Pagi itu Dewa, Putri, Rama, Febby, Sisca, Milo, Shaden dan Peter sedang membahas tentang teman mereka Dhany yang belakangan ini sikapnya rada aneh, juga tentang hasil penguntitan mereka terhadap Dhany kemaren siang dengan menggunakan Bajay. Yang walaupun "sangat berkesan" tapi menghasilkan satu petunjuk, yaitu ternyata tiap pulang sekolah Dhany selalu mampir sebentar ke suatu Diskotik, tapi apa yang doi lakukan di diskotik itu masih menjadi tanda tanya. Itulah yang akan diselidiki lebih lanjut oleh Dewa cs.
Rencananya hari ini mereka akan pergi ke Diskotik itu untuk mencari petunjuk, tapi kali ini mereka memutuskan untuk memakai mobil Dewa.
Mereka tidak perlu membuntuti Dhany, karena mereka telah tahu tempat Diskotik itu mereka bisa langsung pergi ke sana sepulang sekolah. Putri dan gengnya rencananya mo ikutan ke sana juga.
"Eh..gue mo ke toilet dulu nih…mo pipis" ujar Peter sambil ngeloyor pergi meninggalkan teman-temannya. Nggak ada yang perduli, semuanya pada ribut membahas tentang Dhany.
Karena betul-betul kebelet banget, Peter juga nggak gitu merhatiin. Doi langsung aja ngacir ke toilet di belakang sekolah. Setelah menunaikan tugasnya, Peter keluar dari toilet.
Tapi ketika akan meninggalkan tempat itu, doi ngeliat kayak ada orang yang lagi ngumpet di balik tumpukan meja dan kursi bekas yang emang sengaja ditumpuk di samping toilet di belakang sekolah itu. Peter mengintip dari sela-sela tumpukan meja dan kursi itu, betapa terkejutnya ketika melihat ternyata yang lagi berada di balik tumpukan meja itu adalah DHANY..!!!
Dan kalau diperhatikan baik-baik ternyata saat ini Dhany sedang menyuntik lengannya sendiri..!!!! ketika Dhany selesai menyuntik lengannya, doi terlihat begitu nyaman dan santai.
"Dha..Dhany..??!! lo lagi ngapain..??!!!" Peter berdiri di hadapan Dhany yang sedang jongkok di balik tumpukan meja dan kursi, di sampingnya masih terdapat alat suntik yang baru aja dipakainya.
Menyadari kalau perbuatannya tadi telah dilihat oleh Peter. Dhany jadi gugup, doi langsung berdiri dan hendak melangkah pergi dari tempat itu. Tapi langsung ditahan oleh Peter.
"Dhan…. lo kok jadi kayak gini sih..??!!!" Peter memegang bahu temannya yang kini berwajah pucat itu. "Bukan urusan lo…!!!" hardik Dhany sambil menepis tangan Peter.
"Nggak…!!! justru ini urusan gue juga…soalnya gue kan temen lo Dhan..!!!"
"Eh..lo tuh budek ya..!!! minggir gue mo lewat..!!!" bentak Dhany.
"Kalau nggak napa..??!! lo kira gue takut ama lo..!!!" Peter menolak bahu Dhany.
Tanpa disangka-sangka Dhany langsung meninju Peter, walaupun kaget Peter masih sempat menangkisnya. Peter membalas Dhany dengan tendangan ke arah perut, tapi Dhany bisa menghindarinya. Lalu keduanya terlibat saling baku hantam, kecepatan pukulan dan tendangan keduanya lebih cepat dari peluru. Keduanya belum ada yang berhasil mengenai lawannya masing-masing, pukulan mereka cuma membelah angin saja, suara yang terdengar seperti bunyi dengungan lebah.
Tapi itu tak berlangsung lama, beberapa pukulan berhasil masuk dan mengenai Peter. Awalnya Peter masih bisa menahannya, tapi lama-kelamaan, kecepatan dan kekuatan pukulan Dhany semakin lama semakin bertambah.
Peter yang dulu sering berlatih bersama Dhany merasa heran dan takjub dengan kemampuan Dhany ini, karena kalau nggak salah Dhany dulu nggak sekuat ini. Malah dia lebih kuat sedikit dari Dhany. Tapi hari ini Dhany jauh lebih kuat dari biasanya.
