webnovel

Jadi Pahlawan Lagi?

Entah karena kesialan atau keberuntungan, Sakaki Hiyama baru saja dikirim ke sebuah dunia lain setelah mati gara-gara tertabrak truk dan tercebur masuk ke dalam sungai dalam keadaan mabuk. Di luar dugaan dia ternyata dikirim ke sebuah dunia lain yang dulu pernah diselamatkannya pada saat dia masih berumur 16 tahun, Eos. Dimulailah kehidupan Sakaki yang damai di dunia lain. Setidaknya aku, Sakaki, yang menarasikan semua ini berharap hal tersebut akan terjadi kepadaku tapi ternyata malah sebuah kehidupan yang penuh akan petualangan berbahaya dan juga pertarungan menantiku. Kenapa aku kembali jadi [Pahlawan] sih?!

MikaMika · ファンタジー
レビュー数が足りません
26 Chs

Chapter 5

Mahluk itu, mahluk dengan sayap lebar menghiasi punggungnya dengan warna keperakan yang seolah menyilaukan mata, turun menapak ke atas bumi setelah selama beberapa saat melayang di atas udara.

Aku yang melihat hal ini pun langsung mengerti mengapa para prajurit dari kerajaan Astalfit langsung berusaha untuk kabur tanpa mempedulikan keberadaan kami, [Pahlawan Legendaris].

Mereka sudah takut duluan sehingga tidak bisa berpikir dengan lurus dan tenang.

Karena mahluk yang berada tepat di hadapan mereka begitu menakutkan di mata mereka.

Mahluk bersisik berwarna perak dengan empat kaki yang terkesan kuat dan kokoh.

Di setiap kaki milik mahluk tersebut terdapat semacam cakar yang terlihat tajam dan bisa merobek apapun dengan mudahnya bahkan tanpa kesulitan berarti.

Kembali dia meraung lalu pandangannya di arahkan kepada diriku ini.

Sakaki Hiyama ini yang sedang tercengang dengan pemandangan di hadapan matanya.

"[Silver Dragon]?!"

Teriakku sembari menoleh ke arah Kaito juga kawan-kawannya.

"Kalian semua cepatlah bersembunyi di manapun juga, biarkan aku yang mengurusi semuanya!"

"Ke—kenapa?"

Pada saat seperti ini juga Kaito masih menanyakan perintahku.

"Bukankah kau tadi bisa mengalahkan para prajurit dengan mudahnya, apalagi jumlah mereka begitu besar. Apakah naga ini sebegitu berbahayanya, Sakaki-san?!"

"Sudah bukan berbahaya lagi, mahluk ini adalah [Monster]:[Rank A] berbeda dengan para prajurit tadi yang berada di kisaran [Rank C-D], mahluk macam ini bisa digolongkan sebagai pembawa malapetaka!"

[Rank System]… di dunia ini terdapat sebuah sistem untuk menggolongkan semua mahluk hidup.

Dalam kasus ini [Silver Dragon] yang ada di depanku berada di [Rank A], sekitar dua atau tiga tingkat di atas para prajurit yang berusaha untuk menyerang kami.

Tapi hanya dengan perbedaan dua tingkat tersebut sudah terasa sekali bedanya.

[Rank A] sudah mampu untuk menciptakan malapetaka kecil dan monster macam itu sebenarnya bisa kutangani dengan mudah…

Sayangnya tidak dengan [Silver Dragon], kompakbilitasku dengan [Monster] ini begitulah rendah.

Alasannya adalah karena sisik yang dimilikinya memiliki kemampuan untuk menahan berbagai sihir yang digunakan untuk menyerang dia dan maksud dari menahan tersebut adalah seranganku masih bisa bekerja tapi sayangnya tidak akan menimbulkan efek yang besar seperti pada saat aku menyerang musuh biasa.

Buruk, ini begitu buruk.

[Monster] dengan [Rank] yang enteng seperti ini seharusnya bisa kukalahkan dengan mudah dalam beberapa kali serangan tapi karena dia memiliki kemampuan menahan sihir… aku berada di pihak yang tidak diuntungkan di sini.

"Membawa malapetaka…"

Gumam Kaito seolah tidak percaya dengan perkataanku.

Dia pasti bertanya-tanya mengapa dia berada di situasi semacam ini sekarang, suatu situasi yang begitu buruk sampai membuatku tertawa yang akan membuatku dipandang seperti orang gila di mata orang lain.

Namun itulah kebiasaanku.

Dalam berbagai situasi aku tetap bisa tertawa entah itu tawa kesenangan, kesengsaraan, kesedihan, atau sekedar pelarian diri dari kenyataan.

