webnovel

I Hate You, Jenny!

Bunyi heels yang berdentuman dengan lantai, mampu membuat siapa saja terpana melihat gadis cantik yang mempesona. Jenny Arletta, si gadis berlesung pipi sebelah, tengah berjalan begitu angkuh. Membelah kerumunan banyak orang yang sekarang akan memulai aktivitasnya di kantor.

Jangan lupakan mata pria hidung belang yang sudah tergiur akan lekuk tubuh gadis itu. Jenny pun tersenyum untuk sesaat. Melihat, bagaimana cara pandang para kaum Adam itu terhadapnya. Jenny sudah pasti menduga, hal yang sama akan dilakukan oleh Nicholas. 

Nicholas Jackliem adalah anak dari pasangan Karina Jackliem dan Thomas Jackliem. Lelaki tampan yang di usia muda sudah menjadi CEO di perusahaannya sendiri yang  berlokasi di  Jakarta. Namun, walau menjadi orang yang terpandang, tapi Nicholas memiliki sifat yang buruk terhadap Jenny. Tunangannya sendiri.

"Di mana ruangan Nicholas?" tanya gadis bergincu merah itu.

Resepsionis yang melihat Jenny pun meneguk ludah dengan kasar. Aura gadis di depannya ini begitu dominant. Jenny berdecak sebal akan tindakan bodoh si resepsionis yang bername tag, Viera Nista.

"Viera Nista, kamu mau dipecat?" Pungkas Jenny dengan sarkas.

Entah mengapa, setiap ucapan yang keluar dari mulut Jenny, seolah nanti akan menjadi kenyataan. Viera takut akan hal itu. Namun, dia berusaha memberanikan diri untuk membalas ucapan Jenny.

"Anda siapa? Ada perlu apa mencari bos saya?" tantang Viera. Padahal saja, wanita itu sudah berkeringat dingin.

Jenny tersenyum remeh, "Perlu aku perkenalan diri?" tanya Jenny dengan menerbitkan senyuman menawan. "Aku, Jenny Arletta. Tunangan Nicholas!" tekan gadis itu yang sontak membuat Viera terlonjak kaget.

Buru-buru, resepsionis itu membungkuk hormat. Sama persis seperti menyambut kehadiran Nicholas, bila di kantor. Setelahnya, wanita itu langsung memberitahu di mana tempat Nicholas berada.

Jenny pergi begitu saja. Tanpa banyak kata, tanpa ucapan terima kasih pula. Gadis itu kembali melangkahkan kaki hanya untuk sampai di ruangan calon suaminya. Dia tak sabar untuk melihat wajah tampan Nicholas. 

Jenny pun memasuki lift dan menekan angka sebelas, letak ruangan Nicholas berada. Gadis cantik dengan rambut menjulang panjang hingga sepinggang itu, kini tengah membuka tas. Mengeluarkan alat make up yang berkaca. Di antaranya, bedak padat dan lipstik mahal. 

Jenny dengan lihai memoleskan lipstik itu pada bibir mungilnya. Padahal saja, dia sudah berdandan sedemikian rupa sebelum pergi ke kantor. Entahlah, Jenny hanya ingin membuat Nicholas terpesona dengan kecantikan yang ia miliki.

"Cepat atau lambat, kau akan kembali menjadi milikku!"

Bunyi lift sudah menggema. Pertanda gadis itu sudah sampai ke lantai tujuan. Kaki jenjangnya, kini melangkah untuk meninggalkan lift. Berjalan sekilas, lalu berhenti tepat di depan pintu berwarna coklat itu.

Jenny langsung memasuki ruangan, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Salah siapa, pintu tak dikunci. Dapat gadis itu lihat, bila Nicholas tengah mengeraskan rahang padanya. Ada kemarahan yang terselip di wajah lelaki tampan itu.

"Sayang!" panggil Jenny  sembari berjalan cepat menghampiri Nicholas.

"Berhenti!" Suara bariton yang sangat menusuk, sukses membuat langkah gadis itu terhenti.

Jenny sebenarnya takut dengan Nicholas. Terlebih, lelaki tampan itu menatapnya dengan tajam. Seolah dengan tatapannya, bisa membunuh Jenny. Namun, bukan Jenny namanya, bila tak bisa merubah raut wajah.

"I miss you, Nic!" pungkas Jenny dengan tersenyum genit.

Jenny sebenarnya sedih. Dalam hati, gadis itu tersenyum getir. Hanya karena memikat Nicholas, dia seperti wanita murahan saja. Berdandan layaknya wanita malam yang sering menjual tubuh mereka.

"I hate you, Jenny. Berhenti menggoda diriku!" seru Nicholas dengan bangkit dari kursi kebesarannya.

"Kenapa? Aku ini calon istrimu, Nic. Jangan lupakan itu!" Jenny menggigit bibir bawah kuat-kuat.