Setelah selama beberapa detik didera beberapa juta pukulan dari Dhany akhirnya Peter tidak sanggup lagi melindungi dirinya, sebuah tendangan keras dari Dhany melemparkan tubuh Peter menembus tembok belakang gedung sekolah dan menembus beberapa ruangan kelas sampai beberapa ratus meter dengan suara yang sangat keras, bergemuruh dan memekakkan telinga.
Murid-murid yang mengira ada Bom di sekolahan mereka itu segera berhamburan berlarian ke luar kelas dengan panik dan ketakutan.
Begitu melihat semua kekacauan yang baru saja disebabkannya, Dhany langsung terbang melesat meninggalkan sekolah, sementara itu saat ini Peter sedang berada di bagian atas gedung sekolah dalam keadaan pingsan. Rupanya begitu mendengar bunyi keras tadi Dewa cs langsung bergerak menuju ke sumber suara dengan kecepatan tinggi, lalu menangkap tubuh Peter yang sedang melayang menembus kelas-kelas di sekolah itu dan secepatnya membawa Peter ke bagian atas gedung sekolah agar tidak menarik pehatian murid-murid lainnya. Dewa cs memilih atap sekolah karena Bagian atas gedung sekolah datar dan tersembunyi, tak terlihat dari bawah.
Putri yang tidak bisa bergerak secepat teman-temannya itu berlari ke arah halaman sekolah ditemani Rama dan Milo untuk melihat sumber suara keras tadi yang sepertinya berasal dari beberapa ruangan kelas di bangunan yang berseberangan dengan bangunan kelasnya berada, yang kini dalam keadaan berantakan. Ada sekitar tujuh kelas yang temboknya hancur berantakan diterjang tubuh Peter.
Putri melihat sekelilingnya, banyak murid-murid yang berlarian dengan panik sambil berteriak-teriak ada Bom. Putri baru sadar kalau beberapa tembok kelas yang hancur itu bukan karena Bom setelah doi melihat temen-temennya tidak berada lagi disampingnya, entah sejak kapan mereka semua meninggalkannya Putri pun kurang begitu jelas. Putri cuma bisa mengira-ngira kalau hancurnya tembok-tembok itu berkaitan dengan teman-temannya yang memiliki kekuatan super.
"Lho Sisca dan Febby mana??!!!..anak-anak yang lain juga mana??!!!" Milo dan Rama bertanya-tanya dengan panik.
Mungkin karena semua kepanikan ini Rama dan Milo baru menyadari kalau kedua pacarnya dan teman-temannya yang lain tidak bersama-sama mereka lagi.
Putri hanya bisa berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan teman-temannya itu ketika beberapa guru menyuruh semua murid-murid termasuk Putri, Rama dan Milo untuk segera meninggalkan sekolah.
"Sialan..!!! ini pasti kerjaannya Dhany..!!!" maki Shaden dengan kesal.
"Belum tentu Dhany..kan.." sergah Febby yang sedang membersihkan luka-luka Peter yang masih dalam keadaan pingsan.
"Waktu itu kita semua berada di dalam kelas kecuali Peter dan Dhany… Siapa lagi yang bisa menghajar Peter sampe babak belur begini selain Dhany!!!" omel Shaden.
"Gue setuju ama Shaden, ini pasti kerjaannya Dhany " tandas Sisca.
Shaden menoleh ke arah Dewa
"Wa..!!! kita harus beri pelajaran ke anak brengsek itu..!!! masa temen sendiri dihajar sampe kayak gini sih..!!"
"Hooiii, jangan maen antem gitu aja dong..!!!" sergah Febby "Dhany kan temen kita juga..!!"
" Temen yang mukul temen sendiri sampe kayak gini nggak bisa dibilang sebagai teman..tau..!!!" omel Shaden dengan nada tinggi.
"Hooii…, nggak usah bertengkar gini napa sih..!!" teriak Dewa menengahi.
"Gue rasa mendingan sekarang kita mengantar Peter ke rumah sakit lalu kita cari Dhany ke rumahnya untuk menanyakan mengapa dia berbuat ini pada Peter.."