Kebiasaan yang kugunakan untuk menenangkan diri…

Pada saat aku melihat Kaori dan Shigure, aku bisa melihat kalau mereka ketakutan setelah mendengarkan perkataanku dan kehilangan kekuatan untuk berdiri apalagi berlari.

Shizuka…

Dia masih tak sadarkan diri seperti sebelumnya.

Ah, sial, sial!

Apa yang harus kulakukan?

Aku bisa saja memasang [Barrier] untuk melindungi mereka tapi tetap saja aku tidak tahu apakah [Sihir] milikku masih memiliki tingakatan yang sama untuk digunakan membuat [Barrier] atau semacamnya!

Namun sebelum aku sempat memutuskan, [Silver Dragon] sudah berlari ke arahku sambil memasang tatapan yang seolah-olah merendahkan diriku.

Aku pun dengan cepat segera memasang [Barrier] ke arah Kaito dan lainnya sementara itu aku sendiri langsung berlari ke arah [Silver Dragon].

"""Sakaki-san!"""

Mereka bertiga berteriak secara bersamaan sementara aku masih tetap terus menginjak bumi secara berulang dengan tempo cepat sampai beberapa kali melayang atau dalam kata lain beralari.

Tidak ada cara lain, mari kita mencoba untuk menggunakan sihir sekarang!

Tanganku mengadah ke arah wajah sang Naga.

Sebuah bola api bisa terlihat terbentuk di tanganku lalu meluncur ke arah wajah Naga itu.

Namun ekornya segera bergerak untuk menepis bola api tersebut, bola api itu langsung meluncur balik ke arahku dengan cepat.

"Wah, gawat…"

Dengan refleks tubuhku walau memiliki kemampuan yang sama dengan saat aku dulu masih menjadi seorang [Pahlawan] tapi tetap saja insting milikku sudah lumayan tumpul.

Serangan balik ini adalah sesuatu yang tidak terduga.

Aku tidak bisa melakukan apapun selain menerima serangan balik tersebut secara langsung, pada saat aku menoleh ke arah yang lainnya bisa dilihat jika wajah mereka menunjukan keputusasaan.

Ah, maaf ya.

*BOOM!*

Ledakan tersebut memekakan telinga dan membuatnya seolah tak bisa berfungsi lagi untuk sementara waktu.

Pada saat itu juga ledakan tersebut membuat semuanya terlihat gelap selama sesaat.

Namun secara perlahan pandanganku kembali seperti semula dan yang berada di hadapanku adalah sebuah lubang.

Sepertinya ledakan tersebut menciptakan sebuah lubang dengan diriku yang berdiri tepat di tengahnya.

Aku melihat ke arah pakaianku dan hanya bisa membunyikan lidahku.

"Oi, oi, ini Jas bermerek lho! Berani sekali kau menghancurkannya!"

Jas mahal pemeberian bos baru saja menjadi bekas dari wujud sebenarnya, bahkan pakaian yang sekarang kukenakan tidak bisa dipanggil sebagai sebuah Jas lagi melainkan kumpulan kain yang menyatu dan menutup bagian penting tubuhku.

Terutama untuk menutupi harga diri tetinggi milikku.

Maaf ya aku tidak bisa dibunuh dengan mudah!

Sang Naga terlihat terkejut dengan apa yang terjadi.

Ini semua berkat [Blessing] yang sebelumnya kumiliki sepertinya.

[Elementalist Wizard]…

[Blessing] yang membuat pemiliknya bisa menggunakan berbagai [Sihir] jenis [Elemental] tanpa batas kecuali dari imajinasi dan [Kekuatan Sihir] oleh pemilik [Blessing] tersebut.

Aku tahu seberapa besar [Kekuatan Sihir]-ku setelah melakukan pemeriksaaan oleh Penyihir Kerajaan dan aku menemukan jika aku memiliki [Kekuatan Sihir] yang besar, sebelumnya hal ini tidak dilakukan kepadaku karena Ougon ragu aku adalah seorang [Pahlawan] yang bisa menggunakan [Sihir].

Yak, sekarang siapa yang bisa dibilang orang paling jago dalam menggunakan [Sihir] di sini?

Jawabannya adalah aku, Sakaki Hiyama ini.

Selain itu [Blessing] ini juga memberikan efek lain yaitu ketahanan bahkan kemampuan untuk melakukan negasi ke [Sihir] lawan yang diarahkan kepadaku.

Dengan kata lain, aku bisa selamat dari serangan [Sihir] tadi karena [Blessing] itu tadi.

