webnovel

Janji Masa Lalu

Menjalin persahabatan selama lima belas tahun lamanya, bahkan waktu sudah melampaui setengah usia mereka sendiri. Tahun ini Lexi akan memasuki usia 30 tahun, sedangkan Ben akan berusia 31 tahun. Dan keduanya masih dalam status belum menikah. Di usia yang sudah dewasa, pertanyaan kapan menikah adalah hal paling tidak ingin didengar baik oleh Ben dan Lexi. Mereka bahkan kompak menghindari acara keluarga masing-masing, yang akan mencerca mereka dengan pertanyaan membabi buta tentang pernikahan. “Kapan kamu akan menikah.” “Buruan kenalkan calon kamu sama, Tante.” “Jangan menunda menikah, ya. Kamu tahu semakin berumur kamu, akan semakin sulit nantinya mempunyai keturunan.” Hari di mana Lexi memasuki usia kepala tiga, Ben mengungkapkan kembali janji yang mereka buat ketika Ben baru saja lulus sekolah menengah. Lexi sendiri bahkan sudah melupakan janji mereka, tentang ikrar yang menyangkut masa depan mereka seumur hidup. “Lexi nanti kalau di usiaku yang ke-30 dan aku belum menikah, maka kamu harus menikah denganku.” Ben yang saat itu berusia 16 tahun mengulurkan janji kelingkingnya pada Lexi. “Baiklah, jika Ben tidak memiliki pacar ketika berumur 30 tahun. Maka Lexi akan menikah dengan Ben.” Janji Lexi 15 tahun, menautkan jari kelingkingnya dengan Ben. Bersatunya jari kelingking mereka berdua pada saat itu, berdampak pada Ben dan Lexi yang bersatu sebagai pasangan yang menghabiskan seluruh hidup bersama ketika keduanya dewasa. Credit Cover by Pexels.

Chilaaa · 都市
レビュー数が足りません
393 Chs

Bab 13 || Sejak Dulu

"Aku malu karena kamu ada di dalam kamarku dan kita hanya berdua saja, memangnya kamu tidak merasa malu juga," ungkap Lexi menatap Ben dengan wajah yang semakin memerah.

Entah kenapa Ben tertawa terbahak-bahak dengan ucapan Lexi tersebut. Terdengar sangat lucu di telinganya, karena jika di pikirkan kembali mereka berdua sudah sangat sering melakukan hal tersebut.

Di mana Ben masuk ke kamar Lexi dan hanya ada mereka berdua di sana, tidak pernah satu kali pun keduanya bersikap canggung satu sama lain. Tapi untuk kali ini berbeda, karena status keduanya yang telah berubah menjadi sepasang kekasih atau lebih tepatnya suami dan istri.

"Kenapa harus merasa malu, kita sudah sangat sering terjebak di dalam satu ruangan seperti ini sejak lama, Lexi. Bahkan sudah belasan tahun kita melakukannya."

"Ya, kita memang sudah sangat sering melakukannya. Akan tetapi, itu dulu saat kita berdua masih sahabatan. Tapi sekarang status kita berdua sudah berubah, menjadi sah secara hukum dan agama. Tentu saja itu berbeda," protes Lexi.

"Lalu, apa yang salah. Bagus dong karena dengan begitu kita berdua akan menghindari zina."

"Kenapa jadi membawa-bawa zina?"

Ben menarik tangan Lexi untuk duduk bersama dengannya di pinggir ranjang, kedua tangan Ben memegang tangan Lexi sambil memberikan penjelasan kepada wanita kekasih hidupnya sekarang.

"Ada seorang pria dan wanita di dalam satu ruangan itu bukan suatu hal yang baik, Lexi dan hal ini berlaku untuk kita berdua juga, tapi itu berlaku dahulu sebelum kita berdua menikah. Sekarang kamu dan aku sudah menikah, tentu itu bukan zina lagi namanya."

Lexi memandang mata Ben yang terlihat sangat sabar menjelaskan hal ini kepadanya. Tidak tahu kenapa Lexi malah menjadi terenyuh dengan tatapan mematikan yang Ben berikan kepadanya. Padahal Lexi sendiri tahu jika Ben tidak berniat untuk melakukan hal itu sama sekali.

Sejak mereka berdua memutuskan untuk menikah, Lexi merasa jika dirinya memiliki perbedaan ketika melihat Ben. Padahal Lexi akan bersikap biasa saja kepada Ben, tapi semenjak Ben memutuskan untuk menikahinya Lexi dapat merasakan perubahan di dalam dirinya.

Salah satunya adalah dia tidak bisa lagi menatap mata Ben dalam waktu yang lama dan sekarang untuk pertama kalinya Lexi berani menatap mata Ben kembali. Mata yang indah dan terlihat tulus, bahkan sekarang penuh dengan rasa cinta.

"Kamu mengerti?"

"―em, ya aku mengerti."

"Lexi," panggil Ben pelan.

"Kenapa?"

"Aku tahu semua ini pasti sangat terasa canggung untukmu, tapi aku mohon anggap aku sama seperti biasanya. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani dengan status baru kita berdua saat ini."