"Allllaahhh…, nggak usah pake nanya-nanya segala..!! hajar aja tuh anak ampe bonyok..!!" potong Shaden.
Dewa mendekat ke arah Shaden "Eh…kalau semua anak berpikiran kayak lo, nggak mo maafin kesalahan orang lain. Berarti gue ama anak-anak yang lain boleh bonyokin lo juga dong..!! inget….yang dulu punya rencana adu domba kita semua tuh siapa..??!!"
Shaden langsung mati kutu dan jadi salah tingkah.
"Pokoknya gini aja" lanjut Dewa "kalau kita ketemu ama Dhany, kita tanyain dulu baik-baik, kalau dianya malah nyebelin ya udah terpaksa deh.."
"Wa..gue rasa urusan Dhany entar dulu deh…yang penting Peter nih..gue takutnya dia kenapa-kenapa aja nih.." ujar Febby khawatir.
Tiba-tiba aja Peter membuka matanya dan langsung nyeletuk "Haahh…Gu..gue kenapa..kata lo..??!!"
Kontan aja semuanya langsung kaget "Pe..Peteerr…!!!!!"
"Lo masih idup Ter..??!!" tanya Sisca.
Peter malah nyengir 'Hehehehe..yaa.berkat doa para penggemar"
"Huuu…" ledek Sisca sambil mendorong kepala Peter. Peter malah cengengesan, doi berusaha untuk berdiri meskipun rada-rada sempoyongan.
Dewa langsung mencegahnya "Ter.., mendingan lo duduk dulu deh..jangan jalan dulu"
Shaden berjongkok di samping Peter "Ter..lo diapain ama Dhany..ampe kayak gini??!!"
Peter menatap wajah temen-temennya dengan serius "Lo semua tau nggak..??!! tadi gue nangkep basah Dhany waktu lagi nyumtik Narkoba..!!"
"Haahh..nyuntik Narkoba..???!!!!" teriak yang lain tak percaya.
Dewa menghela nafas "Pantesan aja, Gue udah curiga dari dulu,…sikapnya belakangan ini kayak ciri-ciri orang yang lagi kecanduan"
"Terus karena ketauan lo langsung dihajar gini" tanya Sisca. Peter mengangguk.
"Masa lo nggak ngelawan sih.., perasaan…lo ama Dhany kan lebih kuat lo..!!" ujar Shaden.
"Gue juga mikirnya gitu waktu berkelahi ama dia, eh nggak taunya di tengah-tengah pertarungan tenaga dan kecepatan Dhany meningkat dengan drastis. Dan akhirnya yaaahhh..yang seperti lo liat sekarang ini" jelas Peter.
Febby mengernyitkan dahinya "Kok Dhany bisa sekuat itu ya sekarang…bukannya kalau orang lagi make narkoba malah jadi tambah nggak bertenaga…ini kok malah kebalikannya.."
"Apa karena Dhany bukan orang biasa ya..seperti kita..??" celetuk Sisca.
Shaden menjentikkan tangannya "Berarti kalau orang-orang seperti kita make narkoba bisa jadi lebih kuat dong.."
"Bisa jadi sih.." ujar Dewa "Tapi sepertinya ujung-ujungnya tetap berakibat buruk bagi kita sendiri.."
"Maksud lo..?' tanya Shaden.
Dewa menghela nafas "Gue belon tau secara pasti sih, tapi lo liat aja tampang si Dhany yang pucat banget sekarang ini, gue rasa pucatnya Dhany itu contoh efek buruk yang bisa kita lihat dari luarnya aja. Gue yakin pasti ada efek buruk yang terjadi dalam dirinya yang menyebabkan dia pucat kayak gitu yang semakin lama akan semakin buruk"
Shaden mengangguk-ngangguk "Iya..juga ya.."
"Ter..lo udah bisa bediri belon?" celetuk Dewa "Kalau belon…sini deh biar gue ama Shaden papah"
Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dari bawah gedung.
"Kayaknya Tim Gegana udah pada datang tuh.." celetuk Febby
"Ya udah kita langsung cabut ke rumah Dhany yuk…" usul Sisca, yang langsung disambut hangat oleh yang lainnya. Lalu dengan kecepatan tinggi mereka semua terbang ke arah rumahnya Dhany, Peter yang masih sempoyongan dibawa oleh Dewa dan Shaden.
