webnovel

Jadi Pahlawan Lagi?

Entah karena kesialan atau keberuntungan, Sakaki Hiyama baru saja dikirim ke sebuah dunia lain setelah mati gara-gara tertabrak truk dan tercebur masuk ke dalam sungai dalam keadaan mabuk. Di luar dugaan dia ternyata dikirim ke sebuah dunia lain yang dulu pernah diselamatkannya pada saat dia masih berumur 16 tahun, Eos. Dimulailah kehidupan Sakaki yang damai di dunia lain. Setidaknya aku, Sakaki, yang menarasikan semua ini berharap hal tersebut akan terjadi kepadaku tapi ternyata malah sebuah kehidupan yang penuh akan petualangan berbahaya dan juga pertarungan menantiku. Kenapa aku kembali jadi [Pahlawan] sih?!

MikaMika · ファンタジー
レビュー数が足りません
26 Chs

Chapter 18

Hal yang paling tidak kuinginkan pun terjadi.

Hal yang paling tidak kuinginkan tersebut sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar buruk, justru sebenarnya mereka terdengar begitu baik setidaknya menurut orang lain yang menginginkan reputasi, kekayaan, atau hal semacamnya dengan cepat.

Seperti itulah kedaaan 'baik' dari diriku, Sakaki Hiyama dan Hayamaru Shigure yang sedang berdiri tepat di depan konter Adventure Guild.

Sementara Shigure memasang senyum manisnya dan memandangiku dengan pandangan yang sungguh membuatku tidak tahan untuk menghindarinya karena mereka terasa berlebihan, diriku sedang berhadapn dengan Demias yang berkali-kali menggaruk kepala botaknya sembari melakukan pemastian akan apa yang kulaporkan kepadanya benar dengan surat di dekapan tangannya.

Jujur, hal ini membuatku merasa sangat tidak enak.

Maksudku adalah, semua orang sedang memandangi kami semua.

Ditambah lagi semuanya saling berbisik.

"Katanya dia berhasil menyelamatkan satu desa dari serangan Undead lho."

"Bukannya si gadis Rank A yang melakukannya?"

"Para penduduk desa bersikeras kalau pria berambut putih itu yang berhasil mengalahkan pemimpin para Undead tersebut, bahkan katanya dengan menggunakan tangan kosong."

"Apa? Dia ini memangnya monster ya?"

"Tapi bukankah Rank miliknya F?"

Bisikan kalian itu bisa kudengar, tak peduli seberapa besar usaha kalian berusaha untuk mengecilkan suara kalian, dengan skill [Keen Sense] milikku maka semua indra milikku menjadi lebih tajam dan tentunya ini berarti rangsangan dalam bentuk rasa sakit dan semacamnya menjadi lebih besar juga atau dalam artian yang lain skill ini adalah pedang bermata dua.

Syukur saja selama aku berada di dunia lain untuk kali kedua ini aku masih belum pernah benar-benar merasakan rasa sakit yang teramat sangat sampai bisa membuatku menjerit layaknya orang gila.

Helaan napas keluar dari mulutku dan Shigure yang sedari tadi memandangiku akhirnya membuka mulutnya.

"Sakaki benar-benar hebat! Bisa menghancurkan si Skeleton apalah itu dengan tangan kosong saja! Aku hanya tahu kalau kau pandai menggunakan sihir dan pedang tetapi ternyata kekuatanmu tidak terbatas dengan kedua hal itu saja!"

Dari cara bicaranya Shigure terkesan begitu mengagungkan diriku walau padak kenyataannya aku adalah seseorang yang sebenarnya tidak begitu hebat kalau mengingat akan adanya keberadaan lebih baik orang atau monster yang jauh lebih luar biasa dariku.

Seperti para Penyihir Tujuh Menara dan Empat Dewa Pedang….

Kalau dibandingkan dengan mereka maka kekuatanku ini sama sekali tidak ada apa-apanya lho, beneran.

Penyihir Tujuh Menara bisa menggunaakn sihir buatan sendiri kapanpun mereka mau dan bisa, sementara Empat Dewa Pedang bisa menebas monster dengan tingkat apapun hanya dalam sekali serang saja….

Tapi kalau mengingat ada seorang pria yang bisa memukul mundur seekor Naga, menghabisi Undead, dan melakukan berbagai macam pencapaian yang seharusnya mustahil untuk orang yang baru saja sampai di dunia ini….

Rasanya aku juga akan memberikan penghormatan yang teramat sangat kepada orang itu.

