webnovel

Chapter 22

Hari ini terlihat Chandrea memakai rok yang sangat pendek dan dia hanya tersenyum berdiri menatap dirinya di kaca. Tepatnya di kaca rumahnya, dia sedang bersiap-siap akan pergi ke kampus, kebetulan hal itu dilihat oleh Jangmi yang kebetulan juga berjalan melewati kamar Chandrea.

"Chandrea, kau mau ke mana? Tak biasanya pakai .... yang pendek...?"

"Oh eheheeemmm… Aku diberikan rok ini pada seseorang dan dia ingin aku memakainya sekali untuk kematiannya…"

"Siapa, tunggu! Apa itu gadis yang saat itu kah, oh Chandrea, dia mungkin sengaja agar kamu tidak bisa menendang orang karena pakaian seperti itu, kenapa dia yang begitu cupu memintamu memakai rok yang begitu pendek, padahal dia seharusnya tahu kalau kamu selalu memakai celana yang panjang," tatap Jangmi dengan sangat bingung tapi Chandrea hanya tersenyum dengan tampang khasnya. Sudah beberapa hari sejak Xela pergi meninggalkan tempatnya dan kini sudah terlihat jelas, sepertinya dia menyampaikan sangat banyak permintaan pada Chandrea termasuk memakai sekali saja rok pendek.

"Ini baik-baik saja kok, ini juga permintaannya karena dia hanya memiliki aku seseorang yang dapat membantu semasa dia bisa bernapas..."

"Baiklah deh terserah kamu, jika ada orang lain yang lebih banyak menggodamu karena kamu hanya memakai rok saja itu mah bukan urusanku lagi, Oh ya sebelumnya juga bukan urusanku... Sudahlah yang penting kamu ke kampus nanti harus menjaga dirimu agar tidak tergoda orang-orang, dan sebaiknya jangan gunakan kekerasan terlalu berlebihan, jika kau menggunakan fisik berlebihan bagian tubuhmu akan kelihatan karena kau memakai pakaian yang pendek..." Jangmi menatap serius sambil menyilang tangannya, lalu Chandrea tersenyum kecil sambil mengangguk.

Kemudian terlihat dia berjalan keluar dari rumahnya dan kebetulan sudah ada bus kampus yang berhenti di di halte bus tempat biasa dia menunggu, kemudian dia langsung masuk dan kebetulan kursi di sana masih ada beberapa yang kosong tapi ia ingat perkataan Xela untuk terakhir kalinya.

"Jika di dalam bus nanti, pilihlah bangku yang paling belakang dan jangan biarkan siapapun duduk di samping mu, percayalah saja aku akan duduk di sampingmu..."

Chandrea dengan ingatan yang sangat kuat, dia memenuhi permintaan itu dengan langsung duduk di belakang bangku bus itu, bahkan semuanya menjadi terdiam menatapnya ke belakang, layaknya mereka seperti kebingungan Kenapa Chandrea mau duduk di belakang.

Tapi tak beberapa lama kemudian ada beberapa wanita yang masuk terakhir, mereka termasuk terlihat seperti berandalan juga, dari sisi tampilan mereka bisa dinilai bahwa mereka ingin duduk di belakang karena biasanya yang di belakang itu adalah mereka.

"Astaga di sini bahkan tidak ada kursi lagi, kita harus ke belakang seperti tempat kita biasanya..." kata salah satu wanita yang mengikuti temannya yang berjalan duluan.

Tapi mendadak temannya yang berjalan duluan itu berhenti secara mendadak ketika melihat Chandrea yang duduk di belakang, dia duduk sendirian dengan menyilang kaki dan tangannya melirik ke arah mereka, tanpa ada senyuman sedikitpun.

"Oh, hei bisakah kamu minggir, itu adalah kursi kami..." tatap salah satu dari mereka yang ada di depan tadi, dia meminta Chandrea pergi dengan tidak sopan.

Tapi begitu tahu bahwa Chandrea hanya melirik, temannya yang di belakang itu menjadi terkejut dan mulai berbisik.

"Hei itu Chandrea, kita sebaiknya mundur… Apa kau tidak ingat rumornya dia bisa saja memukulmu jika kau bermain-main dengannya."

"Ya aku tahu tapi itu adalah kursi kita..."

Lalu terdengar suara tawa dari Chandrea. "Ehehemm, kau keberatan? Kau mau aku menghajarmu?" tatap Chandrea dan itu langsung membuat mereka terkejut kemudian mundur secepatnya, ini bisa dibilang Chandrea sekarang penguasa kursi belakang bus kampus sekolah, tapi seharusnya Jika dipikir-pikir dia itu memiliki banyak uang. Dia seharusnya menaiki mobilnya sendiri saja, tapi mengingat permintaan Xela yang saat itu, ia mungkin harus menuju ke kampus terakhir kali dengan busnya.