Wah, [Blessing] ini memang fleksibel dan memiliki banyak kegunaan pada saat bertarung melawan [Pengguna Sihir] lainnya.

Aku menoleh ke belakang dan semuanya kecuali Shizuka yang tentunya masih tak sadarkan diri terlihat terperangah.

Mulut mereka terbuka dan mata mereka mengerjap.

Aku hanya mengacungkan jempol lalu tersenyum dan jempol itu kuarahkan kepada sang Naga.

Dengan cepat aku mengarahkan jempol tersebut ke bawah sambil tersenyum.

*Gruaaaaaaaa!*

Naga itu sepertinya marah karena aku tidak mati tapi aku juga bisa merasakan perasaan jika dia berusaha untuk menantangku dengan mengeluarkan raungan tadi.

Senyum masih mengambang di wajahku, lalu aku mengambil jarak dengan melakukan gerakan lompatan ke belakang.

Ah, karena aku adalah [Pahlawan Legendaris] sudah tentunya fisik tubuhku lebih hebat daripada manusia lainnya bahkan dari para olahragawan yang sedang berada di kondisi puncak, dalam sekali lompatan aku sudah berhasil mundur beberapa meter.

Aku kembali di antara tubuh para prajurit yang tidak sadarkan diri.

Tanganku kembali mengadah, namun kali ini yang keluar adalah sebuah belaian angin yang pelan dan halus.

Tetapi angin itu perlahan memiliki arus yang semakin kuat bahkan mulai mengitariku dengan kecepatan yang cukup kencang.

Secara perlahan pedang para prajurit yang berjatuhan mulai terangkat naik ke atas.

Aku menarik nafas dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan.

Mari kita melakukan sedikit perubahan strategi di sini.

"Kalau kau tidak bisa dilukai oleh [Sihir] maka mari kita menggunakan cara lainnya untuk menghadapimu, bagaimana dengan serangan dari tusukan belasan pedang?"

Hal yang aku lakukan ini terinspirasi dari salah satu Anime yang pernah kutonton sebelumnya.

Salah satu tokoh dari Anime tersebut bisa mengeluarkan pedang dari kekosongan dengan menggunakan kemampuannya yang memungkinkan untuk memanggil senjata dari ruang dimensi yang berbeda dengan tempat dimana dia berada, lalu pedang tersebut akan melesat ke arah lawannya.

Aku lebih terinspirasi dengan pedang yang melesat ke arah lawannya sih…

Senyuman di wajahku semakin melebar dan pasti akan terlihat semakin menakutkan dari luar, aku yakin sekarang kalau senyuman sudah menghilang dari wajahku dan digantikan dengan sebuah seringai yang menunjukan betapa arogannya diriku.

Sepertinya Naga itu menyadari apa yang akan terjadi sehingga dia langsung memutuskan untuk mengepakan sayapnya untuk segera terbang ke atas langit sana.

"Hahaha! Kenapa aku tidak berpikir untuk menggunakan strategi semacam ini sejak tadi ya? Ha~ sepertinya skill-ku memang sudah menumpul."

Bersamaan dengan kaki sang Naga melompat dari atas tanah yang ditapakinya dan menciptakan getaran juga angin yang hebat, pedang yang berada di sisiku langsung meluncur ke arahnya.

Ah, sepertinya karena arus angin yang muncul secara tiba-tiba karena kepakan sayap dari Naga itu mengganggu anginku sehingga mereka terlihat seperti terhenti di atas udara.

Tapi…

Aku tidak akan membiarkannya!

Kugunakan [Kekuatan Sihir] yang kumiliki dan kutuangkan semuanya ke [Sihir] angin yang sedang membawa pedang menuju kemenangan tersebut.

Dengan cepat pedang tersebut segera menusuk masuk ke dalam melewati angin yang sebelumnya menghalangi dan mulai mengejar sang Naga yang berusaha untuk terbang ke atas.

*Graaaaaaau!*

Sekali lagi dia meraung dan kemudian secara medadak dia berusaha untuk berbelok dan kembali ke arah tanah, lebih tepatnya ke arahku.

Sepertinya dia merencanakan untuk membawa diriku juga dalam kematian.

"Walau aku tidak meiliki niat untuk mati dua kali tapi datanglah ke arahku!"

Sebenarnya pedang dengan jumlah belasan tidak akan cukup untuk menghabisi Naga ini, paling parah mungkin bisa membuatnya terluka sampai harus mundur.

Tapi tak apa, aku akan menghadapinya.

Dari mulutnya aku bisa melihat ada semacam asap keluar dari mulutnya.