"Aku akan berusaha."

"Bersihkan riasan di wajah kamu terlebih dahulu, baru kemudian tidur. Kalau kamu merasa khawatir karena aku mungkin ingin melakukan malam pertama kita malam ini, kamu tidak usah cemas. Aku tahu kamu lelah dan membutuhkan waktu istirahat, begitu juga dengan aku. Tidurlah dengan nyenyak dan jangan memikirkan hal lain."

Sejak Ben dan Lexi masuk ke dalam kamar, Ben sadar jika Lexi sangat gugup terhadap situasi mereka berdua. Ben tidak pernah mempermasalahkan jika Lexi tidak menginginkan hal itu malam ini dan Ben juga sangat mengerti dengan keadaan mereka berdua yang lelah dan butuh waktu istirahat.

"Ben, maaf jika belum bisa menjadi istri yang baik buat kamu."

Entah kenapa mendengar Ben yang sangat sabar kepadanya membuat Lexi justru merasa tidak enak, karena mereka sudah sah menjadi suami dan istri. Sudah menjadi tanggung jawab Lexi untuk memenuhi semua kebutuhan batin Ben.

Tapi, karena Lexi masih belum terbiasa dengan status mereka berdua yang berubah dari sahabat menjadi pasangan hidup. Lexi masih di landa rasa tidak percaya di dalam dirinya dan harus menerima Ben di dalam hatinya dengan status yang berbeda dari sebelumnya.

"Hei, tidak apa. Aku sudah mengatakannya bukan jika aku tidak pernah mempermasalahkan hal ini sama sekali. Kita berdua memang masih membutuhkan waktu beradaptasi dengan status ini. Tidak hanya kamu tapi juga berlaku pada diriku sendiri."

"Ben terima kasih karena mau mengerti dan sabar kepada sikap ku yang sangat menyebalkan ini."

"Tidak menyebalkan, aku justru suka dengan kamu yang seperti ini. Jujur saja rasanya sudah sangat lama sekali tidak melihat kamu bersikap malu kepadaku seperti ini," goda Ben.

"Ck, berhentilah menggoda ku." Dengan wajah masih memerah karena perasaan malu yang timbul kembali dalam dirinya, Lexi memilih untuk melarikan diri dari Ben dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan riasan yang sudah bertahan di atas wajahnya dari pagi tersebut.

Ben tertawa kecil melihat Lexi yang melarikan diri darinya dengan wajah memerah seperti kepiting rebus. Mungkin Lexi tidak sadar jika saja Ben tahu seperti apa perubahan wajah gadis itu. "Kenapa dia terlihat sangat menggemaskan," ujar Ben.

***

Alarm yang berasal dari ponsel Ben, memberitahukan jika sudah waktunya bagi dia untuk melakukan shalat subuh. Ben yang sudah terbiasa dengan alarm tersebut langsung meraba nakas di samping tempat tidur dan meraih ponsel lalu mematikannya.

Setelah mengumpulkan nyawanya selama beberapa saat, Ben sadar jika saat ini dia tidak berada di dalam kamarnya. Karena jika itu adalah kamar Ben, tentu tidak akan memiliki wangi sefeminin ini.

Melihat gambar Menara Eiffel berwarna merah muda yang ada di dalam kamar tersebut, barulah Ben mengingat jika dia tidur di dalam Lexi. Sahabat yang sudah Ben kenal selama belasan tahu dan sekarang sudah berubah menjadi istrinya.

Di sampingnya saat ini Lexi masih tertidur dengan nyaman dan lelap, gadis itu tidak merasa terganggu sama sekali dengan suara alarm yang berasal dari ponsel milik Ben. Meski dalam keadaan tertidur seperti sekarang, Ben harus mengakui jika istrinya selalu terlihat cantik.

Tentu Ben sangat sadar diri dan tahu jika Lexi adalah seorang gadis yang cantik, bahkan tidak jarang ada banyak pria yang terpukau dengan kecantikan yang di miliki oleh Lexi pada pandangan pertama.

Lexi selalu dapat menggoyahkan hati para pria hanya dengan melihatnya secara sekilas.

"Seharusnya sejak dulu saja aku menikahi kamu, Lexi," gumam Ben sambil menyingkirkan anak rambut yang menghalangi pandangannya pada wajah Lexi secara langsung.

Ben memegang kedua pipi istrinya dengan lembut dan mengusap nya dengan ibu jari. Jika saja Lexi sadar dengan perasaan Ben sejak lama, mungkin apa yang dia ucapkan itu sudah terjadi sejak lama. Tapi, sayangnya Lexi bukan seseorang yang peka terhadap perasaan Ben terhadapnya.

Entah harus bagaimana lagi Ben mengungkapkannya, Lexi akan menganggapnya sebagai seorang sahabat dan bukan sebagai seorang pria yang di sukai nya. Ben sendiri tidak mengerti kenapa gadis itu menjadi sangat bodoh jika di minta untuk menanggapi perasaan Ben, sejak dahulu.