Kecuali kalau orang yang merasakannya sendiri, seperti diriku, maka aku rasa hal semacam itu tidak kuperlukan karena jujur malah membuatku menjadi semakin gugup untuk menghadapi keadaan sekitar.

Aku akan berbicara jujur di sini.

Menjadi pusat perhatian itu beneran nggak enak!

Seperti sekarang ini.

"Jadi, anu… Sakaki. Sepertinya perkataanmu itu benar mengenai kau berhasil menyelamatkan satu desa yang diserang oleh kumpulan Undead… dan kau melakukannya seorang diri."

"Aa, tentu saja. Memangnya kapan aku pernah berbohong?"

"Te—tentu saja aku tidak akan meragukan hal semacam itu mengingat kalau ini adalah hal yang dilakukan oleh orang sepertimu tetapi…"

Demias mendekatkan wajahnya ke arahku kemudian berbisik dengan perlahan.

"Kau ini benar-benar serius ya? Aku kan sudah bilang kepadamu kalau kami memberikan Rank F kepadamu itu supaya kau tidak menarik perhatian dan hanya dalam waktu setengah hari kau berhasil menghancurkan itu semua. Kau ini memang memiliki Skill yang sulit untuk dipercaya pada saat kita menggunakan [Estimation Stone] tapi sampai bisa mengalahkan calon Raja Iblis itu sudah hal yang sulit untuk dipercaya."

"Aku serius woi, Skeleton Knight itu tidak salah lagi adalah calon Raja Iblis."

"Menurut laporanmu kau bisa yakin kalau dia adalah calon Raja Iblis karena aura yang kau rasakan darinya, benar kan?"

"Benar sekali."

"Bukankah itu berarti sama saja dengan kau maju tanpa bukti konkrit?"

"Coba lihat berapa level Skill yang memungkinkanku untuk merasakan aura dari seseorang atau sesuatu."

"… mereka ada di level maksimal."

"Kau mau bilang kalau perkataanku tidak terbukti?"

"Sekarang aku tarik ucapanku."

"Sama ini ada masalah lain…."

Wajah milik Demias kemudian menjadi serius pada saat aku mulai membahas soal 'masalah lain'.

Dia memicingkan matanya sembari memberikan tatapan tajam yang bisa menembus tubuh seseorang, kalau orang biasa yang mendapatkan tatapan ini maka besar kemungkinan mereka sudah melarikan diri.

Sementara aku?

Aku sudah terbiasa menghadapi tatapan ini.

Terutama pada saat atasanku tengah membahas soal rencana perusahaan untuk ke depannya.

Tetapi sudah begitu jelas kalau arti tatapan ini begitu jauh berbeda dengan urusanku bersama para atasan.

"Maksudmu kau yang langsung kehilangan kesadaran pada saat selesai mengalahkan Skeleton Knight aneh ini?"

"Benar sekali."

Hal semacam ini, sama sekali belum pernah terjadi kepadaku sebelumnya.

Kehilangan kesadaran setelah mengalahkan sesuatu atau seseorang, fenomena macam apa ini?

"Ditambah lagi mereka mengatakan kalau tubuh milik si Skeleton Knight yang berubah menjadi abu langsung berubah lagi menjadi asap hitam kemudian mengelilingi tubuhmu, namun hal semacam ini rasanya sudah umum terjadi kepada Undead yang baru saja dikalahkan."

"Anehnya hanya si Skeleton Knight saja yang berubah menjadi asap, sisanya? Mereka tetap menjadi kumpulan tulang belulang."

Demias terlihat berpikir dengan begitu keras.

Dia sudah tidak tahu apalagi yang sebenarnya terjadi kepadaku sehingga dia pun berusaha untuk menarik kesimpulan yang setidaknya bisa kita anggap sebagai hasil akhir perundingan sementara.

Tentu saja hal semacam itu sulit terwujud mengingat kami berdua saja tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Kemudian soal partnermu."

Demias memecahkan lamunanku yang sempat berjalan sebentar dan aku langsung menoleh ke arahnya.

"Ah, ada apa dengan Shigure?"

"Menurut laporanmu juga dia yang menyembuhkan seorang gadis Elf?"

"Memang benar."

"… dilihat darimanapun juga dia sama sekali tidak terlihat seperti orang yang memiliki pengalaman dalam menangani hal semacam itu."

Sebenarnya dia saja baru bisa menggunakan sihir miliknya setelah mendapatkan panduan dari Sakaki Hiyama seorang ini… mana mungkin tapi aku memberitahu si botak Demias ini hal semacam itu.

Maksudku, dia saja tidak bisa menebak kalau kami ini adalah orang dari dunia lain hanya dengan melihat penampilan kami berdua, kalau menjelaskannya maka yang ada hanya akan bertambah kerumitan yang ada.