Ahh, [Silver Dragon] kah… karakteristiknya berada di dalam kemampuannya untuk menggunakan berbagai macam semburan dari mulutnya bahkan menggabungkannya.

Sepertinya apa yang digabungkannya adalah air dan angin sehingga akan tercipta semacam semburan badai dari mulut milik si Naga.

Aku hanya tersenyum dan mengarahkan tanganku ke atas untuk menyiapkan sihir berikutnya.

Pada saat jarak kami sudah terpotong menjadi sekitar 10 meter, di sanalah semuanya dimulai.

Sementara pedang-pedang yang berada di belakangnya bergerak dengan cepat ke arahnya, Naga itu kelihatannya tidak mempedulikannya dan lebih berfokus kepada keberadaanku saja.

Bagi orang biasa susah untuk mempertahankan beberapa [Sihir] di saat yang bersamaan tapi baiku… hal semacam itu bukanlah masalah yang berarti!

"Datanglah!!"

Teriakanku menggelegar tak kalah dengan raungan Naga tersebut.

Semburan dari air dan angin yang dingin dan juga seolah menusuk tulang langsung terarahkan kepada diriku.

Sementara itu aku langsung meneriakan nama [Sihir] yang akan kugunakan untuk menambah semangat.

"[Fire Burst]!!"

Sebudah ledakan yang menyembur dan meluncur ke atas muncul di saat yang bersamaan dengan sebuah lingkaran sihir di tanganku mulai melebar mencapai diamter sekitar 5 meter.

Kedua semburan tersebut bertemu, begitu mereka berdua langsung saja tercipta kontak adu kekuatan dimana selama beberapa saat semburan badai milik Naga tersebut berhasil mendorong [Fire Burst] milikku, tapi itu semua tidak bertahan lama pada saat aku memompa [Kekuatan Sihir] milikku lagi.

Dengan menghisap [Mana] yang berada di sekitar lalu mengirimkannya ke pusat tubuh yaitu daerah sekitar perut dan menyebarkannya ke luar sebagai [Sihir].

Aku menghisapnya dalam jumlah yang banyak dan menggunakan sekaligus mengeluarkannya dengan banyak juga.

Aku ingin sekali berteriak ORAORAORA tapi sayangnya aku takut tidak akan ada banyak orang yang paham apa yang sedang kulakukan dan siapa yang kutirukan

Secara perlahan semburan apiku semakin merangkak naik dan mendorong balik semburan sang Naga.

Mata Naga itu mengerjap menunjukan keterkejutannya, sepertinya dia tidak pernah melihat seorang manusia yang bisa menandinginya bahkan melebihinya dalam adu kekuatan seperti sekarang.

Semburan api tersebut semakin merangkak naik dan mendekati moncong mulut si Naga.

Dia segera berhenti menyembur dan mencoba untuk melarikan diri kembali ke atas dengan [Fire Burst] masih mengejarnya dari bawah.

Tapi dia melupakan satu hal!

*Swuuuuush*

*Jleb* *Jleb* *Jleb*

Suara sesuatu yang terdengar seperti memotong sebuah daging tersebut terdengar tak mengenakan di telingaku sampai membuatku mengalihkan pandanganku sebentar dari sang Naga sebentar.

Begitu aku menoleh kembali ke atas, aku bisa melihat kalau sang Naga berhenti mengepakan sayapnya.

Dia meraung-raung, sebuah raungan yang berbeda dengan sebelumnya karena kali ini yang terdengar adalah raungan kesakitan.

Menggunakan kaki depannya, ia berusaha untuk memegangi mata kirinya yang baru saja tertusuk oleh pedang-pedang yang tadi mengejarnya.

Sementara dia bergerak tepat ke arah serangan pedang tersebut dan langsung tertusuk oleh pedang-pedang tersebut, hal yang tak kusangka adalah matanya yang menjadi sasaran dari pedang tersebut.

Aku sama sekali tidak menspesifikkan bagian tubuh mana yang akan dikenai oleh pedang tersebut sehingga mendapatkan mata merupakan sebuah kejutan yang sama sekali tak terduga!

Naga itu kemudian memandangku menggunakan matanya yang tidak terluka yaitu mata kanannya.

Sekali lagi, aku bisa membaca apa yang dia inginkan kepadaku dengan menatap matanya.

'Seorang manusia melukaiku?!'

Itulah pasti apa yang dipikirkan oleh Naga tersebut.

Karena dia terkesan arogan dan yakin dengan dirinya maka aku yakin akan hal itu.

Naga tersebut pedang dengan sangat tidak seimbang, berusaha untuk melarikan diri setelah mendapatkan luka yang mungkin adalah luka pertamanya.