Terlihat Chandrea berjalan di lorong kampus masih dengan rok pendeknya itu, dia tak percaya diri seperti biasanya dia memakai pakaian biasa, bahkan tak sedikit dari mereka yang terus saja menatap bagian bawah Chandrea, juga ada yang menyiulkan bunyi godaan padanya tapi Chandrea hanya fokus berjalan dengan senyuman yang sangat khasnya.

Karena dia sedang tidak ingin menaiki tangga, dia berpikir jika menaiki tangga ke atas, roknya akan kelihatan dari bawah, jadi dia memutuskan untuk menaiki lift yang sudah tersedia di sana.

Ketika menekan tombol atas, lift langsung terbuka dan terlihat ada dua orang lelaki di dalam langsung menatap Chandrea, bahkan tak hanya itu mereka menjadi menatap ke arah pahanya dan mulai bersiul menggoda padanya.

"Kiw, kiw cantik…"

Chandrea hanya masuk dan langsung berdiri di depan mereka membelakangi mereka.

Namun tak disangka salah satu lelaki itu mendadak berlutut dan membuka ponselnya hanya untuk merekam paha Chandrea dari bawah, dan temannya yang satunya hanya tertawa mendukungnya.

Hingga ketika sudah puas selesai merekam dia kemudian berdiri, tak hanya sampai sana dia juga berbicara dengan Chandrea.

"Hahaha apakah kau tidak kedinginan cantik... Kata dia yang mulai mengajak bicara Chandrea.

Tentu saja Chandrea yang mendengar itu langsung menoleh dan tersenyum kecil.

"Kalau begitu berikan aku kehangatan..." tatapnya sambil mengulurkan kedua tangannya membuat kedua lelaki itu tertawa kecil karena mereka menganggap Chandrea telah tergoda oleh perkataan dan perbuatan mereka, jadi mereka menerima uluran tangan Chandrea bermaksud akan memeluk Chandrea dan melecehkannya.

Tapi faktanya Chandrea langsung menarik tangan mereka membuat suara yang sangat keras.

"AKHH!!!" mungkin itu bisa dibilang patah, hal itu membuat mereka terkejut dan sakit kemudian terjatuh begitu saja.

Tak hanya sampai sana, Chandrea menarik telinga salah satu lelaki itu membuatnya berteriak kesakitan bahkan tubuhnya sampai terangkat menjatuhkan nya, tanpa mengatakan sepatah kata apapun lagi Chandrea langsung pergi dengan tatapan yang sangat datar.

Tapi ia berjalan menuju ke ruangan kepala sekolah, dia bertemu dengan kepala sekolah yang merupakan seorang Pria Paruh Baya yang menatapnya, tapi dia menatap ke rok Chandrea.

"Hei, keberatan? Apa kamu tahu memakai pakaian yang beretika?" tatapnya.

"Maaf, tapi aku sepenuhnya tahu ehehehmm," balas Chandrea, namun tiba-tiba saja ia meletakan surat pengunduran diri dari kampus membuat kepala sekolah terkejut. "P-pengunduran diri?!?!"

"Aku harus mengurusi beberapa interogasi polisi berkaitan dengan aku yang selalu beradu domba dengan mereka yang suka melawan," tambah Chandrea.

"Tunggu, apa?! Jika ini berkaitan dengan polisi, sekolah ini akan di tutup!! Lagipula kita mencoba yang terbaik untuk menutupi kasus pembullyan,"

"Yeah, ini tidak akan membuat kampus di tutup karena aku sudah keluar, terima kasih…" kata Chandrea lalu berbalik, tapi ia menoleh sedikit. "Oh iya, ternyata aku lebih pintar dari siapapun, jadi tak perlu susah-susah membuang waktu di sini, eheheemm, waktunya cari uang…" tambahnya hingga berjalan pergi, jadi dia ke kampus hanya ingin memberikan surat pengunduran diri yang sekarang membuat kepala sekolah masih belum mengerti apapun.

Kemudian terlihat Chandrea menghampiri rumah milik Marito, dia sepertinya sudah berganti rok pendek nya menjadi yang lebih panjang, di sana dia mengetuk pintu, tapi kali ini yang membukanya bukan Marito, tapi putra kedua alias adik dari mendiang Xela.

Awalnya mereka saling menatap dengan diam hingga Chandrea menyapa. "Eehehehm halo, apa Ayah mu ada?"

Dia tampak memasang wajah kesal dan membalas. "Dia sedang pergi belanja… Apa yang ingin kau butuhkan?"

"Ehehemm aku kebetulan sekali ingin melakukan permintaan dari Kakak mu yang sudah mati, yakni menjadi pembela untuk mu," kata Chandrea.

"Pembela? Pembela apa? Apa yang sebenarnya telah dia ceritakan padamu?!"

