan Tyo terharu.
"Ibu ayah ini hasil kelulusan Tia dan hasilnya Tia lulusssss", ucap Tia gembira.
"Wahh selamat ya anak ayah lulus", ucap sang Ayah.
"Wahh anak ibu memang pintar bisa lulus", tambah Ibunya.
"Selamat ya sayang atas kelulusannya hehe", ucap Tyo.
"Iya tapi tanggal pelantikannya lama sekali masa seminggu huh sebal", ucap Tia sebal karena hari pelantikannya terhitung dari hasil yang sudah keluar itu selama seminggu.
"Tidak mengapa nak yang penting hasilnya adalah kelulusan terbaik kan , benar kan Tyo?", ucap Ayahnya.
"Iya benar kata ayah yang penting selama itu kamu terus asah kemampuan dan keahlianmu nak", tambah Ibunya.
"Iya bener itu , gimana kalo hari ini kita rayakan keberhasilan karena Lulussss", ajak Tyo ceria.
"Oh iya benar sekali , ayah ibu ikut kan?", tanya Tia.
"Ibu masih banyak kerjaan di rumah sayang cucian menumpuk", jawab Ibunya.
"Ayah tidak bisa ikut sayang di toko masih harus mempersiapkan renovasi", jawab Ayahnya.
"Yahh", ujar Tia kecewa.
"Oh iya Tyo besok bisa datang ke Toko bantu ayah hehe kalo kamu senggang tapi ya", tanya Ayahnya Tia.
"Oh baiklah tentu saya usahakan", jawab Tyo dengan senyuman.
"Yasudah kalian keluar sana rayakan berdua hehe", ucap Ibunya.
"Baik buuu Tia berangkat ya ibu , ayah", ucap Tia.
"iya hati hati nak", jawab ibu dan ayahnya.
Mereka berdua pun pergi merayakan keberhasilan Tia yang telah berhasil lulus di Akademik Satuan Keamanan, seharian mereka bersama seakan itu adalah moment terbaik mereka.
"Sayang", panggil Tyo.
"Ya sayangku", jawab Tia.
"Aku ingin melihatmu saat kamu berhasil menjadi prajurit terbaik", ucap Tyo dengan tersenyum.
"Tenang sayang aku akan menjadi seorang komandan", jawab Tia.
"Apa kamu yakin menjadi komandan hehe", tanya Tyo lagi dengan tertawa.
"Huft jika tidak bisa menjadi komandan setidaknya akan ku tunjukkan menjadi wakil komandan", ucap Tia sedikit sebal.
"Iya iya hehe apa pun itu aku tetap mencintaimu Tia", ucap Tyo.
Mendengar itu wajah Tia yang saat itu sedikit sebal menjadi memerah dan malu mendengar perkataan itu keluar dari mulut Tyo.
"Oh iya sayang aku mengkhawatirkanmu perihal berita yang beredar", ucap Tia.
"Maksudmu berita tentang membantai sisa suku matonge?", tanya Tyo.
"Iya sayang apalagi kabar terakhir saudaramu bunuh diri karena terlalu stress dan depresi memikirkannya", jawab Tia khawatir.
"Iya memang semua hampir rata mudah stress dan depresi akan hal itu tapi aku masih memiliki satu adik dan aku akan mencoba menjadi yang terkuat dalam hal itu sayang dan jika pembantaian terjadi . .", ucapan Tyo terhenti sejenak.
Tia terus memandangi Tyo seraya menunggu perkataan apa yang akan terlontar selanjutnya.
"Jika pembantaian itu terjadi tetap lah raih mimpimu sayang", ucapan yang terlontar oleh Tyo.
"Apa si kamu , kukira akan lebih sedih tapi malah membanggongkan huhh", ucap Tia sebal.
"hehe", tawa Tyo membalas gumaman kesebelan Tia.
Setelah seharian Tyo pun mengantar Tia pulang karena waktu sudah malam, setelah sampai di depan pintu rumah Tyo pun pamit.
"Yasudah aku pamit ya cantik, terima kasih untuk hari ini", ucap Tyo pamit dengan senyuman.
"Hei kenapa kamu yang malah mengucapkan terima kasih??!!",
"Itu bagianku untuk mengucapkannya", ucap Tia kesal.
"Hehe tetap jadi Tia yang ku kenal ya", ucap Tyo pelan.
"Iya sayang",
"Oh iya terima kasih atas hari ini ya sudah merayakan keberhasilanku lulus, kamu hati-hati di jalan dan selalu waspada dengan identitasmu ya sayang", ucap Tia mengkhawatirkan Tyo karena ia adalah bagian dari suku Matonge dan sisa suku Matonge hanya tinggal 3 orang.
"Iya baiklah aku pamit ya sampai ketemu esok hari", ucap Tyo lalu meninggalkan Tia dan menuju rumahnya.
Dalam perjalanan pulang Tyo merasakan kegelisahan yang entah apa hingga membuat ia bergegas lari agar cepat sampai di rumah.
"Perasaan apa ini kenapa tiba-tiba kegelisahan muncul semoga tidak terjadi hal buruk", ucap Tyo sambil terus berlari.
