Ayhner membelai wajah Shelia yang terlelap dipelukannya. Ayhner menyeka peluh yang ada di dahi Shelia,akibat dari sisa pergumulan beberapa waktu lalu.
Setelah ketegangan yang berlangsung beberapa hari,akhirnya Ayhner benar-benar mewujudkan keinginan Shelia. Ayhner kembali menyentuh Shelia. Bagaimanapun, Shelia adalah istrinya dan Ayhner harus mempertanggungjawabkan apa yang telah dipilihnya. Meskipun rasanya aneh saat menyentuh Shelia, tapi Ayhner harus membuang jauh-jauh pikirannya yang selalu berputar pada Valeri.
Hari ini rencananya Ayhner akan mendatangi rumah Axton untuk memastikan apakah Valeri benar-benar ada di rumah tersebut.
Entah mengapa Ayhner sedikit terusik saat mendengar Valeri berada bersama Axton.Ada perasaan cemburu,benci dan marah seketika itu juga. Dan Ayhner pun tidak tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi padanya. Padahal awalnya Ayhner sangat membenci Valerie. Tapi begitu melihat perempuan tersebut terpuruk dalam hidupnya, ada setitik rasa iba yang tiba-tiba hadir di dalam hati Ayhner. Dan membuat hati pria tersebut serasa jungkir balik.
Ini salah dan Ayhner tahu itu. Ini tidak adil untuk Shelia. Tapi ini diluar kendali Ayhner sendiri.
Ayhner kemudian turun dari ranjangnya perlahan. Dia turun sepelan mungkin agar tidak mengganggu Shelia yang tengah tertidur pulas. Kali ini Ayhner merasa benar-benar menjadi suami yang sangat kejam. Bahkan, setelah menghabiskan pergumulan panas bersama dengan istrinya, Ayhner masih memikirkan keberadaan Valeri.
Dengan cepat, Ayhner meraih ponsel yang berada di atas nafas. Ayhner lantas bergegas menghubungi Leo, asisten pribadinya. Bagaimanapun juga, ia harus tahu keberadaan Valerie sebenarnya berada di mana.
Dengan cepat Ayhner mendial nomor Leo dan menghubunginya. "Bagaimana? apakah sudah ada kabar tentang Valeri?" tanya Ayhner dingin.
"Maaf Tuan, kami kesulitan menemukan mobil nyonya muda. Kami kehilangan jejak," ucap Leo penuh penyesalan.
"Baiklah, jika begitu hentikan pencarian mu aku akan mencarinya sendiri. Sepertinya aku tahu dia berada di mana," lanjutnya. Ayhner kemudian mematikan panggilan secara sepihak.
Ayhner lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membasuh diri. Tanpa Ayhner sadari, Shelia membuka matanya perlahan bersamaan dengan Ayhner yang menutup pintu kamar mandi. Tangan Sheliaterkepal. Ada satu titik bening yang keluar dari matanya. Hatinya begitu sakit setelah mendengar Ayhner akan menemui wanita itu lagi. Seharusnya, bisa saja Ayhner menyuruh Leo atau orang lain untuk mencari Valeri. Ayhner tidak perlu repot-repot menyibukkan diri mencari Valeri. Tapi nyatanya Ayhner lebih memilih mencari Valeri sendiri.
Dengan penuh sesak dan amarah, Shelia kembali memejamkan matanya, mencoba untuk tidur di antara rasa sakit yang kian menghujam jantungnya.
Ayhner menepikan mobilnya tepat di depan rumah megah milik Axton. Perlahan Ayhner turun dari mobilnya dan mengamati keadaan di sekitar rumah megah tersebut. Ada sekitar lima penjaga yang berada di depan rumah Axton. Ternyata benar apa yang ada dipikiran Ayhner. Bahwa penjagaan di rumah Axton akan sangat ketat. Mengingat ada Valeri di dalam sana. Axton pasti juga menyadari jika dirinya pasti akan berkunjung ke sana. Hanya saja, mungkin Axton mengira Ayhner berkunjung untuk mencari mobil Shelia. Padahal sebenarnya, Ayhner lebih tertarik pada Valeri, pelaku pencuri mobilnya.
Ayhner akhirnya mendekati salah satu penjaga. Terlihat lima penjaga itu kemudian membentuk barisan untuk menghalangi pintu masuk. Ayhner tersenyum tipis.
"Apa aku bisa menemui Axton?" tanya Ayhner tenang. Kelima penjaga itu bukannya saling menjawab, malah justru saling tatap.
"Maaf Tuan Axton sedang tidak berada di rumah," jawab salah satu penjaga.
