Hans kemudian berbincang dengan David sebentar sebelum meninggalkan temannya itu agar ia beristirahat.
"Hans, dua hari lagi aku akan pindah untuk tinggal bersama kalian! Hahaha! Aku tidak sabar!" Ujar David sambil melihat Hans yang menggeleng meninggalkannya.
**
"Tuan Yu'da, hari ini aku menemukan hal yang aneh!" Ujar Hans ketika ia sampai di tempat Yu'da Sang singa Raksasa.
"Hal yang aneh? Hal apa jang kau maksudken?" Tanya Yu'da.
"Aku tidak bisa menjelaskan, tapi ketika jiha milikku bersentuhan dengan udara dan aku menutup mataku. Aku bisa melihat garis-garis cahaya, padahal mataku masih tertutup." Hans bertanya sambil duduk di lantai batu, bersebelahan dengan Sang Singa Raksasa. Ia bertanya sambil membelai bulu-bulu domba kecil yang berbaring di pangkuannya.
"Hans.."
"Jang engkau lihat adalah cara Semesta memberitahumu tentang aksara."
"Karena sekarang engkau memiliki hati semesta!"
"Sebelumnya Semesta memberiken hatinya padaku, sehingga aku bisa memahami aksara dan menjadi tak tertandingi." Ungkap Yu'da.
"Hati semesta? Kapan anda memberikannya tuan?" Hans bertanya polos sambil mendongak.
"Haha kau tidak perlu tahu, hal ini berhubungan dengan alasan mengapa aku berada di tempat ini! Pada waktunya aku akan memberitahukannya kepada engkau!"
"Sekarang yang engkau perluken adalah berlatih, aku akan mengajarimu cara untuk mengerti aksara semesta! Mengerti hati dari pencipta seluruh jagat raya!" Ia berdiri tegak dan aura yang begitu kuat memancar dari tubuhnya.
"Tapi tuan Yu'da, kau tahu bahwa aku tidak bisa membaca aksara. Bagaimana mungkin aku bisa mengerti aksara semesta? Bahkan guruku mengatakan demikian!" Ujar Hans sambil berdiri dengan penuh keraguan.
"Tidak perlu cemas, engkau akan mengerti. Bahwa ada cara untuk mengeri aksara, yang bahkan orang buta sekalipun bisa memahaminya!"
"Tutup matamu nak!"
"Apa jang engkau lihat?" Tanya Yu'da sang raja singa.
"Hmm.. Seperti sebelumnya tuan, aku hanya melihat garis."
"Ikuti gerakan garis itu dengan jarimu!" Yu'da mengarahkan.
Hans mengikuti dengan penuh konsentrasi, garis demi garis yang kemudian terhubung.
"Sekarang buka matamu!"
Sebuah aksara terbentuk di udara, Hans terkejut.
Mi [1]
[1] Mi, Hanacaraka, kombinasi antara aksara 'ma' dan aksara pasangan 'i' untuk mengubah bentuk 'ma' menjadi 'mi'.
"Ini! Bagaimana mungkin aku bisa membuat aksara? Aku bahkan tidak mengerti aksara apa ini?" Ujar Hans pelan.
"Kau tahu, coba tanyakan pada hatimu!" Suara sang singa terdengar di kepala Hans, Ia berkonsentrasi dan arti dari aksara itu muncul begitu saja dalam hatinya.
"..mi dari kata misesa— menguasai dan memerintah.."
Ia tersenyum, namun perlahan penglihatannya mulai kabur. Ia perlahan terjatuh dan kehilangan kesadaran.
Ketika tubuh Hans terayun-ayun dan hendak terjatuh kaki depan sang singa raksasa menahan tubuhnya. Singa besar itu tersenyum, seperti tengah melihat keturunannya sendiri. Ia kemudian melihat ke atas langit-langit dan mengaum keras! Auman penuh hawa membunuh, ia merasakan sesuatu muncul dari kejauhan. Ia dengan segera menyembunyikan Hans dalam bulunya, ia mengalirkan jiha untuk menutupi tubuh Hans sehingga menjadi tidak terlihat.
Tak lama, suara langkah kaki terdengar. Domba kecil pun bersembunyi di balik bulu tebal sang singa yang tiba-tiba menjadi lebih lebat dari biasanya. Jiha milik Yu'da juga berperang besar menutupi kehadiran Hans dan domba kecil.
"hahaha Yu'da, lama tak berjumpa kawan lama?! Bagaimana tempat ini? Menyenangkan bukan?!" Seorang pria dengan jubah hitam berjalan mendekat. Aura kematian menyelimutinya, Yu'da menatapnya dengan aura membunuh.
"Tak perlu menatapku dengan tatapan seperti itu!"