Sesampainya di rumah Tyo melihat di dalam rumah kilatan cahaya seperti terbakar namun dengan positif Tyo berkata,
"Wah sepertinya kau berhasil menguasai teknik itu Dino".
Saat membuka pintu Tyo di kagetkan dengan sebuah pedang yang melesat kearah dirinya.
"Aahhh", teriak Tyo karena terkena sabetan pedang itu.
Setelah terkena sabetan itu Tyo mengaktifkan kemampuan matanya namun saat melihat kedalam ia melihat Adiknya sudah dalam cengkraman seseorang yang dimana ia merupakan suku yang sama dengan Tyo.
"Kau tidak ingin ikut bersamaku untuk menguasai kota ini jadi lebih baik hanya menyisahkan satu suku Matonge", ucap Pria itu.
"Ingat Suku Matonge yang bersikap melindungi hanyalah minoritas di Suku Matonge itu sendiri paham", tambah Pria itu.
"Beraninya kau melukai adikku bajingann", teriak Tyo dengan air mata yang hampir menetes dari matanya yang semakin menyala terang.
"Haha aku tidak berniat melukai tapi aku berniat menghabisinya", ucap Pria itu.
"AKU TIDAK SUDI MENGAMPUNI ORANG SEPERTIMU", teriak Tyo berlari menuju Pria yang mencengkram leher adiknya.
Saat mencoba mendekati Pria itu Tyo mendapatkan berkali-kali sabetan pedan hingga tusukan pedan di beberapa anggota tubuhnya karena Pria itu mampu mengendalikan pedangnya dari kejauhan.
Kemampuan Suku Matonge adalah mampu membakar seseorang dengan matanya dimana sebelum seseorang itu terbakar ia akan mendapatkan sebuah tanda seperti tato di bagian tubuhnya dan penggunanya mampun mengaktifkan waktu kapan seseorang itu terbakar hangus, serta mampun mengendalikan pedang atau senjata miliknya entah itu senjata tajam atau pun senjata api.
"Kau akan menyaksikan kejadian yang tidak akan pernah kau lupakan wahai sodaraku haha", ucap Pria itu.
Saat Tyo ingin mencabut pedang yang tertancap di perutnya Pria itu mengaktifkan tanda yang telah berada di tubuh adiknya itu dan dalam sekejap tubuh adiknya terbakar.
"Aarrggg kkaaakkaaaa", teriak adiknya yang terbakar oleh kemampuan Pria itu.
"Aaaa tidaaakkk hentikkaaannn bajinggaannn", teriak Tyo sangat kencang lalu mencabut pedang yang menancap di tubuhnya itu kemudian berlari menuju adiknya yang telah di habisi oleh Pria itu.
"Sudah terlambat saudaraku haha", ucap Pria itu sambil tertawa.
Lalu saat Tyo sudah mendekati Pria itu untuk melawannya adik Tyo yang masih di cengkram Pria itu lalu di lemparkan dan saat di lemparkan api yang membakarnya pun mati.
"Haha aku suka tatapan itu", teriak Pria itu menyambut Tyo dengan merentangkan tangannya ke arah Tyo.
"AKU TIDAK SUDI DI ANGGAP SODARA OLEH MU", teriak Tyo dengan air mata yang terus mengalir.
Namun saat tangan Pria itu menyentuh dada Tyo tiba-tiba Tyo terhempas hinggar membentur ke tembok dengan sangat kerasnya.
"Aargghh", teriak Tyo kesakitan.
"Hei kau sudahlah tinggalkan ia lagipula untuk apa kau harus menghabisi suku mu sendiri hingga rata", teriak seseorang itu pada Pria suku Matonge.
"Baiklah kalo begitu haha jika kau bertahan saat ini suatu saat kita akan bertemu dan memperlihatkan siapa yang paling kuat tapi aku yakin kau tidak akan kuat bertahan hahahaha", ucap Pria itu.
Dengan kesadaran yang masih bertahan Tyo melihat ke arah Pria itu yang di mana ia mengendarai motor berdua.
"Orang itu . .", ucap Tyo tersengal-sengal melihat orang yang memboncengi Pria suku Matonge itu.
"Kkaakkaak", ucap lirih adiknya yang masih sedikit memiliki kesadaran.
"Addiikkk", ucap Tyo merayap menghampiri adiknya.
Saat sampai di samping adiknya Tyo berkata dengan air mata yang terus mengalir.
"Maafkan kakak dinoo".
"Tii dak apa apa ka aku bangga menjadi adikmu tetaplah hidup ka", ucap adiknya dan meminta padanya agar tetap hidup.
Lalu tangan adiknya di letakkannya di mata kakaknya itu seraya mencoba menenangkan kakaknya agar tidak menangis.
"Sudah ya ka jangan bersedih lagi aku akan tetap bersama kakak ko", ucap adiknya yang dimana tubuhnya dengan perlahan memudar.
"Dinoo", teriak Tyo yang sudah tak berdaya menahan kesadarannya.
Malam itu Tyo tak sadarkan diri dalam kondisi penuh luka.