webnovel

Salsabila

Salsabila

"To-tolong, Niel tolong aku!!" suara ketakutan dari balik ponsel, sengaja Daniel load speaker agar istrinya mengetahui untuk apa perempuan itu menghubungi dia secara langsung.

"Sa, lo gak apa-apa? Apa yang terjadi?" pertanyaan itu Cathleen layangkan hingga membuat suara di balik ponsel mendadak tidak terdengar.

Cathleen menjadi sangat khawatir terhadap sahabatnya. Tak lama kemudian sambungan telpon itu terputus.

Daniel tidak bergeming. Pria itu berfikir bahwa Salsabila sengaja melakukannya agar mereka membatalkan acara cuti. Terlebih saat ini Cathleen merasa tidak tenang jika sahabatnya itu dalam bahaya pikirnya.

"Niel, ayo kita kembali ke rumah! Salsa dalam bahaya, aku tidak mau terjadi sesuatu terhadap sahabatku." Cathleen menarik paksa lengan sang suami, hingga pria itu menarik kembali lalu menggelengkan kepalanya.

"No! Cath. Sekali pun dia dalam bahaya, banyak scurity di apartemen itu ... Aku tidak mau mengganggu waktu kita." ujar Daniel dengan tegas. Cathleen kini tidak punya pilihan lain dia harus tetap berada di sisi suaminya. Namun, hati tidak bisa bohong Cathleen merasa khawatir pada sahabatnya.

***

Sementara di tempat yang berbeda di waktu yang sama Salsabila tengah tertawa bahagia, perempuan itu rupanya sengaja mengganggu ketenangan sahabatnya.

Salsabila mengetahui jika Daniel dan Cathleen pergi mengambil cuti hingga beberapa hari, sengaja dia membuat drama agar mereka secepatnya kembali.

"Gue suka suami kamu, Cath!" tawanya, setelah meneguk minuman di gelas kecil tersebut.

Perempuan itu dengan lantang mengungkapkan perasaannya di ruangan terbuka, balkon kamar apartemennya.

Entah kenapa dia pun menjadi seperti itu, merasa iri pada sahabatnya mempunyai suami penyayang juga memiliki segala hal yang ia sendiri tidak mempunyai.

Tut ... Tut ...

Ditengah malam buta seperti itu, Salsabila berusaha menghubungi Daniel. Sialnya panggilan tersebut tidak tersambung yang ada hanya suara perempuan operator saja membuat Salsabila benci.

Tak henti di situ rupanya, perempuan tersebut menghubungi istri dari dokter tampan itu. Namun, kedua nya sama-sama tidak bisa di hubungi hingga Salsabila melemparkan gelas yang ia genggam.

BRAAKHHH

"ARGH!" teriak wanita itu.

Di sela-sela tangisnya ada tawa riang yang menggema.

"Gue harus bisa dapatin Daniel, bagaimanapun caranya." janji perempuan itu, hingga kembali tertawa penuh kebencian.

Hingga pagi menjelang Salsabila kini akan bersiap pergi ke rumah seseorang.

***

"Cath, ini masih pagi!" tegur Daniel, sang istri merasa dirinya harus segera menemui sahabatnya, Salsabila setelah melihat ponsel ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang sahabat.

Cathleen merasa jika dia sudah egois, membiarkan Salsabila seorang diri dalam bahaya.

"Kalau kamu memang lebih memilih sahabat kamu! Pergi saja, Cath. Tapi jangan salahkan aku jika aku pergi dengan orang lain." kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Daniel, dokter tampan di digandrungi banyak wanita.

"Niel! Apa kamu tidak berprikemanusiaan?" Cathleen menoleh, mencoba untuk menanyakan kepeduliannya terhadap sesama.

Daniel, menggelengkan kepala. Untuk apa dirinya menjadi dokter jika tidak peduli akan sekitar, apa ia harus memberi tahukan bahwa sahabatnya itu telah berani menggoda dia dengan pakaian yang sangat seksi.

Cathleen terdiam, dia tidak bisa memilih jika sang suami sudah memberikan ultimatum. Ia pun tak rela jika ada perempuan lain yang bisa menggantikan posisinya.

Daniel, tersenyum akhirnya istrinya tersebut mengerti dan ia akan segera membersihkan diri dari keringat malam setelah olahraga bersama istri tercintanya di atas ranjang.

