webnovel

Harry Potter Migrates in A Different World

Setelah dibunuh Voldemort, Harry Potter tidak mati. Akan tetapi jiwanya tidak kembali ke badannya semula seperti yang direncanakan Albus Dumbledore, melainkan bermigrasi ke dunia lain sebagai seorang pejabat muda dari klan bergengsi di ibukota negara. Tapi, berhubung prestasinya rata-rata hanya lulus ujian di tingkat kota praja dan ia hanya anak seorang selir dengan latar belakang mantan wanita penghibur dari rumah tangga ketiga, ia pun dilempar di tempat miskin nan tandus yang tingkat kemiskinan penduduknya menyentuh angka 75%. Harry tidak ambil pusing. Ia bisa beradaptasi dengan cepat dan menerima kehidupannya yang baru. Mungkin itu juga bagus. Ia bisa menikmati kehidupan damai. Jauh dari hiruk pikuk intrik dan skema dalam pusaran perebutan kekuasaan. Mungkinkah itu terjadi? Tentu saja tidak mungkin. Seperti kata Profesor Snape kita yang tercinta, Harry berbakat menjadi magnet masalah. Masalah demi masalah berat menumpuk di tempat kerjanya karena tingginya angka kemiskinan menyebabkan tingginya angka kriminalitas dan penyakit sosial lainnya. Persoalan kian meruncing karena kesalahan yang dilakukan kepala klan dalam memihak pangeran calon penerus tahta. Puncaknya, klannya terancam dimusnahkan hingga 9 generasi termasuk Harry. Ini memacunya untuk berjuang ke puncak dunia. Menjadi seorang pejabat Legendaris yang saleh yang kata-katanya dihargai sebagai emas dan membuat siapapun dengan skema jahat harus berfikir berulang kali sebelum menghitungnya.

SitiAisah793 · ファンタジー
レビュー数が足りません
2 Chs

Menghitung Kekayaan

Pikiran Harry rumit. Di kehidupan sebelumnya, walaupun ia mengalami kekerasan baik fisik maupun verbal di rumah dan ia hanya bisa mengenakan pakaian sisa sepupunya, tapi saat di Hogwarts ia tergolong murid yang kaya. Tapi, setelah pindah dimensi, kenapa nasib malangnya terulang kembali?

Kisah hidupnya sungguhlah miris. Seperti sebuah lelucon. Sayangnya, ini lelucon pahit yang sulit ditelan apalagi dicerna oleh perut.

Bayangkan saja! Sebelumnya, ia punya gunungan koin emas, perak, dan tembaga yang belum ia habiskan. Selama 7 tahun setelah ia mendapatkan warisan ayahnya, ia baru menghabiskan seper dua belasnya saja atau bahkan seperdua puluhnya mengingat di tahun kelimanya, Ayah baptisnya, Sirius Black menambah pundi-pundi kekayaannya. Dan sekarang, ia ditinggalkan dengan aset yang menyedihkan. Ia hidup dalam kemiskinan.

Harry hanya punya 10 tael perak di dompetnya secara keseluruhan. Stel bajunya secara total (dihitung dengan seragam pengadilan) hanya 7 buah. Itupun yang dibuat dari kain berbahan bagus yakni sutra dan satin hanyalah seragam yang dialokasikan oleh pengadilan. Sisanya dari kain katun bahkan linen yang kasar. Sungguh miris. Dari gunungan emas direduksi menjadi 10 buah saja.

Klannya tidak mau repot-repot mengalokasikan sumberdaya padanya begitu ia diangkat menjadi hakim di sebuah kota kecil, miskin, dan juga terbelakang. Ibu kandungnya sendiri juga tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya menyumbang 3 tael perak dan giok murah mengingat kondisi ibu kandungnya pun tak kalah miskinnya. Terlebih lagi ibunya juga harus mempersiapkan mahar untuk adik perempuannya. Jadi hanya 3 tael perak itu yang bisa ibunya sumbangkan. Untuk menambah nasib malangnya, pihak pengadilan sendiri memberinya gaji pokok hanya 7. Dari situlah angka cantik 10 ini berasal.

Fuck! Harry mengumpat dalam hati.

Apa yang bisa ia lakukan dengan 7 tael, coba? Untuk rumah tangga di desa, angka ini sudah mewah. Bisa dianggap orang kaya raya. Namun, untuk ukuran seorang pejabat setingkat hakim, itu adalah uang receh yang untuk mencukupi kebutuhan dasarnya aja sudah sulit apalagi membangun jasa dan memajukan kota di wilayahnya? Itu benar-benar lelucon.