Gadis itu tak ingin menangis di hadapan Nicholas. Lelaki arogant yang selalu membuatnya sakit hati. Namun, sialnya, sampai sekarang Jenny tak pernah berhenti untuk mencintai Nicholas. Lelaki itu segalanya dan cinta pertama untuk gadis itu.

"Aku hanya ingin menikah dengan wanita yang aku cintai. Bukan sepertimu! Berdandan seperti bitch di usia yang bahkan baru menginjak dua puluh tahun. Cih, dalam mimpimu, Nyonya Jenny!"

Ucapan yang amat menohok. Jenny tersenyum masam. Dia harus ekstra sabar menghadapi lelaki yang bermulut pedas itu. Jenny berusaha tak peduli. Dia semakin mendekat pada Nicholas.

Mengamati pria berjas Navy yang senada dengan mini dress super ketat yang ia kenakan. Nicholas memiliki wajah yang rupawan. Dengan rahang  yang ditumbuhi bulu-bulu halus, menambah kesan dewasa. Terlebih, jakun yang selalu naik turun, saat tengah menahan amarah.

"Mulutmu sangat pedas, sayang! Tapi, aku suka. Semakin tertantang untuk terus mencintai dirimu." Jenny tersenyum miring.

Gadis itu dengan lihai membawa jemari lentiknya untuk menyentuh dada bidang Nicholas. Menari-nari di sana dengan sesekali menatap wajah rupawan itu.

Nicholas mati-matian menahan diri, agar tak menampar Jenny detik itu juga. Sisi prianya mulai hadir, bersamaan dengan jemari Jenny yang masih setia bermain di sana. Nicholas sangat benci akan situasi seperti ini.

"Kenapa kau menggangguku, Jenny? Aku sudah bilang beberapa kali. Aku tak mau dijodohkan dengan dirimu!" desis Nicholas dengan tajam.

Jenny menunduk. Dia langsung menjauhkan jemari itu dari tubuh Nicholas. Jenny beralih pergi ke arah tembok kaca yang menampilkan pemandangan perkotaan. Menghembuskan napas kasar di sana.

"Kalau aku ingin berjuang. Apa itu salah?" tanya Jenny dengan lirih.

Nicholas pun menoleh ke arah Jenny. Dia sebenarnya muak, saat melihat Jenny berpakaian seperti itu. Menampilkan lekuk tubuh yang sangat ideal. Lelaki mana yang tak akan tertarik dengan hidangan seperti itu? Nicholas juga lelaki normal yang mudah tergoda iman.

Bukannya menjawab, justru pria itu  membuka jas kebanggaannya. Nicholas langsung melempar jasnya, bertepatan dengan Jenny yang berbalik menghadapnya. Alhasil, jas itu sontak menutupi wajah Jenny.

"Pakai itu! Mataku sakit melihat pakaianmu," ucap Nicholas yang langsung kembali duduk di kursi kebesarannya.

Jenny menarik kedua sudut bibirnya. Wanita itu tersenyum penuh haru. Walau tak ada sisi romantisnya, tapi bisa membuat Jenny bahagia. Jenny mencium aroma Nicholas dalam-dalam pada jas mahal itu. Nicholas tersenyum remeh, saat melihat kelakuan Jenny. Kekanakan.

"Kau sungguh kekanakan. Pergilah!" ucap Nicholas dengan nada mengusir.

Jenny menghela napas kasar. Tak bisa, 'kah, Nicholas berbaik hati padanya? Sungguh, Nicholas adalah pria yang sangat arogant. Tak memiliki belas kasihan. Jenny hanya bisa sabar dalam menghadapi segala hal yang menguras emosinya.

"Aku ingin menemanimu! Salah, ya?" tanya Jenny dengan wajah sendu.

"Salah! Aku muak melihat wajahmu!" sarkas Nicholas yang sontak membuat Jenny terkekeh.

Jenny kembali mendekat. Melihat hal itu, sontak membuat Nicholas melotot tajam. Lelaki itu enggan didekati oleh Jenny. Bagi Nicholas, Jenny itu tak tahu malu. Sudah ditolak berkali-kali, masih saja kekeuh ingin mendekat dan semakin mendekat.

"Terima kasih, aku memang cantik." Jenny tersenyum menggoda.

"Gadis sialan ...," maki Nicholas tak suka.

Jenny tersenyum miring. Dia pastikan, sebentar lagi, Nicholas akan bertekuk lutut padanya. Nicholas memang benci, tapi dia tak akan pernah bisa menolak pesona Jenny.

Saat Jenny hendak mendekat, sayangnya terhenti oleh bunyi ponsel milik Nicholas. Lelaki itu langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo!" ucap Nicholas dengan tegas.

"...."

"Apa?" pekik Nicholas dengan kerasnya.