Rasanya nafas Shelia terhenti seketika. Ada apa dengan Ayhner? Kenapa tiba-tiba ingin membawa Valeri tinggal di rumahnya?
"Kenapa?" Shelia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ayhner.
"Jangan berfikiran terlalu jauh. Aku hanya kasihan padanya. Dia tak punya siapapun disini."
"Jadi kau mau dia tinggal disini? Apa alasanmu, Ayhner?" Shelia sudah benar-benar terlihat kesal.
Sebelum mengenal dirinya, Ayhner jelas lebih dulu mengenal Valeri. Dan itulah yang membuat Shelia benar-benar khawatir sekarang.
"Aku tidak mengizinkan itu, Ayhner. Aku tidak mau dia di sini," ucap Shelia tegas. Matanya benar-benar menatap tajam pada Ayhner.
"Semalam aku bertemu dengannya."
"Lalu?!"
"Dia dikejar penagih hutang. Semalam ia tertusuk." Penjelasan Ayhner justru semakin membuat Shelia marah dan kesal.
"Jadi, darah ini darah Valeri?" Shelia melirik pada kemeja putih Ayhner yang ada bercak darahnya. Shelia mencoba menahan diri untuk tidak bertanya pada Ayhner. Shelia tidak mau terlalu ikut campur urusan Ayhner. Tapi akhirnya semua terjawab sudah.
"Kau bersamanya semalam dan melupakan aku? Kau luar biasa, Ayhner." Shelia menggeleng tak percaya.
"Bisa-bisanya kau melakukan ini padaku. Dia adalah anak Sebastian. Orang yang memgkhianatimu, itu jika kau lupa, Ayhner!" sentak Shelia meninggi.
Bibi Elly yang hendak membawakan kopi dan kudapan, urung. Wanita paruh baya itu lebih memilih kembali ke dapur.
"Apa kemarin dia kesini untuk sengaja menggodamu?" tanya Shelia dengan tatapan kecewa.
"Omong kosong! Dia kesini untuk memintaku membebaskan ayahnya. Dia meminta pekerjaan padaku. Dan aku mengatakan jika tidak ada pekerjaan untuknya," jawab Ayhner mulai tersulut.
"Kau bilang tidak ada pekerjaan untuknya, dan kau mau dia berada disini? Lalu apa yang bisa dia lakukan? Menggantikan peranku, begitu?"
"Shelia…!"
"Aku tahu kau mulai bosan. Tapi cobalah mengerti. Kau boleh memilih wanita mana pun, tapi tidak Valeri, tidak disini!"
"Kau terlalu melebih-lebihkan." Setelah mengatakan itu, Ayhner berlalu dari hadapan Shelia. Meninggalkan wanita itu yang terpaku tak percaya.
Shelia mencengkeram baju bagian depannya. Merasakan sesak yang tiba-tiba saja datang menusuk membuat dirinya seolah sulit bernafas.
"Sayang, tenanglah. Aku akan coba berbicara padanya." Bibi Elly datang untuk menenangkan Shelia, yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri.
"Ini aneh, Bibi. Ayhner terlihat berbeda. Aku takut Ayhner menyukai Valeri," ucap Shelia ketakutan.
"Tidak akan. Dia tetap milikmu, oke!"
"Bagaimana keadaannya?" tanya Ayhner begitu sampai di rumah Emily. Ini sudah seminggu pasca kejadian itu. Dan ini adalah kali kedua Ayhner mendatangi rumah Emily.
Yang pertama saat Ayhner mengantar Valeri pulang dari rumah sakit. Namun, wanita itu tak mengizinkan Ayhner masuk.
"Dia tak berani keluar rumah sedikit pun. Bahkan, kemarin dia hampir menelan segenggam obat tidur. Untung aku melihatnya," ucap Emily sedikit merendahkan intonasi suaranya. Khawatir jika Valeri mendengar dirinya mengadu pada Ayhner.
"Kenapa separah itu? Apa dia terlihat sedikit depresi?" tanya Ayhner khawatir.
"Aku rasa begitu. Aku hanya takut jika, waktu aku bekerja dia kembali melakukan hal yang lebih buruk."
"Kau bercanda Emily, dia bukan gadis semenyedihkan itu. Dia itu sangat tangguh, kau tau itu? Jika kau berbohong padaku,aku pecat kau!" gertak Ayhner dan Emily hanya menyengir saja.