Harry menangis, tapi tanpa air mata. Ia menangisi hidupnya yang malang. Ia merasakan sebuah ilusi jika Dewa Kesialan enggan berpaling darinya. Sang Dewa Kesialan seakan-akan tak ingin melihatnya bahagia. Karena itu, saat ia tinggal selangkah lagi meraih kebahagiaan, menikmati buah ketekunan dan kerja kerasnya, tiba-tiba kebahagiaannya terbang begitu saja.

Ngomong-ngomong angka 7, Harry jadi ingat seteru abadinya. Bukankah Voldemort tergila-gila dengan angka 7? Jangan-jangan, Dewa Transmigration yang mengirimnya ke dimensi ini kongkalikong dengan Voldemort. Kok bisa angkanya sama?

Harry mengusap air mata imajinernya. Oke lupakan keluhannya. Sekarang saatnya membuat rencana. Sebelum sampai tujuan, ia harus mengisi kasnya terlebih dahulu agar ia tidak jadi bahan tertawaan penduduk setempat.

Harry menghitung secara mental jari emasnya. Ia memiliki ilmu pengetahuan baik studynya di dimensi ini maupun di dunia asalnya. Ini modal dasarnya untuk membangun kerajaan bisnisnya. Ia mengetahui beberapa bahan obat dari jenis flora maupun fauna dan meraciknya. Jari emasnya yang lain yakni kekuatan sihirnya masih ada. Ini perlindungan tambahan untuknya bertahan hidup di dunia ini. Ia bisa lebih PD.

Harry mencoba kekuatannya. Ia menarik dompet kainnya yang kurus pemberian ibunya tersayang. Ia melemparkan serangkaian mantera nonverbal untuk memperluasnya dompetnya. Ia tidak muluk-muluk ingin membuat dompetnya secanggih tas istimewanya Hermione yang bisa memuat banyak barang.

Sesudah berlatih dalam waktu satu dupa, ia berhasil memperluasnya dompetnya hingga seluas keretanya. Harry tersenyum puas. Ia merasa bangga dengan hasil karyanya. Ia menyimpan dompetnya hati-hati.

Harry memperhatikan kondisi sekitarnya di luar tendanya. Para pengawalnya sebagian tidur dan sebagian lagi berjaga. Ia dengan hati-hati mencari celah untuk keluar dari penjagaan para pengawalnya. Saat pengawalnya lengah, ia kabur dari tenda. Untuk sementara, ia belum bisa merapal mantera teleportasi karena ia masih kesulitan merapalkan mantera Apparate tanpa tongkat sihir.

Harry bergerak cepat di tengah-tengah rimbunnya pepohonan yang berjajar rapat. Gerakannya lincah tanpa suara. Ia menyembunyikan siluetnya dalam mantel kegelapan. Satu-satunya yang ia syukuri dalam mode pelariannya bersama Hermione dan Ron adalah ia semakin ahli dalam menyembunyikan jejak dan gerakannya kian halus tanpa suara.

Harry berburu binatang yang ia tahu memiliki nilai ekonomis baik sebagai bahan obat, diambil dagingnya maupun kulitnya. Dalam waktu sepertiga malam, hewan yang berhasil ia buru yakni satu ekor macan, sepuluh ular berbisa, dan sepasang serigala hutan. Ini cukup untuk hari ini. Besok ia bisa berburu tanaman herbal secara terang-terangan.

Pemilik asli punya pondasi belajar herbal meski hanya bulunya. Tapi setidaknya ia tahu jenis tanaman obat dan cara meracik obat secara umum. Jadi, Harry tidak akan dicurigai.

Usai berburu, Harry kembali ke tendanya dan melanjutkan tidurnya. Tidurnya lebih pulas daripada malam sebelumnya. Ia sudah melemparkan beberapa mantra perlindungan dan array pertahanan di sekeliling area ia camping. Ia percaya makhluk penghuni hutan ini tidak akan bisa menembus array pertahanannya. Jadi dia dan rakyatnya aman.

"Tuan!" sapa Zhou Ji dari luar tenda. Dia tidak berani memasuki tenda sebab Tuan mudanya paling tidak suka jika ada orang yang memasuki lingkup pribadinya. Tuan mudanya mengganggap ini sebuah agresi.

Harry membuka kelopak matanya. Tidurnya tidak lama, namun berkualitas sehingga ia merasa segar begitu ia bangun. "Ya?" balas Harry sengau karena baru bangun tidur.

"Sarapan sudah siap." Kata Zhou Ji membuat laporan.