"Dia memiliki beberapa penglaman dasar tetapi belum pernah sampai sejauh sekarang."

"Kau bilang hal semacam itu juga dan pada kenyataannya kau menuliskan kalau dia menyembuhkan gadis Elf yang terluka bakar parah."

"Maafkan aku yang sudah berbohong."

Harus kuakui kalau anggapn bahwa Demias itu di luar dugaan lumayan tajam juga sampai bisa menyadari hal semacam ini.

Kugaruk bagian belakangku sebagai tanda kalau aku sudah tidak tahu harus berbicara apa lagi.

Sementara itu aku baru menyadari kalau beberapa orang sedang mendekati Shigure dan mulai mengajaknya mengobrol.

Pada awalnya aku hendak melangkah maju untuk menghentikan mereka semua dalam waktu sedetik saja tapi pegangan pundak seorang pria botak tertentu menahanku.

"Jangan main tangan dulu, dengar mereka sedang berbicara apa."

"Hah, memangnya itu penting?"

"Lihatlah saja dulu, ingat kalau kesabaran itu adalah salah satu hal terpenting."

Mengikuti perkataan dari Demias aku pun menjadi sedikit lebih tenang dan memutuskan untuk tidak ikut campur dalam urusan Shigure yang dikerumuni oleh begitu banyak orang dan sebagian besar dari mereka adalah laki-laki.

"Tch. Dasar lolicon."

"Kau tidak punya hak untuk mengatakan hal itu lho, Sakaki."

Brengsek….

Akhirnya aku benar-benar mendengarkan apa yang dibicarakan oleh orang-orang yang mengurubungi Shigure.

"Apakah benar kau adalah partner dari paman ubanan itu?"

Baik, sudah ada satu orang yang masuk ke dalam list orang paling ingin kubunuh di dunia lain.

"Bagaimana kalau kau berpindah party saja? Kami membutuhkan orang hebat sepertimu."

Ah… yang ini walau agak membuat kesal tetapi lumayan juga, ini berarti ada yang mengakui kemampuan Shigure.

"Sebenarnya apa rahasiamu? Kudengar kau bisa menggunakan sihir penyembuhan kelas atas untuk menyembuhkan luka bakar dari seorang gadis Elf!"

Ouh, kali ini adalah suatu suara yang dipenuhi oleh semangat serta perasaan ingin tahu, sepertinya ada ayng ingin memeplejari rahasia dari balik penyembuhan Shigure.

Semakin lama aku berusaha untuk mendengarkan maka semakin aku disambut dengan berbagai perkataan yang cukup mengejutkan dimana kebanyakan dari mereka hanya penasaran dan ingin mengetahui seorang Shigure saja.

Tidak ada yang melakukan gerakan aneh-aneh.

Lebih tepatnya tidak ada yang berani karena tepat di sebelah mereka sudah ada manisfestasi dari monster itu sendiri sedang memandangi mereka sembari memasang seringai di wajahnya.

Maaf, monster itu adalah aku.

Entah kenapa melihat Shigure yang dikerubungi dan mendapatkan perhatian semacam ini juga telah membuatku menjadi sedikit tenang sekaligus senang.

Di luar dugaan sebegitu menariknya kah gadis kecil berambut perak yang menjadi partner-ku itu di mata orang lain.

Memang sih kalau kami berdua berjalan bersandingan maka akan terlihat begitu mencolok.

"Ah, anu… itu, sebenarnya aduh… anu…."

Walau sepertinya Shigure sendiri kelihatan begitu kesulitan untuk menjawab perkataan dari masing-masing penanya yang jumlahnya lumayan banyak.

"Uwah, Sakaki!"

Dia langsung berlari melewati kerumunan lalu segera bersembunyi di balik tubuhku.

Bisa kulihat kalau dia seperti ingin menangis saat ini juga.

Tanpa ada pilihan lain aku hanya bisa menenangkannya sambil mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Ada begitu ba—banyak orang, aku tidak tahu harus melakukan apa."

"Tenang saja, cukup ikuti arus."

"A—arus ya…."

Kenapa dari pandangan matanya aku sudah bisa menebak kalau dia tengah membayangkan hal yang begitu berbeda dari harapanku.

"Maksud dari arus adalah situasi dan kondisi saja, ikut mereka."

"Eh, bukan mengajak mereka bermain di pantai?"

"Aku tidak tahu apa yang sudah kau bayangkan tapi apapun itu saja sudah pasti amat salah dan berbeda artiannya dengan apa yang telah kukatakan."

