webnovel

Kekasihku

"Ayo kita ke hotel sekarang dan tuntaskan apa yang harus dituntaskan!" ucap Alva langsung menginjak pedal gas melaju dengan cukup kencang.

"Tuan, jangan aneh-aneh! Saya itu masih ori, masih belum terjamah tangan-tangan nakal pada buaya. Tolong jangan membuat saya ternoda," pinta Rania memelas.

Namun Alva seolah tidak peduli. Jangankan menjawab permohonan Rania, menoleh saja tidak dilakukan lelaki itu.

Sungguh Rania benar-benar ketakutan sekarang. Alva benar-benar sudah gila hingga akan memaksa burung loyo miliknya untuk merobek kesucian Rania.

Rania benar-benar tidak bisa mengerti harus berbuat apa. Lelaki di sampingnya memang sudah kehilangan kewarasan.

Ah rasanya ingin sekali Rania menjedotkan kepala Alva agar otak lelaki itu bisa sedikit encer. Sayang sekali wajah tampan tapi otaknya tidak bekerja dengan baik dan benar.

Sepanjang perjalanan Rania terus bedoa semoga setiap hotel yang akan Alva datangi tidak ada kamar kosong lagi.

Bahkan saking paniknya, Rania memilih untuk memejamkan mata. Biarlah nanti Alva membawanya ke mana yang penting lelaki itu tidak melalukan hal yang tidak-tidak.

Semoga saja memang begitu adanya. Semoga Alva tidak jadi membuat Rania sebagai kelinci percobaan membangunkan burung loyo.

Hingga setelah beberapa saat berkendara, Rania merasakan mobil yang ditumpanginya berhenti. Sepertinya mereka sudah sampai ke tempat tujuan. Namun Rania memilih untuk tidak membuka mata dan terus berpura-pura tidur. Semoga saja dengan begitu Alva tidak akan macam-macam.

"Rania, bangun! Cepat bangun kita sudah sampai!" titah Alva sembari menepuk pelan tangan Rania.

Rania masih bergeming enggan membuka mata. Siapa tahu nanti Alva sedikit mendapatkan pencerahan dan mau menggendongnya. Lumayan bisa sedikit mengurangi tenaga berjalan dari mobil ke kamar hotel.

Hish, menyebalkan memang! Tapi kalau memang sudah takdir Rania untuk membangunkan burung loyo Alva, apa boleh buat. Rania tidak bisa melakukan apa pun selain pasrah dan berserah diri.

"Heh, cepat bangun! Dasar kebo! Nanti kamu tidur lagi kalau sudah di kamar!" kesal Alva sembari menepuk-nepuk pipi Rania.

"Emmbbhh …."

Rania pura-pura melenguh agar Alva percaya kalau dia tidur. Jangan sampai lelaki itu tahu Rania hanya pura-pura saja. Bisa-bisa nanti Rania malah akan mendapatkan hukuman tambahan.

"Kalau sampai hitungan ketiga kamu nggak bangun juga, aku akan langsung menjadikan kamu santapan para buaya peliharaanku, Rania!" ancam Alva tidak main-main.

Mendengar ancaman Alva, Rania segera membuka mata. Gadis itu masih terlalu waras untuk tidak ngeyel dengan berpura-pura tidur.

"Ayo turun!" ketus Alva langsung keluar dari mobil tanpa memperdulikan Rania.

Rania hanya bisa mengerucutkan bibir, melihat kelakuan Alva dan segera menyusul lelaki itu turun dari mobil.

"Loh, Tuan, kita di mana? Ini rumah siapa?" tanya Rania menatap rumah besar di depannya penuh tanya.

Bukannya menjawab, Alva malah lebih dulu nyelonong meninggalkan Rania. Tentu itu membuat Rania kebingungan bukan main.

Jangan-jangan Alva memang ingin menghukum Rania dengan menjualnya pada orang asing. Huft, benar-benar menyeramkan.

"Heh, kamu kenapa diam saja di sana? Kamu enggak takut kesambet, Rania?" tanya Alva yang sudah ada di depan pintu.

"Tu-an, saya hanya sedang mengamati …."

"Ayo cepat! Setelah urusan di sini selesai kita akan langsung pulang. Jadi kamu jangan lelet begitu. Aku ingin cepat-ceoat istirahat," ucap Alva memotong perkataan Rania.

"I-iya, Tuan."

