webnovel

Bab. 19. Arini Pindah Rumah.

Pov Arini.

Mendengar Rania pegang ATM dari Mas Ridho hatiku mendidih, tak rela kalau ia juga dapat jatah yang sama dari suami. Yah walaupun Rania istrinya juga, tapi kan aku lagi hamil. Harusnya dia tak di kasih ATM bisa kan cuma uang tiap bulan aja?

"Dasar Mas Ridho lemah sekali hadapi Rania! Huuh!"

Pikiranku menerawang apa bila jadi kita pindah, apa mungkin Nanti Mas Ridho akan berduaan dengan Rania terus.

Aku berpikir keras, caranya memisahkan mereka. Tak rela kalau kalau Mas Ridho sampai jatuh ke pelukan Rania.

Ceklek!

"Kenapa kau mondar- mandir Arini?" tanya suami menatapku tajam.

"Nggh ak- nggak." jawabku gelagapan.

"Dah malam tidur. Nggak baik wanita hamil jam segini masih begadang," Saat ini waktu menunjukan pukul 10 malam. Tapi Mas Ridho seperti menemukan ada yang janggal. yap Aku belum packing baju.

"Arini, kamu belum packing ya? " tanya Mas Ridho heran. Padahal besok rencana mau pindah.

"Belum Mas, males aku!"

"Astaga Arini! Besok kita harus pindah? Kenapa belum packing sih? Dahlah kamu tidur, aku aja yang packing!"

Ridho mengambil dua koper di atas lemari. Membuka lemari, memasukan bajunya dan bajuku ke dalam koper. Aku tak peduli, pura- pura tidur sambil memeluk guling. Pikiranku melayang bagaimana caranya mengambil ATM dari dompet Rania. Sengaja ku tajam kan pendengaran. Mendengar langkah lewat dari kamarku. Kamar Rania melewati kamarku. Aku mendengar ketika langkah kaki lewat dari kamarku.

Dua koper telah rapi di pojokan. Ridho merebahkan diri di sampingku. Tak lama kemudian suara dengkuran halus keluar dari mulut suamiku, akhirnya bisa bernapas lega. Dengan pelan beranjak dari kamar. Ingin mengeledah kamar Rania dan mengambil ATM itu.

Aku berjalan mengendap- gendap. Pelan ku langkahkan kaki, berharap Mas Ridho tak mendengar suara kakiku. Aku ingin mengambil ATM milik Rania. Tak rela kalau nafkah kami sama. Sekarang aku yang hamil, harusnya lebih banyak dari Rania. Tekad

ku dalam hati.

Aku membuka kamar, bisa napas lega. Rania belum ada di kamar. Gegas ku geledah tas yang ada di samping meja rias.

Aku geledah di dompetnya. Ada tiga ATM di dompet itu.

"Wuiih, ternyata ATM nya banyak juga," Gumamku. Ada ATM BNI, BCA, juga Mandiri. Lah punyaku hanya satu.

"Iih miris sekali!" batinku. Aku tau pemberian dari Mas Ridho,sama denganku. Aku ambil ATM BRI. Warna Abu- abu. Lalu memasukan dompet itu lagi ke dalam tas.

Aku kemudian pintu menutup kembali dengan pelan. Berjinjit hingga tak menimbulkan suara. Merebahkan diri di samping Mas Ridho. Jantungku berdetak saat dia membuka matanya.

"Kamu dari mana Arini?" tanya Mas Ridho menatapku lekat.

"Ooh, aku dari toilet Mas, tadi kebelet." ucapku setenang mungkin.

"Ooh,"

Aku bernapas lega, Mas Ridho tak curiga gelagat ku. menaruh ATM itu di bawah bantal.

Hatiku senang sekali, pasti dia akan kehilangan ATMnya biarlah. Kalau Mas Ridho marah, urusan nanti batinku.

****

Pov Author.

Rania masih berbincang dengan Mbok Yem di ruang tengah. sengaja, tak ingin tidur dulu apalagi harus melewati kamar Ridho dan Arini. Menonton TV acara komedi sedikit memberi hiburan hatinya.

Mbok Yem berulang kali menguap terlihat matanya sudah merah. Rania mempersilahkan Mbok Yem tidur duluan.