Akhirnya setelah kutenangkan, Shigure kembali menghadapi kerumunan orang tersebut.

"A—anu… mohon bantuannya kalian semua! Aku akan berusaha untuk menjawab pertanyaaan kalian sebisa mungkin."

Sorakan penuh semangat langsung keluar, sebagai jawaban dari keinginan seorang Shigure.

Aku yang melihatnya hanya bisa agak tersenyum karena sudah menduga hal semacam ini lah yang akan terjadi.

Acara bicara antara Shigure dan para anggota Adventure Guild lain pun sudah dimulai tetapi aku sama sekali tidak perlu untuk ikut campur dalam hal ini.

Perhatianku kemudian kembali terfokuskan kepada Demias yang dari tadi menunggu urusanku dan Shigure selesai.

"Oh iya Demias. Bagaimana kabar dari gadis Elf yang kami bantu?"

"Kabarnya ya, kalau dari segi kondisi fisik maka dia bisa dibilang sudah jauh lebih baik tapi…"

"Tapi?"

Demias kelihatan agak ragu untuk melanjutkan perkataannya.

Dia menghela napas sambil menepukkan kedua tangannya.

"Bisa tidak kau melakukan sedikit permintaan kepadaku?"

"Permintaan?"

Tentu saja aku tidak bisa mengerti apa yang dimaksud permintaan oleh Demias, masih belum ada detail atau semacamnya yang telah diberikan kepadaku.

Apakah ini berarti akan ada misi lainnya?

"Quest?"

"Bukan kok."

"Kalau begitu apa?"

"Bisakah kau berbicara kepada gadis Elf kenalanmu itu?"

"Hah?"

Sebuah permintaan yang datang terlalu tiba-tiba serta tak diduga.

Bahkan olehku.

Aku hanya bisa memiringkan kepala sembari mendekatkan wajahku ke arah Demias.

Sebuah anggukan kepala dikeluarkan oleh Demias sebagai tanda kalau dia benar-benar serius pada saat mengatakan hal ini.

"Tapi kenapa?"

"Sepertinya dia tidak mau berbicara dengan orang lain, bahkan dengan orang Guild saja dia tidak mau buka mulut."

"Uwah, ini mah benar-benar merepotkan pada saat korban tidak mau bebicara."

"Oleh karena itu kau pasti bisa berperan besar pada saat seperti ini, Sakaki."

"Apa maksudmu?"

"Sebagai orang yang telah menyalamatkannya maka seharusnya dia mau membuka mulutnya untuk menanggapimu."

"Biasanya memang hal semacam itu yang akan terjadi sih…."

Aku sesaat melirik ke arah Shigure.

Apakah aku harus membiarkan Shigure berada di sini tanpa pengawasan sementara aku berbincang dengan Leena?

Tidak, tidak, hal semacam itu tidak mungkin.

Kalau seandainya ada pria playboy bangsat yang berhasil menggodanya maka itu berarti akan menjadi akhir dari kehidupan ber-Party milikku walau aku yakin kalau Shigure bukanlah jenis gadis yang mudah untuk digoda dan goyah.

Hanya saja rasanya berat sekali untuk mengambil kesimpulan sekarang.

"Kau jangan khawatir, aku akan menjaga partner-mu itu sementara kau berbicara dengan si Elf."

Demias memang memiliki penampilan yang kurang meyakinkan tapi entah kenapa aku bisa mempercayai perkataannya, dia bisa diandalkan pada saat seperti ini.

Aku lalu menganggukan kepalaku.

Hal ini kulakukan untuk meyakinkan diriku sendiri supaya bisa setidaknya menjadi lebih percaya diri.

"Baiklah, akan kutemui dia."

"Bagus kalau begitu. Dia ada di lantai dua, ruangan yang berada d lorong paling pojok sebelah kanan."

"Tempat ini luas kan, kau yakin aku tidak memerlukan bantuan seseorang untuk melewatinya?"

"Jangan khawatir, kau pasti bisa mencapainya sendiri. Apakah salah kalau aku mempercayai kemampuang seorang [Thousands Skill]?"

"[Thousands Skill]?"

"Ah, itu nama julukan yang dibarikan oleh para anggota Rank tinggi yang mengetahui soal keadaanmu."

"Ribuan skill kah… artinya memang tidak terlalu jauh dari diriku…."

Akhirnya, kakiku bergerak menjauhi konter dengan sebuah lambaian tangan lalu aku bergerak menaiki tangga.

Sekarang saatnya memiliki sedikit obrolan dengan Leena, sang gadis Elf yang telah kehilangan segalanya kah.