Aku yang melihatnya dengan sebuah seringai lalu menarik nafas panjang dan segera menjatuhkan diri di atas tanah yang berada di dalam sebuah lubang.

"Hwaaaaa! Itu tadi benar-benar nyaris, anda saja pedang itu tidak menusuk mata milik naga itu maka dapat dipastikan jika dia bisa saja kabur dan kembali menyerangku, dengan situasi sekarang sih tidak mungkin dia kembali."

Segera setelah aku mengucapkan rasa bersyukurku [Sihir]:[Barrier] yang mengelilingi Kaito dan lainnya segera kuhilangkan.

Mereka langsung berlari ke arahku dan menerikan namaku.

"Oh baguslah kalau kalian selamat."

"Seharusnya hal semacam itu adalah kata-kataku!"

"Benar sekali, Sakaki-san!"

"Anda terlalu berlebihan dan membahayakan diri tadi!"

Semuanya sepertinya panik walau aku bisa melewati pertarungan tadi dengan keadaan selamat walau pakaian yang kugunakan berubah menjadi potongan kain saja…

"Tapi…"

Air mata yang menetes lalu turun dan jatuh ke tanah mulai keluar dari kelopak mata milik anak laki-laki tampan di depanku.

"Terima kasih sudah menyelamatkan kami dan tidak meninggalkan kami…"

Wah, dia sebegitu takutnya tadi kah?

Aku pun menepuk pundaknya lalu tertawa dengan keras.

Bertindak seperti seorang pria dewasa yang dapat diandalkan adalah sesuatu yang sangat penting untuk menenangkan seseorang yang jauh lebih muda denganmu dan dia sedang terguncang.

Walau aku tadi terlihat begitu tenang dan handal dalam menangani suasana tapi jujur beberapa kali aku merasa lebih baik aku kabur dari semua ini… tapi tu sama sekali tidak akan terlihat keren.

Sifatku yang memiliki harga diri tinggi di luar dugaan berguna juga pada saat seperti ini.

"Tidak usah khawatir, tak ada yang perlu ditakutkan selama ada diriku, Kaito-kun!"

"I—iya!"

Sambil mengusap air matanya dia kemudian menaikan kepalanya untuk memandangku dan dia kemudian tersenyum ke arahku.

"Itu juga berlaku untuk kalian berdua!"

Kedua gadis tersebut saling menatap lalu tersenyum dan kemudian mengarahkan panadangannya ke arahku dan berteriak, "Baik!" secara bersamaan.

"Ngomong-ngomong, dimana Shizuka?"

"Ah, Shizuka… dia berada di dalam kereta seperti yang tadi kau perintahkan Sakaki-san."

"Baiklah sekarang saatnya untuk melihat keadaanya."

Aku pun berjalan ke arah kereta sambil memasang wajah terramah yang bisa kubuat.

Aku bisa melihat kalau Shizuka baru saja bangun dan mulai berjalan ke luar dari kereta sambil mengusap matanya.

Dia terlihatnya kebingungan akan apa yang baru saja terjadi, yah wajar saja dia baru saja bangun dari pingsan.

"Eh, dimana para prajurit itu?"

"Hah, bagus. Sepertinya kau sudah sadarkan diri."

"Ha—paman kah rupanya, dimana orang-orang yang… KYAAAAAAH!"

Heh?

Kenapa secara tiba-tiba dia berteriak?

Begitu aku menoleh ke belakang aku juga melihat kalau wajah dari para gadis memerah sambil mereka berusaha untuk menutupi mata mereka sementara Kaito hanya terperangah saja seolah sedang kehilangan jiwanya, matanya mirip ikan mati dan aku baru tahu seorang laki-laki yang tampan bisa membuat wajah semacam itu.

Aku pun melihat ke arah tubuhku—APAAAAAAAA?!

Pakaian yang kukenakan telah lepas dari tempatnya dan berjatuhan ke tanah karena mereka pada dasarnya hanyalah kumpulan kain saja, rasanya memang sudah keajaiban kalau pakaian semacam ini bisa terus menempel di tubuhku sampai akhir.

Tak lama kemudian aku juga menyadari kalau celanaku sebenarnya ikut terbakar juga dan secara perlahan terlepas dari tempatnya sehingga senjata suciku bisa terlihat…

"DASAR PAMAN MESUM!"

"Tidak! Ini salah paham!"

*BUAAAAAGH!*

"Gyaaaaaaaaaaaah~!

Pada saat itu, Sakaki Hiyama harus merasakan ketakutan dan rasa sakit yang lebih hebat daripada ketika ia harus menghadapi seekor [Silver Dragon].