webnovel

Di balik atap masjid

" Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaaaatuh". Terdengar ketua DKM musholla At-taqwa mengumumkan acara gotong - royong perbaikan atap musholla.

" Alhamdulillah, hari ini Allah telah membuka ladang pahala. Bagi siapa saja yang ingin bersedekah, beramal jariah untuk bekal di akhirat nanti, bisa menyumbangkan harta atau pun tenaga untuk renovasi atap musholla. Kami tunggu kehadirannya di musholla At-taqwa. Kemudian bagi yang ingin bersedekah makanan atau minuman silakan datang langsung ke musholla". Demikian kira-kira bunyinya pengumuman dari ketua DKM.

Tiga bulan telah berlalu dan akhirnya renovasi atap musholla pun selesai. Sekarang sudah tidak bocor lagi kalau hujan. Tapi penghuninya masih tetap sama seperti dulu tidak bertambah.

Malam itu cuaca sedikit hujan gerimis setelah berbulan-bulan kemarau melanda. Saat pulang kerja aku lewat di depan musholla terlihat ketua DKM, pak RT dan beberapa orang warga yang sedang ronda seperti sedang menceramahi seseorang.

" Rasanya aku kenal dengan laki-laki itu". Gumamku dalam hati. Tapi aku tidak mau ikut terlibat dengan urusan warga sini, karena aku cuma pendatang yang numpang tinggal di rumah kontrakan ibu Tini. Sambil lewat aku mendengar sedikit percakapan mereka. Rupanya laki-laki itu minta izin untuk tidur di musholla semalam ini saja karena hari ini dia baru saja diusir dari kontrakannya sebab sudah ga bisa bayar kontrakan lagi untuk bulan depan. Bahkan yang bulan lalu saja nunggak, baru dibayar separo. Sepertinya ketua DKM tidak mengizinkan. Soalnya sepintas lalu aku melihat dia menunjuk-nunjuk tulisan dilarang tidur di musholla. Sebelum masuk gang ke arah rumah kontrakanku, aku sempat menoleh kebelakang karena penasaran. Aku melihat laki-laki itu pergi meninggalkan musholla.

Beberapa hari kemudian setelahnya aku bertemu laki-laki itu di pasar. Dia memanggilku. Sekarang aku ingat, laki-laki itu ternyata bapa pedagang roti keliling yang dulu aku pernah pesan buat bagi-bagi sama teman-teman di tempat kerjaku sekalian promosi. Rotinya enak, lembut banget. Tapi sudah sebulan ini aku tidak melihatnya jualan.

Hari ini terasa sangat melelahkan. Aku lihat di handphoneku sudah jam 11.30 malam. Setelah sholat 'isya aku duduk sejenak melepas lelah. Teringat kembali cerita si bapak penjual roti yang sekarang harus tidur di jalanan di emperan toko di pasar. Tiga bulan yang lalu ketika renovasi atap musholla baru diumumkan oleh ketua DKM, si bapak masih jualan roti. Pendapatannya setiap hari tidak banyak karena dia bikin roti juga paling 30 biji. "Yang penting habis, daripada ada sisa". Begitu katanya.

"Alhamdulillah, kalau buat makan sehari-hari dan buat bayar kontrakan rumah mah cukup". Tuturnya ramah. Ada rejeki lebih kalau lagi ada pesanan.

" Lumayan buat nambah-nambah tabungan". Katanya sambil tersenyum.

Setelah pengumuman renovasi atap musholla dikabarkan, setiap hari si bapak membagi dua roti dagangannya. Separuh buat jualan, separuhnya lagi dia kirim ke musholla buat orang yang kerja. Pendapatan pun mulai berkurang. Satu bulan pertama si bapak telat dua minggu bayar uang kontrakan. Wajar saja jualannya juga cuma separuh dari biasanya. Bulan berikutnya si bapak telat lagi bayar uang kontrakan. Kali ini satu bulan. Tapi dia tetap mengirim roti ke musholla buat orang-orang yang sedang kerja. Bulan ketiga si bapak mulai kesulitan untuk makan sehari-hari. Bahkan untuk bayar uang kontrakan pun ia terpaksa menjual tabung gas dan kompornya serta peralatan masak lainnya. Akhirnya malam itu ia pun diusir dari rumah kontrakannya. Tak tahu harus kemana, lalu di tengah gerimis hujan ia pergi ke musholla. Niatnya malam itu dia mau tidur di musholla dulu. Besok paginya baru pergi. Tapi ternyata ketua DKM tidak mengizinkan. Awalnya si bapak bersikeras minta izin satu malam saja. Namun akhirnya dia pun mengalah. Dalam gerimis hujan dan dinginnya malam dia melangkah pergi tanpa arah dan tujuan.

Sempat terpikir olehku untuk menolongnya. Tapi mendengar cerita si bapak aku jadi berpikir-pikir lagi. Apalah gunanya menolong orang jika pada akhirnya kita sendiri jadi susah dan merepotkan orang lain. Tapi si bapak memang tulus. Dia sangat tegar dan tidak cengeng. Dia tidak pernah menjadikan sedekahnya ke musholla sebagai alasan untuk mengasihani diri sendiri.

Beberapa hari kemudian ketika belanja di lasar, terdengar suara seorang laki-laki menawarkan jasa.

" Mau saya bawakan belanjaannya pak? ". Sapanya ramah. Rupanya si bapak penjual roti. Ternyata sekarang dia jadi kuli panggul di pasar. Sementara waktu dia tidur di emperan toko. Jika sudah ada uang dia mau bayar utang kontrakan dua ratus ribu lagi dan dia mau cari kontrakan lagi. Aku tersenyum tapi mataku berkaca-kaca. Sungguh orang yang berhati emas. Tergoda oleh pahala sedekah dan janji balasan berlipat ganda, kini ia hidup susah. Tidak punya tempat tinggal bahkan untuk makan pun sekarang harus kerja keras. Tapi dia tetap tersenyum tegar. Aku tak tahu apa yang ada di dalam hati dan pikirannya, tapi aku benar-benar salut dan bangga padanya.

" Ya Allah, Engkau Maha Tahu, Engkau Maha Melihat. Aku tidak tahu apa yang Engkau pikirkan. Tapi lihatlah hamba-Mu yang tulus dan ikhlas ini".