2 hari berlalu setelah meninggal nya Febri, nafsu makan ku berkurang begitu pula jam tidur ku. Malam ini adalah malam ketiga , antara sedih, rindu, dan patah hati yang mendalam beradu dalam satu rasa. Tak bisa lagi ku bayangkan betapa porak poranda nya hati ku. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 malam, aku mulai lelah, ku matikan lampu tidurku , dan ku biarkan jendela kamarku terbuka agar aku bisa mendengarkan suara-suara jangkrik dan denyitan ranting yang tertiup angin, karna hanya suara malam yang dapat membuat ku terlelap. Aku pun tertidur.
Aku berjalan di sebuah padang rumput dengan disinari matahari sore yang begitu elok. Angin bertiup pelan, betapa teduh nya tempat ini, sejenak dapat ku lupakan dan ku lepaskan segala beban pikiranku. Aku menghampiri sebuah bangku taman di pinggir padang rumput ini, bangku itu tepat di bawah pohon, dan aku pun duduk di bangku itu, aku suka berlama-lama di tempat ini, beberapa saat kemudian....
"Puspita....." Seseorang menyebut namaku pelan dengan suara yang tak asing bagiku, aku menoleh dan menatap seseorang yang memakai kemeja warna putih senada dengan warna dress yang saat ini ku pakai....
"Febri....." Jawabku dengan bergetar dan mataku berkaca-kaca.
Dia duduk di samping ku, dan aku langsung memeluknya, untuk pertama kalinya aku memeluk Febri...
"Febri....aku nggak nyangka bisa liat kamu lagi ...(sambil menangis) Feb...aku rindu sama kamu...jangan tinggalin aku lagi Feb..."
"Aku juga rindu banget sama kamu Pii...."
Lalu Febri melepas pelukan ku dan menghapus air mataku, ku lihat lagi senyumnya yang begitu meneduhkan hatiku...
"Maafin aku yaa Pii...karna sudah jauhin kamu...aku nyesal karna sudah buang-buang waktuku buat jauhin kamu ...aku rindu sama kamu Pii..."
"Nggak apa-apa kok Feb... cukup dengan bisa peluk kamu kayak gini udah bisa membayar semua nya...Febri...maafin aku kalau aku sudah buat kamu nggak nyaman dengan adanya perasaanku yang lebih ke kamu...aku tau nggak seharusnya aku cinta sama kamu..." Belum selesai aku menjelaskan, Febri langsung memotong nya...
"Pii...aku juga cinta sama kamu...."
Jantungku semakin berdetak kencang dan air mataku tak mampu lagi ku bendung...
"Kamu beneran Feb....?"
"Maafin aku Pii...seharusnya aku berani bilang ini ke kamu dari dulu....aku selalu suka sama kamu...aku nggak pernah punya perasaan kayak gini ke orang lain...kamu cinta pertamaku Pii...cuma aku terlalu pengecut buat ungkapin ke kamu..."
Aku semakin bergetar dan tentu saja air mataku semakin deras mengalir.
"Dan sekarang aku mau nanya ini secara resmi sama kamu Pii... aku cinta sama kamu...kamu mau nggak jadi pacar ku...untuk yang pertama dan yang terakhir...?"
"Iyaa...aku mau Feb...." Jawabku spontan dan sambil tersenyum bahagia. Lalu Febri memelukku, dan aku merasa bahwa terbayar sudah segala luka ku yang kemarin hampir setiap hari aku rasakan. Lalu dia melepaskan pelukannya dan menanyakan sesuatu....
"Pii....aku nggak pengen pisah sama kamu lagi..."
"Iya aku juga Feb...aku nggak pengen jauh-jauh dari kamu....aku sayang sama kamu...aku mau selalu di dekat mu..."
Lalu Febri menggenggam tanganku...
"Pii...kamu mau nggak ikut sama aku...?"
"Ikut kamu..? kemana Feb....?"
"Ikut tinggal sama aku....di tempat ku yang sekarang itu enaaaaak banget...indaaaah... dan aku yakin kamu bakal bahagia sama aku tinggal disana...ikut aku yaa....supaya kita bisa sama-sama terus...."
Mendengar ajakan Febri, aku terdiam sejenak, itu berarti dia mengajakku untuk ???
"Maaf Feb...kayaknya aku masih pengen tinggal sama ayah dan ibu aku...aku masih pengen bersama keluarga ku...masih banyak hal lain yang harus aku jalanin disini...."
Febri pun terdiam tapi lalu tersenyum lagi padaku, dengan senyum teduhnya itu...
"Ya sudah Pii...aku ngerti kok....kamu jaga diri baik-baik yaa...jangan pernah lupain aku..."
"Tapi Feb....aku ...aku nggak mau kehilangan kamu lagi...." aku mulai menangis lagi.
Lalu Febri mengusap air mataku dengan lembut...
"Kamu nggak akan kehilangan aku kok...aku selalu ada di hati kamu...kamu pacar pertama dan terakhir ku Pii...."
Aku memeluknya dengan erat, senyaman ini kah berada di dalam peluknya, seketika aku berharap waktu dapat berhenti tuk sejenak agar aku dapat sedikit waktu lagi untuk terus bisa memeluk Febri....
"Aku pergi yaa Pii... makasih sudah menyimpan cinta buat aku...aku sayang sama kamu ..." Febri tersenyum padaku.
"Febrii.........."
"Febriii......"
Aku terbangun dan keringat membasahi tubuhku, aku mulai mengumpulkan nyawaku, dan mulai tersadar, Oh tuhan, ternyata hanya mimpi. Bagaimana mungkin mimpi itu terlihat begitu nyata, apa benar Febri hadir di mimpiku secara nyata ? atau hanya karna aku terlalu banyak memikirkan dia? Namun setidaknya itu cukup mengobati rinduku terhadap Febri. Jarum jam menunjukkan pukul 05.00 pagi, dan lebih baik aku mandi dan menyiapkan peralatan sekolah.
3 bulan berlalu, setelah kepergian Febri. Aku sudah mulai bisa mengobati luka dalam hatiku dan membuka lembaran baru, karna aku sadar, aku tak bisa terus-terusan meratapi apa yang telah terjadi dan apa yang telah pergi. Aku melamun di bangku samping lapangan sekolahku, menikmati angin yang berhembus, lalu tiba-tiba Sinta datang menghampiriku dan duduk disampingku...
"Melamun mulu Pii...."
Aku tersenyum dan tertawa kecil mendengarnya...
"Aku baru ingat sesuatu Pii....seharusnya aku sampein ini ke kamu dari dulu..."
"Kenapa Sin...?"
"4 bulan yang lalu, setelah aku cerita ke Febri soal rahasia mu, Febri ada titip salam ke aku buat kamu, katanya tolong bilang ke Puspita yaa, aku juga suka sama dia....Maaf aku lupa buat sampein ke kamu...dan bener-bener baru ingat sekarang....."
Mendengar cerita Sinta, jantungku berdetak dengan cepat, dan seketika aku teringat mimpi ku waktu bertemu Febri. Ternyata itu bukan sekedar mimpi, tapi Febri benar-benar datang dalam mimpiku, Oh Febri...ada sedikit rasa sesal karna begitu terlambat aku tau tentang perasaanmu, bahkan hingga akhir hayatmu pun masih kamu bawa perasaan itu. Terima kasih Feb, aku selalu merasa bahwa kamu selalu ada dalam hatiku meski kamu sudah pergi, aku cinta kamu Febri, hingga akhir hayatmu , aku masih mencintaimu.
~End~