Sesampai mereka di rumah Dhany ternyata orangnya nggak ada, belon pulang dari pagi tadi kata pembantunya. Lalu mereka mengantar pulang Peter ke rumah kosnya, setelah itu mereka memutuskan untuk pulang dulu karena mereka juga nggak tau mo mencari Dhany kemana. Pokoknya kalau besok si Dhany nggak datang ke sekolah, baru mereka memutuskan untuk mencari cara untuk menemukan kira-kira dimana Dhany berada.
Setibanya di rumah Dewa teringat kalau doi berjanji pada Putri akan menemaninya ke bandung untuk menanyakan masalah jati dirinya pada panti asuhan di sana. Sesegera mungkin Dewa menghubungi Palmphone Putri untuk menanyakan dimana doi berada saat ini. Setelah itu Dewa langsung terbang secepatnya ke tempat Putri berada.
Ternyata Putri berada di kafe gaul , lagi makan siang. Begitu nyampe Dewa langsung menceritakan tentang Peter dan Dhany.
Lalu Dewa juga mengingatkan pada Putri mengenai rencana mereka ke Panti Asuhan itu, awalnya Putri bilang lebih baik ditunda dulu tapi karena didesak terus oleh Dewa akhirnya Putri menyetujuinya. Untuk menghemat waktu, maka Dewa dan Putri memutuskan untuk terbang dengan kecepatan tinggi ke Bandung.
Setelah sembilan kali nyasar di beberapa panti jompo dan panti pijat, akhirnya mereka nyampe di Panti Asuhan Asah Asih Asuh.
"Permisi…, apa kepala Pantinya ada..?" tanya Dewa pada bapak-bapak berumur sekitar lima puluhan yang sedang menyapu halaman Panti.
Lelaki tua itu menghentikan pekerjaannya "Mmmm.., adik berdua ini siapa ya..?"
"Kami berdua datang dari Jakarta, kami ingin menanyakan sesuatu hal mengenai anak dari panti ini yang diadopsi oleh sepasang suami istri sekitar enam belas tahun yang lalu.." Putri menjelaskan maksud kedatangannya pada bapak tua itu.
Mendengar kata-kata Putri barusan, Pak tua itu keliatan terkejut "Anak yang diadopsi sekitar enam belas tahun yang lalu..??!!"
Dewa dan Putri heran dengan reaksi Pak tua itu "Kenapa Pak..?"
"Bapak rasa lebih baik kita ngomong di dalam aja…" Bapak itu meletakkan gagang sapunya sambil mempersilahkan mereka untuk masuk.
Dewa dan Putri langsung ngeh "Berarti…,Jangan-jangan Bapak ini….?!"
"Betul….saya Kepala Panti disini…" Pak tua itu tersenyum.
"Mangga..mangga silahkan duduk…" Pak itu mempersilahkan mereka berdua duduk di kursi ruang tamu. "Sebentar ya…saya ambilkan minuman.."
"Nggak usah repot-repot Pak.."
Pak tua itu malah tersenyum "Nggak…nggak ngerepotin kok…."
Tak berapa lama kemudian, Pak tua itu membawakan dua cangkir teh manis anget.
"Mangga diminum dulu, mumpung masih anget…"
Keduanya menyeruput teh manis itu sedikit.
"Jadi apa yang bisa saya Bantu ?" tanya Kepala Panti itu.
Dewa dan Putri saling berpandangan, lalu dari dalam saku baju seragamnya Putri mengeluarkan fotokopi akte kelahirannya yang dulu sempat di-copynya sebelum menanyakan masalah ini kepada Bokap dan Nyokapnya.
"Ini Pak…, kami ingin menanyakan tentang akte ini.." Putri menyodorkan fotokopi akte itu pada Kepala Panti.
Kepala Panti menerima copy akte itu dan membacanya, lalu dia menatap Putri "Apakah adik ini…adalah Putri..??!!"
Putri mengangguk "Betul Pak, saya Putri.."
