Pil Penunda Kehamilan
Setelah beberapa hari mereka cuti, Daniel merasa bahagia akhirnya mereka bisa program untuk segera mempunyai anak. Pria itu tersenyum seraya berfikir untuk membuat istrinya lebih bahagia lagi.
"Saya pesan cincin bertahta berlian biru, berlapis mas putih ya." ujar Daniel di dalam panggilan tersebut. Setelah ia menyebutkan pesanannya dengan segera Daniel menutup sambungan telpon.
Cathleen yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, pria itu kembali tersenyum merasa berhasil dalam hati pria itu semoga benih-benih beberapa hari itu ia tanam secepatnya akan tumbuh.
Cathleen tidak heran dengan kebahagiaan yang suaminya itu layangkan, pasalnya hampir setiap malam dirinya melayani sang suami dengan penuh cinta.
Pagi ini, mereka berencana akan kembali ke kota mereka karena masa cuti telah selesai. Para pasien sudah menunggu mereka untuk kontrol dengan jadwal yang sudah di sepakati.
"Sayang, aku keluar sebentar ya. Ada yang harus aku beli dulu." teriak Cathleen pada Daniel berada di dalam kamar mandi.
"Ya." sahut Daniel dengan cepat.
Beberapa menit kemudian, seseorang menekan tombol pintu presiden suite hotel. Daniel yang masih menggunakan handuk terlilit di pinggangnya melihat dalam lubang kecil menembus keluar.
Kurir dari toko perhiasan telah datang mengantar pesanannya.
"Terimakasih," ujar Daniel memberikan selembar tanda tangan bahwa pesannya sudah ia terima.
Pria itu dengan senang akan menyimpan hadiah tersebut di laci meja rias milik hotel, pasalnya skincare dan peralatan makeup lainnya sang istri simpan di sana. Untuk itu Daniel mencoba untuk memberikan kejutan pada sang istri ketika akan menggunakan makeup tersebut.
"Sayang, kamu belum pakai baju juga?" tanya Cathleen, perempuan itu sudah tiba kembali, melihat punggung sang suami yang masih bertelanjang.
Daniel menatap Cathleen dengan serius. Kobaran api terlihat dari manik mata sang suami. Sungguh Daniel sangat kecewa terhadap istrinya itu.
PLAK! Daniel melemparkan barang tersebut pada wajah cantik milik istrinya.
Cathleen terdiam, tak ia sangka suaminya bisa menemukan pil tersebut.
Dengan segera Daniel memakai baju untuk segera pergi dari sana.
"Niel, tunggu! Aku bisa jelaskan." ujar Cathleen mencoba untuk menarik lengan suaminya.
"Tidak ada yang perlu kamu jelaskan! Semuanya sudah jelas Cathleeen!" hardik Daniel, menghempas lengan sang istri.
"Niel, aku mohon ... Dengarkan aku." air mata Cathleen terjatuh, ia benar-benar merasa menyesal telah menyimpan barang sialan tersebut di dalam laci meja rias.
Cathleen lemas hingga terduduk di lantai, tak ia sangka sang suaminya begitu murka terhadap dirinya. Sudah beberapa kali pria itu memberikan hadiah juga kejutan-kejutan kecil untuk bisa membuat Cathleen merelakan dirinya untuk segera mempunyai keturunan.
Namun, tak pernah ia sangka jika pil itu akan membawa petaka dalam rumah tangganya.
"Danieeeelll!!!!" Carthleen berteriak. Ia merasakan sakit di hatinya ketika suaminya pergi berlalu dari hadapannya. Sudah hampir dua jam Cathleen menunggu di kamar presidensial suite tak kunjung sang suami menampakkan batang hidungnya.
Cathleen menjadi tidak tenang beberapa kali Cathleen mencoba untuk menghubungi suaminya, tak ada panggilan satu pun yang tersambung.
Dengan segera Cathleen membereskan barang-barangnya tak lupa ia membawa skincare juga peralatan make-up yang tersimpan rapih di bawah laci meja.
Tak ia sangka di dalam sana ada sebuah kotak kecil berwarna biru dengan tulisan logo toko perhiasan termahal di atas kotak tersebut.
Cathleen mencoba untuk menyeka air mata yang keluar dari pelupuk mata indahnya.
Di buka kotak perhiasan tersebut, Cath begitu terpana akan kecantikan cincin berlapis emas putih bertahtakan berlian berbentuk hati.
Semakin deras ia menangis, padahal tak satu pun dari pil itu ia telan. Hanya saja Daniel terlanjur kecewa dengan Cathleen hingga pria itu berlalu begitu saja.