"Haha tempat ini berbau begitu busuk! Aku tidak akan berlama-lama, aku kemari hanya untuk memberitahumu. Mereka datang! Mereka akan datang! Hahaha!"
"Saat mereka datang, kau akan menemui ajalmu!!!!" Ia tertawa keras, tubuhnya di selimuti kabut hitam yang menutupi seluruh wajahnya. Bersamaan dengan itu ia melepaskan ribuan roh jahat yang keluar dari dalam tanah. Roh-roh itu adalah manifestasi dari jiha dan aksara miliknya.
Laya [2]
[2] Laya, Sanskerta, sebuah kata dalam bahasa Sanskerta berarti mati atau kematian.
Ribuan roh-roh Jahat itu memenuhi seluruh penjara bawah tanah, membuat para makhluk-makhluk penghuni penjara itu mengaum dan berteriak-teriak. Mereka semua di hantui ketakutan luar biasa, karena mereka jelas lebih lemah dari pria misterius yang menyerang Yu'da.
Roh-roh yang sebelumnya juga menjerit-jerit ketakutan itu berbentuk seperti anak-anak manusia yang kehilangan bagian tubuh mereka dan menangis penuh kesedihan. Ketika Yu'da melihat mereka ia mengaum penuh amarah.
"Biadab! Berapa anak manusia jang engkau bunuh untuk mendapatkan aksara kegelapan ini!" Amarah Yu'da benar-benar terlihat, ia benar-benar sedih melihat anak-anak ini menjadi korban makhluk busuk ini.
"Hahaha! Mengapa? Kau teringat keturunanmu yang dibantai dahulu?!"
"Betul bukan?!" Sosok misterius itu menjadi semakin bahagia melihat kemarahan Yu'da.
Ia kemudian mengangkat tangan kanannya, sebuah tongkat berukuran tiga hasta teracung ke atas, ribuan roh jahat itu kemudian berubah rupa menjadi singa-singa muda yang kemudian seumpama aliran sungai, mereka menerjang tubuh Yu'da.
"Nikmatilah lara yang di bubuhkan oleh keturunanmu sendiri singa tua! Hahahaha!" Suara tawa yang penuh kekejian memenuhi seluruh penjara bawah tanah.
"Tidak!" Teriak sang singa raksasa, di tidak bisa menyakiti keturunannya sendiri.
"Kau iblis! Roarr!" Ia mengaum keras, suara aumannya membawa kuasa yang luar biasa, meski pada saat ini jiha miliknya semakin lama semakin melemah. Ia memfokuskan jiha untuk melindungi dan menyembunyikan keberadaan Hans dan domba kecil.
Tubuhnya Yu'da mulai tercabik oleh ribuan singa yang menyerangnya, namun ia hanya menyerang mereka dengan auman dan tidak menggunakan cakar dan taringnya.
Ketika semua suara itu terdengar begitu keras, tanpa Yu'da dan sosok misterius itu sadari, Hans tersadar, ia melihat segala yang terjadi. Meski tubuh Yu'da dan jihanya menghalangi Hans dari luar, namun ia dapat melihat semuanya dari dalam gelembung jiha yang melindunginya.
"Tuan.."
"Siapa orang ini?!" Ia bertanya dalam hatinya, ia mengulurkan tangannya hendak mengambil senjata miliknya.
"Anakku, jangan. Biarken aku jang menyelesaikannya!" Suara Yu'da terdengar di telinga Hans, suara penuh kesedihan. Hans berlutut, melihat luka di sekujur tubuh Yu'da yang semakin lama semakin lemah. Darah Yu'da membasahi tangan dan kaki Hans, ia mengangkat tangannya, memandang telapak tangannya.
"Pergi!" Yu'da mengaum teramat keras kali ini, suaranya membuat seluruh penjara bawah tanah bergetar, sosok misterius itu bergetar, bila orang melihat wajah di baliknya mereka akan mendapatkan wajah di penuhi ketakutan.
Ribuan roh jahat itu terhempas pergi, cahaya kuat memancar dari tubuh Yu'da. Cahaya yang menyalak-nyalak seperti api, membuat tubuh sang sosok misterius seperti terpanggang.
Ia kemudian bergegas pergi sambil berteriak-teriak,"Kurang ajar! Lihat saja! Ketika mereka datang kau akan merakan balasannya!"
"Aku akan memenjarakan jiwamu!"
"Jiwamu!"
"Jiwa.."
"Ji.."
"Wa.." Suaranya bergema, perlahan-lahan menghilang.
Hans kini merangkak keluar, menggeser tubuh domba kecil yang masih tertidur tanpa menyadari apa yang tengah terjadi. Ketika ia berhasil keluar dari bulu tebal Yu'da, ia menemukan air mata darah menyembul di ujung mata singa raksasa.
