webnovel

Gara-gara Tiara

"TIARA!!" pekik Zia sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

Sontak Tiara terkejut dan berdiri melihat Zia. "Kenapa lo?"

"Revan ... Revan berantem," jawab Zia.

"Terus hubungannya sama gue apa?" tanya Tiara dengan nada malas.

"Revan berantem sama Faza, Ra!" seru Zia.

"Lalu?"

Zia gregetan dengan respon yang di lontarkan oleh sahabatnya itu, bagaimana bisa dia merespon dengan santai sementara dirinya saja terkejut bukan main.

"Ya ampun Tiara! Revan sama Faza berantem gara-gara lo, Beb!" seru Zia.

"Oh ... gara-gara gue," jawab Tiara santai, "WHAT?"

Zia segera menarik tangan Tiara untuk keluar dari kelas seni dan ke taman belakang untuk melihat pertengkaran antara Revan dan Faza. Tiara langsung mematung melihat wajah Revan dan Faza memar serta berdarah di bagian hidung dan sudut bibir masing-masing.

"Ini dia primadonanya yang menyebabkan perkelahian dua siswa," seru salah satu siswa melihat kedatangan Tiara.

Tiara langsung menundukkan kepalanya karena menjadi pusat perhatian, sorakan heboh saling bersahutan dan seketika Revan beserta Faza mengalihkan pandangannya ke arah Tiara.

Tiara menatap tajam ke Revan dan Faza secara bergantian, detik berikutnya Tiara meninggalkan taman belakang yang sudah di penuhi siswa siswi. Dengan menundukkan kepala Tiara berlari ke ruang seni dan mengambil kasar tasnya, Zia pun ikut mengejar Tiara hingga ke dalam angkutan umum.

"Kenapa harus gara-gara gue sih, Zia?" tanya Tiara.

"Gue juga nggak tau, Ra. Lo sabar ya, mungkin salah satu dari mereka ada yang memancing emosi terus jadi berantem deh," jawab Zia.

"Iya terus kenapa? Gue itu biasa aja, nggak nyangka bakalan digituin. Masih banyak kok cewek lain yang pantes gara-gara berantem itu, sedangkan gue? Kenal dekat aja nggak, terus gue di sebut primadona. Gue nggak mau, Zi," lirih Tiara.

"Yaudah sabar ya, besok udah reda kok kabar begitu." Zia mencoba menghibur Tiara.

Kali ini Zia ikut mengantar Tiara hingga masuk ke rumahnya karena Tiara butuh seseorang menghiburnya. Bahkan latihan mereka harus di batalkan hanya karena dua cowok yang tidak jelas alasannya berantem sehingga merugikan orang banyak. Zia yang sudah mengetahui masalah Tidak bertanya apapun tentang itu, sesampainya di rumah Zia langsung mengambilkan air minum untuk Tiara yang sedang duduk di kamarnya.

"Minum dulu, Beb," kata Zia menyodorkan air minum dingin.

"Makasih ya, Zi. Sorry, udah ngerepotin lo harus antar gue ke rumah," balas Tiara tidak enak hati.

"Nggak apa-apa kok, gue 'kan jarang main ke rumah lo." Zia mengusap punggung Tiar agar merasa baikan.

"Oh iya, kira-kira besok gue di panggil ke BK nggak ya?" tanya Tiara dengan nada pelan.

"Yang berantem itu mereka, kenapa harus lo yang di panggil. Iya kan," jawab Zia menghibur Tiara.

Tiara menghembuskan napas panjangnya, dia pun berusaha untuk tersenyum. Suara getaran handphone berbunyi, Tiara langsung mengambilnya di dalam tas.

Revan. Nama yang tertera di layar panggilan telepon Tiara, Zia langsung melihat ke arah Tiara yang sedang bingung.

"Jawab aja, siapa tau mau jelasin hal yang tadi," usul Zia.

Tiara menggeleng. "Gue males!"

Tiara langsung merebahkan dirinya di atas ranjang dan memejamkan matanya. Sebelum Tiara benar-benar tertidur, Zia lebih dulu berpesan untuk pulang jika Tiara tidak mendengarnya.

"Iya, Zi. Lo pulang aja, gue udah baikan kok. Makasih ya," balas Tiara dengan mata yang terpejam.