Mau tidak mau Rania kembali menghampiri Alva. Bisa bahaya kalau lelaki itu marah. Yang ada nanti dirinya akan benar-benar dijual pada para biyawak. Sungguh itu adalah hal yang paling menakutkan.

Begitu masuk ke dalam rumah, Rania langsung terpaku dengan arsitektur yang menghiasi rumah itu. Terkesan mewah namun tetap elegan.

Decak kagum Rania, rupanya terdengar oleh Alva. Lelaki itu hanya tersenyum kecil melihat kelakuan sekertaris nya itu.

"Alva, akhirnya kamu pulang juga. Bubund udah nungguin kamu dari tadi kamu malah lelet banget," ucap Marissa yang langsung menyambut kedatangan anaknya.

"Maaf, Bun, tadi di jalan macet. Bunah kan tahu bagaimana jalanan kalau di jam segini," ucap Alva sembari mendaratkan kecupan di kening ibunya.

Rania yang melihat pemandangan itu hanya melongo tak percaya. Apalagi sikap Alva yang hangat jelas berbanding terbalik dengan sikap lelaki itu pada Rania selama ini.

"Loh, ini siapa, Va?" tanya Marissa menatap ke arah Rania dengan penuh tanya.

"Ah, maaf Nyonya, saya sekre …."

"Dia pacar Alva, Bun. kebetulan dia juga bekerja di perusahaan Alva."

"Hah?!"

Rania langsung melongo mendengar perkataan Alva. Bagaimana bisa lelaki itu mengenalkan Rania sebagai pacar kepada ibunya sementara status Rania selama ini hanya sekretaris teraniaya saja.

"Benarkah?" tanya Marissa begitu antusias.

Wanita itu segera berjalan ke arah Rania lalu memeluk Rania dengan begitu erat.

"Astaga, Sayang, maaf Bubund tidak menyambut kamu. Tolong jangan panggil nyonya seperti barusan. Bubund ini orang tua kamu juga jadi sudah seharusnya kamu panggil Bunda juga seperti Alva dan Alvia," ucap Marissa penuh kebahagiaan.

Glek!

Rania hanya bisa menelan air liurnya dengan sudah payah mendengar perkataan Marissa. Tatapannya terus terkunci pada Alva seakan meminta pertolongan.

Namun, Alva hanya acuh bahkan enggan bersitatap dengan Rania. Benar-benar menyebalkan lelaki itu kalau sudah kumat tingkah gilanya.

"Ayo Sayang kita masuk ke dalam sekarang. Ayah pasti akan senang bertemu kamu," ajak Marissa langsung menggandeng tangan Rania masuk ke dalam rumah.

Rania hanya bisa menatap penuh permohonan pada Alva tanpa bisa mengajukan penolakan. Bagaimana Rania bisa menolak jika dia bahkan tidak diizinkan untuk bersuara.

"Kamu jangan sungkan di sini, Sayang. Anggap saja rumah sendiri. Bubund benar-benar senang kamu ikut berkunjung ke sini. Ini pertama kalinya Alva membawa teman wanitanya ke rumah dan memperkenalkan nya pada kami. Bubund yakin kamu itu akan menjadi wanita terakhir pilihan Alva," ujar Marissa begitu antusias.

Rania hanya bisa tersenyum kecut mendengar perkataan Marissa. Kasihan sekali ibu Alva itu sudah begitu bahagia mengetahui Alva sudah memiliki kekasih padahal kenyataannya hanya pura-pura saja.

Alva memang benar-benar keterlaluan hingga membohongi ibu sendiri. Awas saja nanti. Rania akan memberikan pelajaran berharga untuk lelaki itu.

"Loh, kak Rania ada di sini. Ya, ampun aku seneng banget," seru Via langsung memeluk Rania.

"Kamu udah kenal sama Rania, Via?" tanya Marissa penuh selidik.

"Iya, dong, Bun. Via udah kenal banget malah. Kak Rania kan yang nemenin Via jalan-jalan kemarin. Bahkan kami juga sempat nonton bareng," sahut Alvia penuh semangat.

"Benarkah? Kenapa kamu enggak bilang kalau habis jalan-jalan ditemani pacar Kakakmu. Kan Bunbund juga pengen jalan-jalan sama Rania," ucap Marissa dengan bibir yang mengerucut.

"Tapi, Bun, waktu itu Via tahunya Kak Rania ini adalah …."