"Tunggu sebentar. Aku akan bersiap-siap." ujar Harry. Ia merapalkan mantera pembersihan. Camping di pinggiran hutan membuatnya kesulitan menemukan sumber mata air. Mereka harus berhemat air. Air yang mereka simpan hanya untuk konsumsi. Jadi, sudah dua hari ini Harry dan rakyatnya tidak bisa menikmati pelayanan air untuk mandi. Untungnya, ia menguasai mantera pembersihan sehingga meski sudah dua hari tidak mandi, ia tidaklah bau.

Harry keluar dari tenda menduduki tempat khusus yang didedikasikan untuknya. Zhou Ji memberikan sarapan hari ini yakni penekuk tepung jagung dengan tambahan bawang hijau dan rebusan sayuran liar. Tidak ada telur yang ditambahkan sehingga penekuk jagungnya keras. Sulit dicerna.

Zhou Ji memperhatikan ekspresi Tuan mudanya. Tidak ada penolakan ataupun penghinaan. Tuan mudanya dengan santai menggigit penekuk yang dibuatnya penuh kerja keras pagi ini. Sesudahnya, Zhou Ji mengunyah bubur tepung jagungnya yang dibuat sangat encer. Ia tidak mengeluh sedikitpun akan menu sarapannya yang miskin yang berbeda jauh dengan saat tinggal di klan. Tuannya saja tidak mengeluh. Apa haknya untuk mengeluh?

Usai sarapan, Harry menolak naik kereta. "Aku berencana mengumpulkan herbal hari ini. Mumpung melewati hutan." kata Harry pada rakyatnya.

Tabib Wei yang pertama mengangguk setuju. Ia juga ingin mengumpulkan beberapa herbal untuk cadangan sebab bahan obat yang dibawanya dari Beijing sudah menipis dikonsumsi oleh Tuan hakim selama perjalanan. Tabib tanpa obat sama halnya koki tanpa pisau. Artinya, tanpa obat, ia juga tidak punya kuasa untuk menyembuhkan pasien.

Dengan dikawal oleh para pengawal yang memiliki olah Kanuragan tinggi, Harry dan tabib Wei mulai menjelajah hutan. Untuk meningkatkan kredit keselamatan, mereka hanya menjelajahi lapisan pinggir saja.

Untuk sementara, Harry pikir ini cukup. Ia memahami kekhawatiran para pengawalnya. Hutan sangatlah berbahaya. Banyak dihuni binatang buas dan berbisa. Salah sedikit saja nyawa jadi taruhannya. Untungnya, Dewi Fortuna masih mau menatapnya. Walau hanya di pinggiran, herbal yang ditemukan cukup banyak dan juga beragam jenisnya.

Harry mengumpulkan herbal dengan hati-hati. Ia takut merusak bagian-bagian tanaman yang mana akan membuat khasiat herbal menjadi rusak. Ia bekerja hingga waktunya makan siang. Ia menyudahi acara berburu herbalnya dan kembali ke tenda.

"Aku makan di tenda. Sesudah makan siang, mari lanjutkan perjalanan!" kata memberi instruksi. Harry mengemas dan mengelompokkan herbalnya sesuai jenisnya. Mungkin karena faktor geografis, herbal yang berhasil ia kumpulkan bukanlah herbal langka. Itu hanya sekumpulan herbal yang hanya digunakan pada obat-obatan secara umum. "Tampaknya aku harus menyusup lagi nanti malam," gumamnya lirih.

Rakyat membongkar tenda dan membersihkan areal camping. Mereka melanjutkan lagi perjalanannya.

Sesudah acara berburu herbal hari itu, Harry tidak pernah lagi mengutarakan niatnya untuk mengumpulkan herbal. Mereka terus berjalan dan hanya berhenti untuk istirahat ketika hari sudah gelap agar mereka cepat sampai tujuan.

Itu di permukaan. Dalam kegelapan, Harry melanjutkan acaranya mengumpulkan herbal-herbal berharga. Semuanya ia tempatkan di dompet pribadinya. Tanaman obat ia kemas dengan rapi dan lalu ia ikat dengan benang. Ia mengelompokkan herbalnya menjadi dua. Kelompok pertama untuk dijual. Kelompok kedua untuk pribadi. Ia berniat mempraktekkan kemampuannya kembali dalam meramu ramuan obat penumbuh tulang dan syaraf, obat untuk angin dingin, obat penghilang luka, obat penghenti pendarahan, dan lain-lain.

Seminggu kemudian rombongan Harry berhasil mencapai kota Hong Ye. Kota ini berbatasan dengan kota Xiatan.