webnovel

Rahasia Shelia

Ayhner memarkirkan mobil mewahnya di pelataran rumah sakit besar. Entah Ada urusan apa Ayhner mengajak Valerie ke sini. Valeri sangat kesal melihat kelakuan Ayhner yang tanpa bertanya dahulu seperti ini.

"Apa maksudmu membawaku ke sini? Kau tahu aku sedang tidak berpakaian dengan benar kan? Kenapa kau justru membawaku kesini dan bertemu banyak orang? Kenapa tidak langsung ke rumahmu atau ke apartemenmu saja!" ucap Valeri Ketus.

"Pertanyaanmu banyak sekali. Jadi kau ingin langsung ke apartemen, begitu?" tanya Ayhner sedikit menggoda.

"Bukan begitu, maksudku setidaknya Jangan membawa ke tempat umum seperti ini. Kau tahu aku sedang tidak berpakaian dengan benar. Aku tidak bisa turun tapi aku juga tidak mau di tinggal," ucap Valeri serius.

Valeri selalu punya ketakutan terhadap tempat baru. Dia selalu tidak nyaman dan ketakutan jika berada di tengah orang asing. Dia hanya akan nyaman di tempat yang baru, jika ada orang yang dia kenal.

"Kalau begitu ikutlah turun," ajak Ayhner serius. Akhirnya dengan berat hati Valerie mengikuti Ayhner turun dari mobilnya. Tak lupa Ayhner merapatkan coat-nya dan mengancingkannya dengan benar, agar baju tidur Valeri tidak terlihat. Beruntung, coat itu panjang sampai ke mata kaki. Jadi Valerie tidak malu lagi Saat berjalan menggunakannya. Mendapat perlakuan semanis itu, membuat Valeri sedikit luluh dan melupakan rasa bencinya. Ayhner lantas menggandeng tangan Valeri agar tetap berada di dekatnya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Valerie sambil terus mengikuti Ayhner di belakangnya, menyusuri koridor rumah sakit.

"Aku ada urusan dengan Dokter Amelia," jawab Ayhner.

"Aku pikir kau hanya punya teman yaitu Dokter Bryan. Ternyata kau juga punya teman yang bernama Amelia," ucap Valeri.

"Dia itu dokter keluarga. Dia yang menangani Shelia waktu dia dinyatakan mengandung. Aku belum pernah bertemu dengannya semenjak pemeriksaan itu. Karena Dokter Amelia langsung terbang ke bagian negara lain." Valeri hanya mengangguk-angguk paham.

"Jadi istrimu pernah hamil?" tanya Valeri serius.

"Tentu saja, dia pernah hamil beberapa minggu. Tapi kecelakaan itu merenggut nya dan juga membuat Ibuku meninggal, serta membuat shelia lumpuh sampai saat ini."

"Di hari aku mendapat kabar bahagia, di hari itu pula segalanya seolah terbalik," ucapnya bergetar. Valeri bisa merasakan kepedihan Ayhner.

Valerie tentunya pernah mendengar berita tersebut. Meskipun rumah mereka tidak berdekatan tetapi Sebastian pernah menceritakan hal itu kepadanya. Dan Valerie tahu saat kejadian itu adalah hari dimana keluarga Hamilton benar-benar terpukul dan terpuruk karena harus kehilangan Nyonya Adeline dan juga bayi dalam kandungan Shelia. Dan rasanya hal itu pun tak cukup. Kenyataannya lain yang mengatakan bahwa Shelia tidak bisa hamil lagi dan akan menderita lumpuh seumur hidup membuat pukulan yang teramat menyakitkan untuk Ayhner.

Ayhner kehilangan ayahnya beberapa bulan sebelumnya. Kemudian dalam kecelakaan sepulang dari rumah sakit ibunya pun meninggal. Ayhner kehilangan anaknya dan juga harus menyaksikan istrinya lumpuh. Sejak saat itulah Ayhner berubah menjadi pribadi yang lebih dingin. Meskipun sejak dulu Valerie tidak pernah berbicara secara personal, tapi Valeri pernah merasakan bahwa dulu Ayhner adalah seorang yang hangat. Namun semenjak kejadian tersebut Ayhner berubah menjadi pribadi yang lebih dingin dari sebelumnya.

Ditambah lagi dengan ayah Valeri yang dituduh mencuri barang-barang milik almarhum orang tua Ayhner membuat Ayhner seolah antipati kepada orang lain,termasuk Valerie yang bahkan sudah dikenalnya selama 10 tahun.

Meskipun tidak terlalu dekat, setidaknya hubungan Valeri dan Ayhner dulunya baik-baik saja.

"Maaf aku tidak bermaksud untuk kembali membuka luka lama mu," ucap Valeri tulus.

"Tak masalah, setelah ini kau bisa puas menertawakanku dan juga mengejekku," sahut Ayhner dingin. Valerie memutar bola matanya malas. Dirinya memang sangat tulus mengatakan itu. Tapi Entahlah, sepertinya Ayhner memang tidak terlalu menanggapi ucapan Valeri. Setidaknya ucapan terima kasih sudah cukup. Tapi seorang Ayhner tidak mungkin melakukan itu.

"Sebenarnya aku sangar tulus. Tapi mungkin kamu tidak akan pernah bisa menerima ucapan dari orang lain. Jadi lupakan Ucapan ku," ucap Valerie kesal.

Valerie berpikir memang orang seperti Ayhner gitu tidak akan pernah bisa melihat kebaikan dari orang lain.

Kini keduanya sudah berada di ruangan Dokter Amelia. Seorang dokter berumur sekitar 50 tahunan namun masih terlihat cantik di usianya yang sudah berkepala lima tersebut.

