webnovel

40. STELLA DAN DANI BERMALAM DI RUMAH JIHAN

"apa kau baik baik saja Stella?" tanyaku dengan penuh kekhawatiran.

Stella menangis ketakutan sekali. Dia memeluk dirinya sendiri. Terlihat Dani juga melihat mamanya dengan kasihan.

Aku mencoba untuk memeluk Stella dengan hangat sambil mengelus pundaknya dengan pelan.

"Jangan cemas. Aku selalu ada untukmu Stella. Kau wanita yang hebat. Jangan sungkan kepadaku. Aku akan ada untuk membantumu selalu Stella," ucapku dengan berkaca kaca. Karena aku bisa dengan jelas bayangan bagaimana Robert mengerikan sekali membentak Stella.

"Terimakasih Jihan," kata Stella dengan lembut.

"kau ini sudah aku anggap seperti ibuku. Aku sayang denganmu Stella," ucapku sambil menyeka air mata Stella.

Kini Stella sudah mulai tidak menangis lagi. Dia sudah terlepas dari pelukanku. Kini Stella membenarkan duduknya dan melihat Steven dengan kasihan.

"Steven, aku sungguh meminta maaf padamu. Apa lukamu itu perlu aku obati? Aku akan mengjbatinya sampai sembuh," kata Stella dengan serius.

Steven menggeleng dengan bibirnya tersenyum manis.

"Oh tidak tidak Stella. Aku baik baik saja. Ini hanya luka kecil," kata Steven sambil memegang sudut bibirnya yang terluka dan lebam.

Aku yakin sekali kalau itu sangat menyakitkan. Aku salut dengan Steven..dia berani sekali kepada Robert.

"Sebenarnya bukan pertama saja aku mendengarkan teriakan Stella. Baru kali ini saja aku berani untuk membantumu Stella. Mungkin karena aku tidak ingin merasa menyesal. Jadi aku harus membantumu Stella," kata Steven dengan jujur.

Aku kaget sekali saate mendengarkan ini. Berarti bukan pertama ini saja Robert memperlakukan tidak baik kepada Stella. Ya Tuhan, kasihan sekali Stella.

"Tidak apa apa Steven. Aku snagat berterimakasih kepadamu Steven. Tetapi mungkin kau tidak usah lagi mencoba menolongku. Aku takut nanti kau yang akan menjadi sasaran pukul Robert. Aku takut nanti kau malah di incar Robert," kata Stella dengan menunduk.

"Sudah jangan memikirkan itu. Yang terpenting aku berniat untuk membantumu. Itu saja, aku tidak perlu memikirkan bagaimana nantinya. Aku sudah lega jika membantumu Stella," kata Steven dengan bijak sekali.

Aku salut sekali dengan Steven. Dia bersikap dewasa sekali. meski umurnya sama denganku.

Stella tidak berkata apa apa lagi. Aku tahu pasti Stella juga hanya bisa bersikap seperti itu. Meski sebenarnya ia tidak enak hati dnegan Steven.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Aku mau istirahat," kata Steven dengan terrsenyum lebar.

Dia berdiri dari warna abu abu milikku. Aku langsung saja beridiri mendekat kepada Steven.

"kau sungguh tidak mau minum atau makan dulu? Aku punya sop telur yang menghangatkan," ucapku dengan melihat Steven. Entah kenapa wajah itu menjadi sangat baik sekali bagiku dan aku sedikit canggung jika harus bertatap mata seperti ini.

"Aku juga punya makanan sendiri di rumahku," jawab Steven dengan sombong sambil tersenyum seperti meledekku.

Dia memang menyebalkan sekali.

"Kalau begitu permis semuanya. Jaga baik baik mereka Jihan," kata Steven melihatku.

Kini Steven keluar dari rumahku. Kulihat punggungnya yang kini menjauh. Aku langsung saja menutup dan mengunci pintu dengan rapat.

"Jihan, sebenarnya aku kasihan dengan Robert. Aku takut dia terjadi sesuatu yang buruk," kata Stella dengan wajah sedih.

"Aku yakin dia hanya pingsan. Nanti juga bangun sendiri. Kalau kau berada di sana. Kau bisa di pukul dan di marahi lagi oleh dia. Aku tidak mau itu terjadi. Kasihan juga dengan Dani yang harus menonton kalian bertengkar," ucapku melihat wajah Dani yang sekarang mengantuk.