"Waaahhhh…., nggak nyangka, Sudah besar ya sekarang…, cantik lagi.." puji Pak tua itu "Pasti nak Putri sudah nggak ingat lagi ama Bapak…, dulu bapak suka menggendongmu kalau lagi menangis"
Putri tersenyum tersipu ���Waktu itu saya kan masih bayi..pak.., belum bisa ingat apa-apa.."
Kepala Panti itu tersenyum lalu mengamati Copy akte itu sekali lagi "Berarti kedatangan nak Putri kemari pasti karena ingin menanyakan tentang keterangan dalam akte ini yang tidak mencantumkan tempat-tanggal lahir dan nama orang tua kandung, bukan begitu..?!!"
"Bu..bukan.., eh..i..iya" jawab Putri.
Kepala Panti tersenyum "Bagaimana reaksi orang tua angkat nak Putri, setelah nak Putri memberi tahu bahwa nak Putri akan datang ke Panti ini untuk menanyakan tentang akte kelahiran …?"
Putri tersenyum kecut "Sebenarnya Mami dan Papi tidak mau memberitahukan alamat Panti ini, mereka hanya memberi tahu nama Panti ini saja, kemudian setelah melacak alamat Panti, saya memutuskan untuk ke sini tanpa sepengetahuan mereka."
Pak Kepala Panti menatap Putri lekat-lekat.
"Apakah nak Putri betul-betul ingin mengetahui tentang asal-usul nak Putri..??"
"Betul Pak.., saya betul-betul ingin tahu tentang asal usul saya, terutama tentang orang tua kandung saya yang sebenarnya, saya sangat ingin bertemu dengan mereka"
Pak tua itu menarik nafas panjang "Baiklah kalau begitu, mungkin yang akan Bapak ceritakan ini tidak sesuai bayangan nak Putri. Apakah Nak Putri betul-betul siap untuk mengetahui yang sebenarnya?"
Putri mengangguk dengan mantap.
Pak tua itu menyandarkan punggungnya, matanya terlihat menerawang jauh mencoba mengingat kejadian enam belas tahun yang silam "Begini ceritanya…., waktu itu enam belas tahun yang lalu, seingat bapak malam sudah larut dan bapak sedang memeriksa kunci pintu dan jendela di Panti ini. Tiba-tiba saja dari arah depan pintu ruang tamu terdengar suara tangis bayi…"
Dewa dan Putri saling berpandangan. Berarti benar dugaan Dewa, Putri ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya di depan Panti.
"Semula bapak tidak menghiraukannya karena mengira mungkin saja itu cuma suara kucing, tapi lama kelamaan suara tangisan itu semakin jelas. Karena penasaran bapak segera membuka pintu ruang tamu dan langsung saja bapak meloncat kaget ketika melihat pemandangan di depan pintu itu…"
"Emangnya kenapa Pak, bukankah yang di depan pintu itu saya..??" tanya Putri.
"Mungkin tampang lo waktu bayi nggak mirip orang…" gurau Dewa yang langsung disambut dengan jitakan dari Putri.
"Sebenarnya baru kali ini saya melihat pemandangan seperti itu di depan pintu panti.
Bagaimana tidak kaget, coba deh bayangin, waktu itu yang saya lihat adalah tujuh bayi yang diletakkan berjejer di depan pintu..!!!!"
Putri dan Dewa langsung mendelik kaget "Tu..Tu..juh bayii..??!!!"
Pak tua mengangguk "Betul..tujuh bayi yang baru berumur beberapa hari, saya masih ingat dengan jelas.., empat bayi laki-laki dan tiga bayi perempuan masing-masing dibungkus dengan selimut tebal dan dengan secarik kertas dibalik selimut yang menerangkan tentang nama mereka masing-masing…, dan nak Putri berada di antara ketujuh bayi itu.."
Putri dan Dewa berpandangan dengan perasaan khawatir. Jangan-jangan keenam bayi yang lainnya itu adalah…..,
"Tu..tunggu dulu Pak, jadi sebenarnya nama saya diambil dari nama yang tertulis di secarik kertas yang terdapat di balik selimut bayi saya..begitu..??!!" potong Putri.
Pak itu mengangguk, "Betul…, begitu juga dengan nama keenam bayi yang lainnya.."