"Sayang, maafkan aku." ujarnya lirih, di genggam kotak perhiasan itu seraya menangis tersedu. Menyesali perbuatannya. Membereskan semua barang bawaan dan akan segera cek out dari hotel.
Segera menyusul sang suami di apartemen mewah mereka.
***
"Hai, anak mama baru kembali? Gimana honeymoon dadakannya? Dimana Cath?" pertanyaan itu Dahna layangkan pada putra semata wayang.
Namun, Dahna melihat ada kilatan kecewa dalam manik mata milik sang putra terlihat dari cara ia menatap. Tatapan itu begitu kosong dan hampa.
Tak pernah Dahna melihat putranya kecewa terlalu dalam.
Dokter muda tersebut memalingkan wajahnya, tidak menjawab satu demi satu pertanyaan sang mama. Ia hanya lelah selama tiga jam perjalanan seorang diri dengan rasa kecewa yang teramat dalam.
Dahna membiarkan putranya beristirahat terlebih dahulu, setelah sang menantu kembali akan ia cecar dengan berbagai pertanyaan.
Tidak lama kemudian bel berbunyi sang maid di rumah apartemen tersebut membukakan pintu. Cathleen masuk begitu saja meninggalkan koper-koper yang ia bawa.
"Ma.... Daniel mana, ma?" panggil sang menantu pada ibu mertuanya. Dahna menghampiri Cathleen. Menunjukkan jika putranya berada di kamar mereka.
Cathleen dengan segera masuk ke dalam kamar mereka, tapi apa yang terjadi di dalam ruangan gelap itu. Daniel memasukan semua baju-baju Cathleen ke dalam koper lainnya.
"Daniel! Apa yang kamu lakukan?" teriak Cathleen, ia tak mengira jika sang suaminya akan tega melakukan ini pada dirinya.
"Apa lagi yang harus aku perjuangkan darimu, Cath! Aku sudah lelah dengan semua drama ini! Bahwa kamu memang tidak mau mempunyai anak bersamaku!" hardik Daniel, pria itu membanting semua pil penunda kehamilan di dalam lemari mereka.
"Aaaaarhhh." teriak Cathleen, perempuan itu kaget Daniel akan melemparkan semua obat-obatan itu ke wajah cantiknya.
Terdengar teriakan dari dalam kamar anak dan menantunya, Dahna dengan segera masuk ke dalam kamar mereka. Tak pernah ia melihat putranya seberang itu dengan cepat Dahna memisahkan anak juga menantunya.
"Ada apa ini, Cath?" tanya Dahna, Cathleen terdiam duduk lemas tak berdaya di atas bulu-bulu karpet di kamarnya. Berserakan puluhan pil penunda kehamilan di sekelilingnya.
Dahna mengira bahwa mereka tengah bertengkar hebat melihat dari seberapa kacau kamar juga diri mereka masing-masing.
Meskipun Dahna pun ikut merasakan kecewa. Namun, ia merasa iba dengan sang menantu mendapati seperti itu.
Di peluk dengan rasa sayang, Cathleen menangis lagi sejadi-jadinya. Tak pernah ia bayangkan jika sang suami akan seperti ini pada dirinya.
Sementara Daniel, pria itu menyugar rambutnya merasa kesal juga sakit di dalam hatinya. Sungguh tak ia sangka istrinya masih meminum pil sialan tersebut.
"Niel, tenanglah ... Semuanya bisa kita selesaikan. Jangan seperti ini." Dahna menghampiri sang putra, ia meminta untuk menyelesaikan secara tenang tak perlu dengan emosi.
"Tapi, ma ... Apa yang salah? Aku telah memberikan semuanya untuk menantu kesayangan mama. Tapi, apa yang kita dapat? Dia sama sekali belum mau memberikan aku dan mama seorang malaikat kecil di dalam rahimnya! Untuk apa semua ini aku pertahankan, jika dia saja tidak mau mengandung anakku!"
Dahna mengangguk mengerti, tetapi wanita setengah paruh baya tersebut menenangkan putranya kembali, seraya mengelus lengan miliknya.
Memberikan minuman hangat untuk mereka berdua.
Cathleen yang tiada hentinya menangisi penyesalan yang telah ia buat. Namun, kenyataan nya belum ada satu pil pun yang ia telan selama mereka menikah. Hanya saja memang belum di kasih rezeki untuk segera mempunyai keturunan.
"Cathleen, apa benar kamu tidak mau mengandung anak dari putraku?"