"Maafkan aku, Tuan. Aku bingung sekali. Aku tidak bisa setiap hari menjaganya. Aku harus bekerja, keluargaku butuh makan. Jika setiap hari aku dirumah menjaganya, aku tidak bisa mencukupi kebutuhanku sendiri," jelas Emily jujur. Emily benar, satu minggu ini dirinya dirumah menjaga Valeri. Dan dia juga tidak punya uang lebih. Dirinya hanya orang biasa.
Mendengar penuturan Emily, Ayhner menghela nafas lelah. "Baiklah, kau bisa bekerja nanti malam. Soal Valeri, aku bisa mengirim beberapa orang untuk berjaga dirumahmu."
"Tuan, aku minta maaf, bisakah kau bawa Valeri pergi dari sini?" Ayhner terkejut oleh pertanyaan Emily. Bukanlah Emily sangar menyayangi Valeri. Tapi kenapa justru Emily tidak mau jika Valeri disini.
"Alasannya?"
"Aku yatim piatu. Aku hanya hidup dengan Nenek ku yang sudah tua. Tapi, semenjak Valeri disini, nenek menjadi sering cemas dan tidak tenang. Dia tidak bisa tidur nyenyak. Setiap malam selalu ada yang meneror kami."
Emily bukan tidak suka Valeri dirumahnya. Tapi, Emily juga harus memikirkan kesehatan ibunya.
"Baiklah, aku akan memikirkan itu."
"Aku akan tetap bawa kamu ke rumah!" ucap Ayhner penuh perintah. Valeri hanya menatap Ayhner jengah. Rasanya sudah cukup selama ini dirinya menunduk hormat. Tapi, Valeri sudah terlanjur kecewa dan sakit hati. Jadi, beginilah sikap Valeri pada akhirnya. Sepele dan terkesan tidak peduli pada Ayhner.
"Aku tidak tertarik!" jawab Valeri ketus.
"Kau tidak punya pilihan," Ayhner tidak mau kalah. Ayhner hanya ingin melindungi Valeri dari kejaran penagih hutang. Itu saja, tidak lebih.
Ayhner berpikir, mungkin saja Valeri marah padanya karena ucapan Ayhner beberapa waktu lalu soal 'teman tidur'. Ayhner tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Niat Ayhner hanya untuk menggoda saja. Tapi ternyata dirinya yang berlebihan sampai berani mencium Valeri.
"Aku sudah tidak berminat lagi bekerja di rumahmu, Tuan Ayhner. Aku akan bekerja di tempat lain." Ucap Valeri masih tetap duduk diranjangnya. Sedangkan Ayhner bersedekap tak jauh darinya.
"Kau berbeda, tak seperti saat pertama kali kau datang. Malam itu kau benar-benar memohon untuk bekerja. Tapi sekarang kau menolak."
"Itu jauh sebelum kau merendahkanku, Tuan Ayhner." Valeri menatap tak suka.
"Kalau sampai Pedro datang dan membawamu pergi ke tempat pelacuran, aku tidak akan pernah menolongmu, Valeri." Valeri menoleh kearah Ayhner dengan tatapan benci.
"Tak masalah, aku bisa menjual diri disana. Aku bisa membayar hutang dari menjual diri. Bukankah, anda juga mengatakan demikian, Tuan Ayhner yang terhormat."
"Valeri…!" sentak Ayhner tak suka pada perkataan Ayhner. Ayhner tak pernah bersungguh-sungguh mengatakan semua itu. Itu hanya bentuk kemarahan saja. Tapi ternyata Valeri mengingat dengan baik.
"Saya hanya mengikuti saran anda, Tuan." Ucap Valeri enteng. Rahang Ayhner mengeras. Baru kali ini emosinya dipermainkan oleh wanita yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya ini.
"Aku akan kembali bekerja di klub. Sekalian aku akan mencari pria kaya disana. Aku pasti dapat uang." Ucap Valeri dengan senyuman mengejek.
"Itu klub milikku. Jangan sembarangan mengotori tempat usahaku." Ucapan Ayhner seketika membuat Valeri terkejut. Valeri baru bekerja satu malam. Itu pun ada insiden dihari pertama. Tentu saja Valeri benar-benar tidak tahu jika tempat itu adalah klub milik Ayhner. Namun, Valeri Kemudian kembali tersenyum jahat.
"Itu bagus, berarti disana banyak pria yang benar-benar kaya. Itu kesempatan bagus, bukan."
"Tidak akan ada yang mau pada gadis Arogan sepertimu," ucap Ayhner penuh kebencian.
"Kita lihat saja. Umurku masih muda, dan aku masih perawan. Biasanya orang akan tertarik pada gadis yang masih perawan, bukan."
"Keterlaluan…!
IG : meipratiwi912