"Ya allah Dinda, kenapa tubuhmu lebam begini?" Daniar sangat terkejut ketika melihat tubuh penuh lebam saat ia membantu Dinda mandi.
Dinda bungkam, ia hanya diam di sepanjang aktivitasnya.
"Argh pelan." Dinda merintih saat luka lebam itu tidak sengaja tersentuh.
"Aku akan hati-hati."
Daniar sudah tau apa yang sebenarnya telah terjadi, karena malam tadi ia ada di depan pintu sepanjang tuan Arjun Saputra berada di sana. Dinda yang dari tadi berteriak tiba-tiba saja hening tidak suara. Hanya terdengar derit ranjang yang menghantuk tembok.
Dan pagi ini ia melihat sendiri tubuhnya yang penuh tanda biru itu.
"Apa itu sakit Dinda?" Daniar merasa tidak tega ketika gadis yang selalu ceria itu tiba-tiba lebih jadi banyak diam sekarang.
----
Dinda sedang menikmati teh hangatnya di balkon dan melihat tuan Arjun Saputra sedang mendorong kursi roda Dona dan mengajaknya berkeliling kediaman.
Suaminya sudah berubah sejak ia bertemu dengan wanita itu. Dinda mengamati mereka dengan tatapan benci. Terlebih pada Dona yang sepertinya sok polos itu.
Tuan Arjun Saputra menangkap momen saat Dinda sedang melihat kearah mereka. Dia tau betul kali ini pasti Dinda tengah merasa kesal. Tapi dia tidak ingin melepaskan Dona sekarang.
Dia sangat mencintai Dona, tapi di sisi lain ia juga tidak ingin kehilangan Dinda.
...
"Luka"
luka hadirilah
hatiku telah siap untuk menyambutmu
aku telah membuka lebar ruang bagimu
irislah
remukkanlah
tusuklah
jangan segan untuk menghabiskan air mata darah ini
sambil aku mengingat segala kisah
dimana yang tak sejatinya terjadi
tetapi akhirnya pun memang harus terjadi
seutas kisah yang memang akan berakhir
tetapi bukan aku yang mengakhiri
jadi menyesali pun tak ada gunanya
mencoba untuk menahan berat dari siksa ini
tetapi apa daya
-----
"Aku selalu bertanya-tanya, apakah di dunia ini ada pria yang cukup hanya dengan satu wanita? Yang cukup hanya dengan satu cinta di sisa hidupnya?" tanya Dinda dengan tatapan kosong.
David yang belum pulang dari kediaman kakaknya tiba-tiba harus menjadi pendengar yang baik untuk sahabat barunya itu.
"Sebagai pria aku tidak tau. Apa di luar sana masih ada pria yang seperti kamu sebutkan tadi. Aku bukan pria yang kamu impikan itu. Hatiku masih labil. Mencintai banyak wanita yang bahkan baru aku temui. Tapi aku juga tidak tau itu perasaan cinta atau sekedar rasa suka saja."
Kemudian Dinda menatap David "My heart is broken David."
"Do you love Arjun so much?"
"Entahlah, yang pasti sekarang entah mengapa bahkan aku tidak ingin melihatnya. Rasanya sakit sekali di saat dia bersama dengan wanita lain."
"Tenangkan hatimu Dinda. Tidak layak untukmu sakit hati. Kamu itu cantik dan enerjik."
"Rasanya aku ingin menghilang saja dari kalian semua."
"Kamu tidak boleh seperti ini, kamu harus pikirkan seseorang yang selalu ingin melihat dirimu bahagia."
"Haha memangnya ada ya?"
"Kedua orang tuamu misalnya."
"Hmmmm, bagaimana ya kabar mereka sekarang? Apa mereka baik?"
"Kenapa kamu tidak menjenguknya saja kalau kamu rindu."
"Hah, bagaimana caranya? Kamu tau sendirikan penjagaan di sini bagaimana?"
"Do you trust me?" tanya David.
Sebenarnya Dinda sedikit ragu, tetapi entah mengapa kepala justru malah mengangguk.
"Okay, then let me take you to meet your parents."
"Are you serious?"
"Yes I'm serious."
David kemudian menarik tangan Dinda membawanya pergi dan membawanya ke area belakang kediaman.
"Why are we here?"
"You just follow it."
Walau merasa aneh, Dinda tetap mengikuti kemanapun David melangkah. Memasuki bangunan tua yang di cap angker itu.