"Oh, hanya sedikit kok, tenang saja eheheemmm. Dia bercerita, terkadang kau pulang dengan menangis, kau pernah di ejek karena memiliki Kakak yang cupu dan teman-teman mu yang nakal begitu seenaknya sekali menertawakan mu, mengejek mu perempuan karena kau mirip seperti Kakak mu yang cupu, apakah aku benar?" Chandrea menatap.

Seketika wajah dari lelaki kecil itu tampak tak percaya hingga ia mengatakan sesuatu. "Sebenarnya, aku hanya ingin bisa sepertimu…"

"Oh, ehehemm sepertiku?"

"Iya, kau bisa melawan, aku dengar, kau berani sekali membela Kakak ku bahkan tubuhmu terluka seperti itu,"

"Ahaha… Ini baik-baik saja ehehemmm… Karena aku suka orang yang ditindas, dan aku suka menindas mereka yang suka menindas…"

"Kalau begitu, mungkin aku harus meminta tolong padamu," kata lelaki kecil itu.

Hari berikutnya, terlihat pintu dibukakan oleh Marito yang memiliki wajah tanpa harapan hidup. Ia terkejut melihat Chandrea berkunjung.

"Chandrea? Kenapa?"

"Ehehehemmm.... Aku ingin melakukan permintaan mendiang Xela, soal adiknya."

"Dia sedang bersekolah... Tunggu, apa?! Apa yang diminta Xela?" Marito menatap bingung.

"Eheheemmm... Pertama, kau pria tua... Kau harus merapikan tubuhmu, dan biarkan aku masuk untuk menunggu mu. Kemudian kita bisa mengobrol dengan lebih nyaman," Chandrea menatap.

"Oh, maaf, Silahkan masuk," Marito mempersilahkan nya. "Aku akan merapikan tubuhku..." tambahnya setelah Chandrea benar-benar menginjakan kakinya di dalam, tapi ia terdiam karena tempat itu benar-benar berantakan, banyak sampah di sana, barang juga tidak tertata rapi.

"Ouw... Apakah ini penderitaan mu? Bukankah tak ada yang harus di khawatirkan? Kau memiliki uang pensiunan juga, tidak mungkin kau strees sambil mem-berantakan rumah... Ehehehehemm."

"Maaf... Tapi, aku dari dulu memang memiliki kebiasaan begini, apalagi setelah istriku pergi, setelah itu Xela pergi, setelah itu pekerjaan ku dan sekarang masalah lagi soal adik Xela, Max..." balas Marito. "Aku akan kembali untuk membersihkan nya, atau kau bisa pulang dulu setelah itu kita tentukan tempat untuk bicara berdua,"

"Ehehehemmm, ok," Chandrea membalas lalu Marito berjalan ke kamar mandi.

Chandrea kembali terdiam. "Jadi, nama nya Max, dia memberikan nama yang sangat Inggris pada anak anaknya..." pikirnya, tapi ia melihat ke sekitar dan mulai berpikir soal banyaknya sampah di sana.

"Hm... Tak apa bukan..." ia tersenyum kecil.

Tak beberapa lama kemudian, Marito benar-benar telah membersihkan dirinya dengan sangat teliti, dia bahkan membersihkan wajahnya, mencukur jenggot yang tumbuh, juga merapikan rambutnya itu, dia mencoba membuat tubuhnya tetap rapi hingga kemudian selesai, ia memakai baju yang baru saja di cuci kemudian keluar dari kamar mandi, tapi betapa terkejutnya dia, melihat punggung belakang Chandrea yang tengah mengambil sesuatu di bagian meja kecil, ia terdiam melihat itu bahkan hampir tergoda.

Lalu Chandrea berdiri tegak membuatnya langsung menggelengkan pandangan. "(Apa yang sebenarnya aku lihat...)" ia juga melihat sekitar dan di saat itu juga menyadari rumahnya bersih.

Chandrea juga menyadari dia sudah selesai. "Oh, ehehehemmm halo..." ia tampak membawa plastik sampah dan meletakan nya di pojokan pintu, tak hanya satu melainkan banyak plastik sampah, dia sudah membersihkan semua tanpa terkecuali.

"Kau, membersihkan semua ini?" Marito menatap.

"Ehehehemmm.... Kau hanyalah orang yang tak lain dari pekerjaan kantormu, aku masih ingat di kantor polisi yang tidak pernah rapi, meja mu pun juga tampak berantakan dan tak di sangka, kau memiliki kebiasaan ya."

"Chandrea.... Aku tidak pernah berharap kau akan membersihkan nya..."

"Eheheemmm ini baik-baik saja.... Aku juga sudah selesai..." balas Chandrea sambil menepuk nepuk tangan nya kemudian duduk di sofa. "Jadi, bisa mulai?"

Marito menghela napas panjang dan duduk di sofa satunya. "Apa yang ingin kau ketahui?"