Zia akan tetap tinggal sampai Tiara benar-benar tidur, baru dia akan pulang.

Sementara Revan tengah duduk di ruang guru bersama Faza akibat pertengkarannya, guru yang masih ada di sekolah melihat kelakuan dua siswa itu dan langsung menariknya ke ruang guru. Keduanya di biarkan duduk dan di tinggalkan oleh guru yang menariknya karena saat di interogasi tidak ada yang mau mengalah dan saling tuduh. Keduanya sangat malu jika alasannya karena seorang perempuan, bahkan Revan telah mengancam Faza untuk tidak menyebut nama Tiara akibat pertengkaran yang dilakukannya karena jika mereka jujur sudah di pastika Tiara akan ikut terseret dan di panggil oleh guru BK.

"Kalian mau sampai kapan duduk di sini?" tanya pak Key.

Guru olahraga yang menarik kerah belakang baju Revan dan Faza macam membuang kucing.

"Maaf, Pak. Saya nggak akak melakukan ini lagi. Bener deh," janji Revan.

"Sampai berapa kali? Kamu itu sekarang mulai bertingkah lagi ya, ingat loh terakhir kali kamu janji akan fokus sama pelajaran dan melanjutkan ekskul yang kamu ambil itu," ucap pak Key mengingatkan Revan.

Revan teringat saat akan naik ke kelas dua dia berjanji akan menjadi siswa yang baik-baik dan tidak akan melakukan kenakalan serta fokus pada pelajaran, karena jika Revan berbuat onar meskipun dia pintar sudah di pastikan dia akan tinggal kelas akibat perilakunya yang tidak baik. Sekolah sangat menjunjung disiplin tinggi, meskipun nilai akademis baik, tapi perilaku buruk sudah di pastikan nilai akan ikut buruk.

Pak Key pun menegur Faza. "Kamu juga, Faza! Bapak belum pernah satu kali pun melihatmu ke ruang guru, kamu itu siswa yang pendiam, tidak banyak tingkah. Kenapa kamu tidak mengasah otakmu saat jam pelajaran olahraga saja? Bukankah kamu sangat senang dengan basket? Bahkan kamu menyia-nyiakan tawaran bapak untuk ikut kompetisi basket, jangan memendam bakatmu, Za. Bapak ini hapal satu-satu kelakuan siswa siswi di sekolah ini."

"Maaf, Pak," jawab Faza menunduk.

"Kalau begitu, ini surat panggilan orang tua. Besok salah satu orang tua dari kalian harus menghadap wali kelas. Mengerti?" Pak Key memberikan kertas masing-masing satu lembar pada Revan dan Faza yang berisi surat panggilan/menegur siswa bermasalah tingkat satu.

Revan dam Faza terkejut, keduanya kompak menolak agar tidak berkepanjangan masalahnya terlebih harus melibatkan orang tua.

"Jangan dong, Pak. Saya minta maaf, nanti kalau ibu saya tau bisa-bisa di suruh pindah, Pak," kata Revan memohon.

Faza pun ikut memohon agar Pak Key membatalkan surat panggilan tersebut. "Iya, Pak. Kita berdamai kok, nggak akan mengulanginya lagi. Nanti ibu saya kaget terus pingsan, jangan dong, Pak."

"Tidak! Sekarang kalian pulang dan berikan surat ini pada orang tua masing-masing," titah pak Key.

Revan dan Faza akhirnya menuruti perintah guru olahraga tersebut, sesekali keduanya saling melirik sinis.

"Ini gara-gara lo yang mukul gue duluan!" geram Revan.

"Enak aja lo, gue nggak akan kepancing kalo lo udah kiss Tiara. Gue aja belum pernah kiss semasa pacaran, lo berani-beraninya kiss dia!" balas Faza tidak mau kalah.

"Hubungan lo sama Tiara tuh baik, siapa suruh nggak ada orang yang tau kalau kalian tuh pacaran. Gue aja nggak tau, yang gue tau hanya Tiara singel dan gue pun singel, tapi itu harus rusak gara-gara lo muncul yang entah darimana asalnya," jelas Revan panjang lebar.

"Dan ... lo sendiri yang udah buat Tiara sedih! Gue berusaha buat menghiburnya!" sambung Revan penuh penekanan.

"Jadi lo sama Tiara jadian?"