"Apa di sini kedatangan tamu seorang wanita muda dengan membawa mobil berwarna merah?" tanya Ayhner hanya sekedar basa-basi. Ayhner suka sekali menggoda penjaga Axton yang terlihat kebingungan.
"Lagi pula, Tuan Axton sedang berada di tempat lain dan di sini tidak ada tamu sama sekali."
Ayhner tersenyum. Dalam hati Ayhner berpikir apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Axton? Kenapa Axton seakan ingin menyembunyikan Valeri.
"Aku tahu wanita bernama Valerie berada di sini. Kalian tentu mengenal wanita itu, bukan? Jika sampai aku menemukan dia di dalam dan kalian terbukti berbohong padaku, maka aku tak segan-segan untuk menghilangkan nyawa kalian!" ucap Ayhner kemudian.
"Tapi Tuan, tidak ada perempuan bernama Valeri di sini. Dan Tuan Axton pun sedang tidak berada di rumahnya. Tuan Axton sedang keluar kota. Dia hanya berpesan Jika ada yang mencarinya maka bisa meninggalkan pesan." Ayhner kesal. Dengan cepat dia mengambil senjata api yang berada di balik kemejanya dan mengacungkannya tepat di kepala penjaga tersebut.
Keempat penjaga tersebut terkejut setengah mati mendapati salah satu teman nya sedang dalam bahaya.
"Izinkan aku masuk atau ku habisi nyawa mu!" geram Ayhner penuh amarah. Penjaga itu saling berpandangan antara menuruti perintah Ayhner atau menuruti pesan dari bosnya yaitu Axton. Tapi, jika mereka tidak mengikuti arahan Ayhner, salah satu dari mereka pasti akan mati.
"Baiklah Tuan, kami akan membukakan pintu. Tapi berjanjilah untuk tidak membuat keributan. Silakan bawa apa yang menjadi milik anda dan jangan membuat kami kesulitan," ucap salah satu penjaga.
Ayhner kembali menyimpan senjatanya. Hal tersebut membuat para penjaga sedikit lega. Mereka berlima akhirnya terbebas dari senjata itu.
Ayhner tak membuang waktu. Ayhner bergegas memasuki pekarangan luas tersebut. Awalnya para penjaga tenang karena mengira Ayhner datang untuk mengambil mobil istrinya. Tapi, para penjaga kemudian terkejut saat melihat Ayhner berlari memasuki rumah besar dan menuju lantai atas untuk mencari Valerie.
Dengan cepat Ayhner membuka satu persatu pintu kamar yang ada. Dalam hati Ayhner mengumpat pada arsitektur rumah Axton yang menciptakan banyak kamar, tapi sama sekali tidak ada yang menempati.
Hingga akhirnya Ayhner tiba di pintu paling ujung yang tak lain itu adalah kamar Valeri. Ayhner membuka pintu tersebut. Seketika senyum kemenangannya tercetak di wajahnya yang tampan. Tebakannya selalu tepat. Di kamar itu, Valeri sedang tertidur pulas tanpa beban. Mungkin ini adalah tidur ternyamannya setelah berkali-kali hidupnya berantakan karena harus bersembunyi dari para penagih hutang.
Ayhner menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Ayhner justru tak langsung membangunkan Valeri. Pria berjambang itu malah menikmati wajah Valeri yang terlelap. Ada kebahagiaan karena berhasil menemukan Valeri. Tapi, ada kebencian juga kenapa Valeri lebih memilih Axton sebagai tempat berlindung.
Ayhner lebih memilih jika bisa menemukan Valeri di tempat lain. Tapi kenyataannya, Valeri justru berada di rumah rival abadinya.
Dengan sedikit kesal, Ayhner menarik selimut yang membungkus tubuh Valeri. Tapi tindakannya ternyata salah. Seketika Ayhner terpaku saat melihat tubuh Valeri meringkuk dengan menggunakan gaun tidur berwarna merah menyala yang kontras dengan kulitnya.
"Sial...!" umpat Ayhner saat tiba-tiba saja pikirannya justru membayangkan tubuh Valeri itu berada di pelukannya.
Dengan kasar, Ayhner mengguncang tubuh Valeri. Tapi Valeri hanya menggeliat saja. Akhirnya Ayhner mengguncang lagi tubuh Valeri yang seketika membuatnya kepanasan.
"Emily...biarkan aku tidur sebentar," gumamnya serak yang justru membuatnya semakin seksi di mata Ayhner.
Tak tahan dengan itu semua, Ayhner lantas menemukan ide lain saat melihat segelas air putih yang berada tak jauh darinya.
Sedetik kemudian....
Byurrrr....
"Emi....!" pekik Valeri yang kemudian terbangun cepat.
"Selamat siang, Tuan Putri." Suara familiar itu membuat Valeri menegang dan tersadar.
"Kau....?"