"Mbok, kalau mau tidur silakan." ucap Rania tersenyum

"Iya mbak, aku udah ngantuk tidur dulu ya."

Rania mengangguk. Acara tivi masih terus berjalan. Tak terasa waktu menunjukan pukul 12 malam. Mata Rania mulai mengantuk. Ia mematikan Tivi kemudian beranjak dari kursi. Membersihkan diri sebentar, lalu naik ke lantai dua menuju kamar. Melewati Kamar Arini dan Ridho. Pelan ia melangkah tak ingin mereka terganggu dengan langkahnya.

Rania sampai di kamarnya. Menyalakan lampu sebentar, lalu merebahkan diri. Sebelum tidur ia buka sosmed terlebih dulu, buka Ig. Mengecek Status Ig dari Ridho. Tak ada yang spesial, ia tak mengunggah foto pribadi. Hanya foto- foto mebel yang terpasang di beranda Ignya.

Ia menguap berulang kali, matanya pun tak bisa di ajak kompromi melihat ponsel. Menerawang kembali kejadian tadi siang. Hidup ini penuh misteri tak tau apa yang terjadi di depannya. Hanya bisa berusaha dan berdoa agar bisa melewati semua ini.

Suara alarm membangunkan Rania. Melihat jam di dinding menunjukan pukul lima pagi. Ia beranjak dan menuju kamar mandi yang masih berada dalam kamarnya, membersihkan diri dan cuci muka. Lalu berwudhu dan sholat subuh.

Setelah mandi, bersiap ke kantor. Sejenak terpekur, ko tasku ke buka ya? Batin Rania.

Rania mengecek dompet di tas, ATMnya kurang satu. Siapa yang ngambil? Rania mencari lagi ATM itu tapi tak menemukan ATM pemberian suaminya.

"Siapa yang ngambil ya?" gumam Rania. "Apa Arini?" segera tepiskan pikiran itu, ia mengecek lagi. Di lemari dan laci. Tapi hasilnya nihil. Tak ada ATM BRI itu.

"Bagaimana kalau nanti Mas Ridho tanya?" Rania galau sendiri pikirannya tak tenang. Ia menduga Arini yang mengambilnya, karena siapa lagi kalau bukan dia? Sedang dia tadi pagi menamparku gara- gara mendengar ku dapat ATM, toh dia juga pasti dapat ATM kenapa dia harus marah padaku?"

****

Aku menuruni tangga, terlihat Arini dan Ridho sedang sarapan pagi, di sisi kiri ada koper besar. Jadi mereka pindah hari ini?

Ku lihat Arini sarapan dengan tenang, tak terlihat dia yang mengambil ATM ku. Aku melangkah ke dapur, mengambil susu yang sudah di buatkan Mbok Yem.

"Mbok Yem, makasih susunya. Aku berangkat dulu,"

"Nggak sarapan dulu mbak Rania?"

"Nggak, nanti sarapan di kantor aja."

"Ya udah, hati-hati ya Mbak Rania," Aku mengangguk dan melewati mereka yang tengah sarapan.

"Rania, kamu nggak sarapan dulu?" tanya Ridho. Arini menatap tajam Ridho, tak ingin melihat Ridho sedikit perhatian padaku. Atau sekedar tanya padaku.

"Aku nanti sarapan di kantin Mas," ucapku sambil melirik Arini. Terlihat ia langsung buang muka saat tak sengaja mata kami beradu pandang dia salah tingkah. Dari gerak- geriknya sudah kuduga pasti Arini yang mengambil ATMku. Daah, biarinlah ku lapor sama Mas Ridho nanti." batinku kesal sambil melangkah meninggalkan mereka.

"Kamu kenapa senyum- senyum sendiri Arini? tanya Ridho. " Nggak apa- apa." ucap Arini mengulum senyum, menyembunyikan sesuatu.

Ridho pikir, Arini senang akan pindah. Ia tak tau kalau Arini mengambil ATMnya Rania.

"Mbok Yem, tolong ini di beresi. Aku dan Arini pergi dulu, kami akan pindah rumah."

"Baik, Mas Ridho. " Wajah Mbok Yem langsung cerah seketika mendengar Arini akan pindah rumah. Mbok Yem membereskan sisa makan Majikanya dengan hati riang.

Bersambung.