"Dinda ayo bantu aku dorong lemari ini." kata David yang sedang berusaha mendorong sebuah lemari besar.
"Oh oke."
Dengan susah payah Dinda membantu David untuk mendorong lemari kayu yang sedikit sudah lapuk itu.
Tidak di sangka, di balik lemari itu terdapat celah yang cukup lebar untuknya merangkak keluar kediaman.
"Come on."
"Kita lewat sini, kamu yakin David?" tanya Dinda memastikan.
David tidak menjawab pertanyaan Dinda, dia yang terlebih dahulu merangkak keluar.
"Giliran mu."
Dinda mengikuti David kembali dengan merangkak melewati celah itu. Benar saja, dalam sekejap mereka telah berhasil keluar.
"Darimana kamu tau jalan rahasia itu?"
"Husssstttt.. Ini rahasia. Tapi para pengawal yang menunjukkan jalan ini. Mereka menggunakan jalan rahasia ini untuk keluar dan bersenang-senang."
"Andai aku tau lebih dulu."
"Ayo, aku antar kamu pulang."
"Tapi apakah Daniar akan aman ketika aku berada di luar sana?"
"Kamu tenanglah kakakku sekarang sedang sibuk dengan Dona. Hari ini jadwalnya kemoterapi. Aku sudah memastikannya. Dan mereka sudah pergi pagi-pagi buta."
"Berati dia juga berada di luar sekarang?"
"Yes of course."
"Hmmmm okay.. Let's go!!" Dinda sangat bersemangat saat tau dia akan mengunjungi kedua orang tuanya yang sangat dia rindukan itu.
Mengendarai mobil yang terparkir tidak jauh dari kediaman, David sepertinya telah merencanakan ini semua dengan matang-matang.
"Kamu hebat, bisa kepikiran sejauh ini."
"Tentu saja, aku David yang mempunyai banyak akal."
Dinda tersenyum, binar di matanya tentu menandakan jika ia sangat tidak sabar untuk melihat semua orang dan dunia yang sangat ia rindukan itu.
----
Mobil sengaja berhenti tidak di depan gerbang rumah orang tua Dinda. Sebab selain ingin memberikan kejutan, tentu ia ingin merasakan sensasi yang berbeda. Tapi saat Dinda hampir ingin sampai ke pintu gerbang rumahnya, dia begitu terkejut saat mendapati rumahnya di jaga oleh beberapa pengawal tuan Arjun.
"Kenapa di sini ada banyak sekali pengawal?" bisik Dinda pada David yang juga terkejut.
"Entahlah, aku sendiri bahkan tidak tau kalau kakakku menempatkan orangnya di sini."
"Kenapa orang itu seperti membatasi ruang gerak keluarga ku?" tanya Dinda di dalam hati.
"Apakah tidak ada jalan lain selain pintu depan dan belakang?" tanya David.
"Of course there are, let's follow me."
Dinda mengajak David pergi ke halaman rumah tetangganya. Sesuai dugaannya, di jam segitu sudah pasti di sana sepi. Semua penghuni sedang sibuk di tempat kerja mereka masing-masing.
"Kita naik?" David terkejut saat Dinda mengajaknya naik ke dahan pohon yang menjulur dekat ke balkon kamarnya dulu.
"Ya, hanya ini jalan yang paling aman. Untunglah tetanggaku tidak menebang pohon ini hehe."
"Kamu ini benar-benar ya." David menggeleng karena tidak habis pikir.
"Cepat sebelum kita ketahuan oleh para pengawal itu?"
Dengan cepat Dinda di susul oleh David melompat ke balkon kamarnya.
"Yes tidak di kunci."
Berjalan mengendap-endap Dinda sambil mengamati suasana. Nampaknya para pengawal itu hanya berjaga di luar rumah.
"Kenapa rumahmu sepi sekali Dinda?"
"Entahlah, aku juga sedang mencari tau."
Ceklekk.. Dinda dan David spontan bersembunyi di bawah ranjang saat seseorang masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa pintunya terbuka?" gumam seorang wanita yang begitu Dinda kenali itu.
Dinda kemudian keluar dari tempat persembunyiannya, tersenyum senang saat kembali bertemu dengan wanita itu "Mbak Ambar?"
"Dinda?!"
Ambar berlari berhamburan pada Dinda. Memeluk erat adik sepupu kesayangannya itu.
"Akhirnya kamu datang." Ambar menangis tersedu-sedu bukannya tersenyum senang.