Kini Dani segera aku gendong untuk tidur di kamarku. Sementara Stella masih duduk di sofa.

Di dalam kamarku. Aku pelan pelan untuk merebahkan Dani yang kini sudah terlelap sekali. Matanya menutup rapat. Dani anak kecil ini sangat manis sekali jika sedang tertidur. Gemas sekali dnegan Dani.

"Dia pintar sekali ya. Baru berumur tiga tahun saja bicaranya sudah pintar sekali," kataku dengan tersenyum kepada Stella.

Stella hanya tersneyum biasa saja.

"Kalau begitu, aku akan menyiapkan makan untukmu ya, Stella. Kau pasti sangat lapar sekali. Aku juga lapar," ucapku lalu tertawa kecil.

"terimakasih Jihan," kata wanita berumur empat puluh lima tahun ini yang badannya kurus sekali menurutku.

Aku langsung saja menuju ke dapur. Tanganku dengan cekatan menyiapkan piring dan menaruh roti dan juga menaruh sup di mangkok. Aku juga menyiapkan teh hangat.

Aku menaruh makanan itu di atas meja makan. Aku langsung pergi ke ruang tamu.

"Stella, makanan sudah siap. Kita makan bersama ya," ucap ku dengan lembut.

Kini Stella tersenyum kepadaku dan aku merangkulnya dengan lembut sambil berjalan menuju ke dapur.

Aku dan Stella makan malam dengan lahap sekali. Aku bersyukur untuk hari ini. Bisa makan dengan nikmat dan di berikan kesehatan. Aku juga bisa belajar dengan melihat rumah tangga Stella. Aku menjadi berfikir tentang ibu dan ayahku. Apa mungkin mereka pernah bertengkar juga seperti Stella dan Robert. Entahlah. Aku tidak tahu. Entah kenapa juga aku jadi merasa takut untuk untuk menikah. Entahlah, kenapa juga aku harus memikirkan itu.

***

Pagi yang cerah dan ketika aku bangun. Stella tiba tiba sudah berada di dapur. Kulihat Dani yang bermain sendiri dengan makanannya. Ya Tuhan berantakan sekali meja itu. Dani makan dengan tidak baik.

"Maaf jika aku bangun terlalu siang," ucapku membuat Stella menengok ke belakang melihatku.

Stella tadinya sedang sibuk dengan teflon dan spatula ya.

"rupanya kau sudah bangun. Tidak apa kau bangun siang. Aku sudah membuatkan sarapan untukmu Jihan," kata Stella dengan tersenyum.

Aku mendekat dan kulihat ada bubur di atas teflon itu.

"Wah enak sekali sepertinya. Aku tidak sabar mencobanya," kataku dengan antusias.

Kini Stella menyiapkan sarapan untukku di atas meja.

"Apa ini yang dinamakan mempunyai seorang ibu? Bangun siang dan sudah ada makanan di dapur," kataku dengan tersenyum.

"Hahaha, apa kau tidak.pernah merasakan punya seorang ibu?" tanya Stella seketika itu.

Aku terdiam.

"Maaf jika.pertanyaan aku salah," kata Stella.

"Tidak kok, kau tidak salah. Aku memang tidak.pernah merasakan mempunyai ibu. Sejak kecil ayah yang selalu ada di sampingku," kataku dnegan lembut.

"Oh, maaf. Aku tidak tahu dengan ceritamu. Maaf sekali jihan," kata Stella dengan mengelus pundakku.

Kini aku sarapan dengan lahap bersama Stella dan juga Dani. Dia sela sela makan. Aku juga mengobrol dengan Stella. Dan stella.akhirnya bercerita dnegan jujur kepadaku. Kalau dia sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakan oleh Robert. Stella bercerita dnegan berkaca kaca.

"Maaf, kenapa kau tidak pergi saja? Maksudku. Mungkin kau bisa pergi bersama Dani untuk meninggalkan Robert," kataku dnegan hati hati. Kulihat wajah dnegan seirus wanita yang seperti ini di depanku.

Stella menggeleng. Dia tampak murung.

"aku tidak bisa melakukan itu Jihan. Itu sama sekali tidak mudah. Nanti jika kau menikah. Kau pasti sudah pasti merasakannya nanti,"