"Halo, Dokter Amelia. Senang kembali bertemu denganmu."

"Astaga Ayhner, aku sangat merindukanmu. Bagaimana kabar, Nak" sapa Dokter Amelia lembut lalu memeluk inner penuh kasih.

"Seperti yang kau lihat, Dokter. Aku baik-baik saja meskipun beberapa bulan sebelum ini aku sangat terpukul sekali. Aku berusaha menata hidupku untuk bisa tetap berdiri di tengah kesedihan yang melanda keluargaku."

Ucapan Ayhner terdengar jujur di telinga Valeri. Valeri melihat ada sosok lain di dalam diri Ayhner yang menurutnya lebih dewasa. Dokter Amelia tersenyum sekilas, kemudian melirik kearah Valerie yang tepat berdiri dibelakang Ayhner.

"Siapa gadis itu?" tanya dokter Amelia penasaran. Mau tak mau, Ayhner ikut melihat ke arah tatapan dokter Amelia yang terlihat ingin tahu.

"Oh, dia adalah anak sahabatku. Orangtuanya dipenjara karena terlibat suatu masalah dan aku berniat memberinya pekerjaan, karena dia harus membayar hutang yang cukup banyak," ucap Ayhner datar.

Dalam hati Valerie terkejut. Kenapa Ayhner tidak jujur saja bahwa dia adalah anak dari Sebastian, sopirnya, yang telah menghianatinya seperti yang selalu ia katakan kepada orang-orang.

"Kau sungguh sangat beruntung, Nak. Keluarga Hamilton adalah keluarga yang sangat baik. Bekerjalah dengan baik maka semuanya tidak akan sia-sia. Ayhner pasti akan membantumu demi masa depanmu agar lebih baik lagi." Valeri tersenyum. "Terima kasih Dokter. Aku akan berusaha sebaik mungkin bekerja untuk keluarga Hamilton.

"Oh ya, ada apa Dokter Amelia memanggilku kesini? Apakah ada hal yang penting? Kurasa tidak ada hal yang perlu dibicarakan lagi mengenai keadaan Shelia, kan?" tanya Ayhner.

Dokter Amelia membimbing Ayhner memasuki ruangannya dan duduk di sofa. Valeri hanya mengikutinya di belakang dan ikut duduk di sofa dengan berjarak.

"Hari di mana aku memeriksa Shelia, aku belum sempat mengatakan hasilnya padamu. Itulah yang membuatku merasa ada ganjalan sampai hari ini." Terlihat Dokter Amelia mengambil sesuatu dari dalam lacinya dan menyerahkan pada Ayhner. Ayhner menerima amplop tersebut dan membukanya. Dahinya berkerut seketika saat membaca beberapa tulisan yang tertera pada kertas tersebut.

"Apa ini artinya, Dokter?" tanya Ayhner berhati-hati.

"Saat itu Nyonya Adeline dan istrimu datang ke sini untuk memeriksakan kandungannya yang kabarnya sudah berusia dua minggu. Sedikit terjadi gesekan diantara keduanya, dimana Shelia bersikeras menolak pemeriksaan itu. Entah apa sebabnya, aku sendiri belum mengetahuinya. Sampai akhirnya istrimu pasrah dan bersedia untuk di periksa. Tapi ternyata istrimu tidak pernah mengandung." Ayhner terhenyak mendengar ucapan Dokter Amelia.

"Apa maksudnya dia tidak mengandung? Shelia bahkan menunjukkan hasil itu padaku sehari sebelumnya." Dokter Amelia terkejut mendengar ucapan Ayhner.

"Aku tidak mungkin salah, aku sudah memeriksanya dan janin itu tidak ada di sana. Awalnya Nyonya Adeline saat itu memaksaku untuk memeriksa kesehatan istrimu. Karena dia takut terjadi sesuatu pada calon cucunya. Dia hanya sangat menyayangi Shelia juga calon cucunya tersebut. Dan hari itu ditemukan bahwa dia tidak hamil. Tidak ada janin di perutnya. Dan kenyataan lain adalah, dia tidak bisa mengandung karena ada masalah di dalam kandungannya. Itu yang menyebabkan sedikit percekcokan antara Nyonya Adeline dan Shelia."

"Kau tidak tahu soal ini?" Ayhner menggeleng lemas.

"Aku minta maaf karena saat itu aku belum bisa menceritakannya padamu dan belum bisa memperlihatkan hasil pemeriksaan itu padamu. Karena hari itu juga aku harus pergi ke kota lain. Ada masalah mendesak."

Valeri hanya terdiam melihat Ayhner dan Dokter Amelia secara bergantian. Terlihat tangan Ayhner mengepal kuat seolah menahan amarah.

"Aku berharap ini hanya mimpi dan apa yang Dokter katakan ini salah besar. Aku masih berharap bahwa Shelia saat itu benar-benar mengandung dan dia tidak membohongiku. Atau aku tidak bisa dibohongi dan ini tidak benar. Ini sungguh keterlaluan." Terlihat raut menyesal dari wajah Dokter Amelia.

"Maafkan aku, Nak. Mungkin ini terlihat menyedihkan dan menyakitkan. Tapi aku harus menceritakan kebenaran ini padamu. Memang sangat menyakitkan tapi kau harus tahu keberadaannya dan aku tidak mungkin salah." Dokter Amelia tak tega melihat raut kesedihan di wajah Ayhner. Ayhner melipat kertas tersebut dan mengembalikannya ke amplop, lalu memasukkannya ke saku kemejanya.

"Aku akan memikirkan bagaimana caranya berbicara pada Shelia dengan tidak menyinggungnya."

"Lakukan yang terbaik, Nak. Dia sangat menyayangimu melebihi apa pun."

"Akan aku coba."