Dewa betul-betul khawatir dengan kemungkinan kenyataan yang sebenarnya tentang keenam bayi yang lainnya itu. "Lalu siapa saja nama keenam bayi yang lainnya itu..?"
Pak tua itu mencoba mengingat-ngingat "Mmmmm…, kalau nggak salah ingat, dua bayi perempuan lainnya bernama Febby dan Sisca, sedangkan keempat bayi laki-laki sisanya bernama Dewa, Shaden, Peter dan Dhany..!!!"
"HAAAAAAHHHHH…!!!!!!!!" Putri dan Dewa melotot sambil menjerit
Dewa langsung menyandar dengan lemas di kursinya. Pak tua itu bingung dengan sikap Dewa dan Putri tadi. "Lho memangnya kenapa nak..?"
Putri menghela nafasnya "Teman saya ini bernama Dewa..pak.."
Pak tua itu langsung mendelik kaget.
"Dan nama-nama bayi yang lainnya yang baru saja Bapak sebutkan tadi, mereka semua adalah teman-teman kami…, kami semua teman di sekolah dan kelas yang sama.." lanjut Putri.
Pak tua itu langsung mendelik tak percaya.
"Betul-betul tak dapat dipercaya…, ba..bagaimana bisa semua kebetulan ini terjadi..??!! Walaupun kalian semua diadopsi oleh orang tua yang berbeda dan terpisahkan selama belasan tahun. Tapi, pada akhirnya kalian dipertemukan kembali…. Jangan-jangan ini yang dinamakan takdir,"
Dewa tersenyum kecut "Betul-betul kebetulan yang tidak dapat dipercaya…"
Lalu Dewa menoleh ke arah Putri "Put…, kayaknya cerita tadi sudah bisa ngejelasin semua tentang masa lalu lo yang sebenernya dan juga tentang masa lalu gue dan anak-anak yang lainnya, jadi menurut gue kita nggak perlu lagi menanyakan lebih lanjut tentang keterangan akte yang nggak jelas itu. Akte itu tidak mencantumkan tempat-tanggal lahir dan nama orang tua, karena memang nggak ada yang tahu kapan dan dimana lo lahir dan siapa nama orang tua lo…."
Dewa menunduk, suaranya terdengar begitu berat "….begitu juga nama orang tua gue dan anak-anak yang lain.."
Putri melihat raut kesedihan terpancar dari wajah Dewa, Putri menggenggam jemari Dewa. Karena sebenarnya dia memang senasib dengan Dewa….dan senasib juga dengan teman-temannya yang lain. Mereka semua dibuang oleh orang tua kandung mereka dan nggak ada yang tau siapa orang tua mereka sebenarnya. Tapi yang menjadi pikiran Putri adalah mengapa mereka semua bisa diletakkan di depan pintu panti pada saat yang bersamaan, apakah orang tua mereka saling kenal..? apa alasan mereka membuang anak-anak mereka..?
Putri merasa sepertinya Pak tua itu pun tidak mengetahui apa-apa tentang jati diri orang tua mereka yang sebenarnya, yang beliau tahu sepertinya cuma tujuh bayi yang diletakkan pada tengah malam di depan pintu pantinya enambelas tahun yang lalu. Ya..cuma itu saja….
Setelah berbasa-basi sebentar, lalu Dewa dan Putri mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada Kepala Panti karena bersedia menampung mereka semua enam belas tahun yang lalu, tak lupa Dewa dan Putri memberikan sejumlah sumbangan dalam bentuk cek, sekedar untuk biaya pembangunan dan perawatan Panti yang pernah menampung mereka waktu masih bayi dulu.
Karena hari sudah semakin gelap, mereka pun pamit pulang ke Jakarta karena takut kemalaman.
Selama dalam perjalanan pulang terbang menuju ke arah Jakarta, kedua remaja ini tidak ada yang berbicara, keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Memikirkan tentang asal-usul mereka yang sebenarnya, tentang jati diri mereka, tentang siapa mereka semua ini sebenarnya, apakah ini semua ada kaitannya dengan kekuatan super yang juga mereka miliki bersama? Tidak ada yang tahu jawabannya, mereka belum menemukan jawaban atas semua pertanyaan itu, belum untuk saat ini, mungkin suatu saat nanti kelak mereka akan mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya.
*****