Sementara istrinya terus saja menghubungi sahabatnya, namun tak ada jawaban membuat hatinya terus merasa gelisah.

Hingga ia coba untuk menghubungi ibu mertuanya.

Tut ... Tut ...

"Iya, Cath?" sapa sang ibu mertua.

"Bu, apa ada Salsabila ke rumah? Aku sangat khawatirkan dia." tanya Cathleen.

"Tidak sayang, memangnya dia kenapa?"

Cathleen berusaha untuk tidak memberitahukan pada mertuanya, ia sendiri takut jika sang ibu justru malah sama mengkhawatirkan perempuan itu.

Panggilan tersebut terputus, Cathleen memutuskannya terlebih dahulu. Ia segera menyiapkan pakaian untuk sang suami ketika laki-laki itu selesai mandi.

Daniel keluar dari dalam kamar mandi, ia tersenyum dengan handuk yang di lilit di pinggangnya. Laki-laki itu pun menerima uluran tangan sang istri memberikan pakaian seadanya yang mereka bawa.

Cathleen pun berusaha untuk membalas senyuman suaminya, meskipun di dalam hati ia masih merasa khawatir pada sahabatnya.

Setelah selesai memakai pakaian, mereka pergi keluar kamar hotel untuk sarapan pagi bersama. Sungguh bahagia menurut Daniel mereka bisa menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan siapapun.

Terutama para pasien yang tidak tahu waktu jika ingin melakukan pemeriksaan.

"Cath, kamu ingin membeli sesuatu?" tanya Daniel, mereka telah menyelesaikan sarapan paginya.

Perempuan itu menggelengkan kepala, jika perempuan lain di tawarkan seperti itu mungkin mereka dengan senang hati menjawab akan pergi tempat berbelanja dan memborong semua yang mereka sukai.

Berbeda dengan Cathleen, perempuan itu memang luar biasa. Kesederhanaannya tidak Daniel dapatkan dari perempuan manapun. Untuk itu ia merasa sangat bahagia menikahi pilihannya sendiri.

"Sayang, kita sedang cuti ... Cobalah kamu nikmati hasil kerja kerasmu, jangan seperti ini, oke." Daniel merasa gemas, bahkan jika istrinya menghabiskan uangnya sekalipun dia akan merasa bahagia.

Cathleen terdiam, mungkin sedang berfikir tak lama perempuan itu menganggukkan kepalanya. Menyetujui ide sang suami. Cathleen merasa mereka harus membeli sesuatu mengingat hanya ada satu pakaian yang mereka bawa.

Mereka pergi ke pusat pembelanjaan di kota tersebut.

Cathleen pun menikmati kebersamaannya bersama sang suami, bagaimana pun Cath adalah perempuan seperti pada umumnya menyukai berbagai pakaian, tas juga sepatu apalagi jika di suguhkan dengan diskon.

Meskipun sang suami menyuruhnya untuk mengambil apa saja yang dia inginkan tanpa melihat harga atau pun diskon.

Dengan senagaja Daniel membawa istrinya pergi berbulan madu untuk yang ke sekian kalinya. Melupakan sejenak tentang pekerjaan mereka.

Membawa lima paper bag besar, Daniel tersenyum sangat puas pria itu berhasil membawa sang istri masuk ke dalam perangkapnya sendiri.

Setelah menghabiskan uangnya, pria itu akan memaksa istrinya untuk melakukan kewajiban nya melayani hingga benih-benih yang ia tanam berbuah mansi, menjadi malaikat kecil.

Satu harian full membuat Cathleen merasa lelah, Daniel yang peka memberikan satu buah voucher spa gratis dengan pelayanan eklusif di hotel tersebut.

Betapa bahagia nya perempuan tersebut, hingga pelukan kembali Cathleen layangkan untuk sang suami.

"Kamu kok tumben sih, baik banget sama aku. Pasti ada maunya." ujar Cathleen menatap manis manik mata Daniel.

Pria itu tersenyum, lalu mengecup pucuk kepala sang istri.

"Memanjakan mu, adalah tugasku sebagai seorang suami. Bukan begitu?" jawab laki-laki tersebut sehingga Cathleen tertawa bahagia.

Kebahagiaan mereka kini tak terasa Cathleen dan Daniel akan melakukan pergulatan nya saat itu juga. Tidak ada penolakan dari sang istri dan tidak ada drama harus meminum atau pun memakai pelindung agar mereka tidak memiliki anak secepatnya.

"S-sayang."