"Tuan.." Hans berucap sambil memandang asing besar yang kesepian itu.
"Tak apa nak, tak apa." Meski ia berucap demikian, namun suaranya justru menunjukkan hatinya yang semakin merasa perih.
"Nak, aku tidak lagi memiliki pewaris. Apa engkau bersedia menerima aksara milikku?" Singa itu kemudian menunduk dan memandang Hans.
Ia mengangguk, mendekat, sepatu dan seluruh jubahnya bersimbah darah merah keemasan.
"Bagaimana tuan hendak mengajar aku, aku kan tidak bisa membaca?" Tanya Hans.
"Buka pakaianmu nak, jubah dan bajumu saja." Ucap Yu'da, ia kemudian menggoreskan luka di punggung Hans.
"Argh!" Jerit Hans ketika cakar besar itu menggoreskan aksara pada punggung Hans.
"Pejamkan matamu, tahan dan fokuskan pikiranmu!" Perintah sang singa raksasa.
Hans memejamkan matanya, merasakan luka di punggungnya yang perlahan membentuk sebuah aksara.
"Ini..?!"
"AKSARA!!"
Pa [3]
[3] Pa, Hanacraka, sebuah karakter aksara Jawa.
Hans mengingat semua garis demi garis yang terbubuh di punggungnya, bersama dengan darah yang menetes dari luka di punggungnya. Bersamaan dengan aksara yang muncul bersamaan dengan luka yang mengeluarkan darah di punggungnya, sementara Yu'da justru terdiam. Hans masih terpaku dengan aksara yang terbentuk di punggungnya ketika ia merasakan garis-garis yang ia terka dari rasa sakit di punggungnya.
Pikiran Yu'da melambung, ke masa-masa ketika ia mengajari keturunannya tentang aksara. Ia terdiam dan tenggelaman dalam ingatannya.
Di masa lalu
"Aksara ini berarti 'pa' aku akan mengajari mu membentuk kata praba yang berarti cahaya!" Ujar Yu'da kala itu.
"Tapi raja bukankah kata praba di mulai dengan aksara 'Pr' dan bukan 'Pa'?!" Tanya seekor singa muda padanya.
"Tentu, tapi aksara fa akan beruba menjadi 'Pr' dengan menambahkan aksara lain, yaitu aksara sandangan 'cakra', perhatikan!" Ujarnya, ia membentuk aksara 'pa', kemudian membubuhkan sebuah aksara lain, yaitu 'cakra'.
Pra [4]
[4] PRA, Hanacaraka, gabungan 'pa' dengan aksara sandangan cakra merubah kata menjadi para.
"Wahhh!!"
"Luar biasa raja!!" Ujar para singa muda yang mengelilingi Yu'da, ia tersenyum dan kemudian melanjutkan aksara terakhir.
Kembali ke dalam penjara
Hans mengingat semua garis yang ia rasakan di punggungnya, wajahnya mulai pucat akibat darah yang terus berkurang.
"Hans, ini adalah aksara terakhir! Ingat baik-baik nak!" Yu'da masih dalam kesedihan yang mendalam, ia kemudian mengangkat darahnya yang bercecer di atas lantai, kemudian mengolesi punggung Hans dengan darahnya yang berwarna merah keemasan. Seketika luka-lukanya tertutup, ia kemudian menuliskan sebuah aksara terakhir.
Ba[5]
[5] Ba, Hanacaraka, sebuah aksara dasar bertuliskan 'ba'.
Mata Hans masih tertutup, sementara rasa sakit dan kulitnya menunjukkan sebuah aksara baru. Kemudian, hal yang ajaib terjadi. Aksara-aksara itu kemudian melebur menjadi sebuah aksara baru yang muncul dari dalam hatinya, seperti garis-garis cahaya yang muncul ketika ia berhadapan dengan dua penjaga pintu profesor Gyves.
Kemudian, keajaiban terjadi!
Praba [6]
[6] praba, Hanacaraka, sebuah kata Sanskerta yang di tuliskan dalam Hanacaraka berarti 'cahaya' atau sinar.
Aksara-aksara itu kemudian berputar dengan sangat cepat, kemudian berubah menjadi sebuah bola cahaya raksasa. Cahaya yang begitu terang yang membuatnya membuka matanya.
"Nak, aksara yang baru ku berikan berbunyi praba. Ia adalah cahaya yang bersinar dalam hati semua makhluk, karena cahaya adalah perwujudan dari semesta itu sendiri, perwujudan dari harapan!"
"Engkau tidak perlu khawatir, segelap apapun kegelapan yang menguasai dunia, ia tak akan mampu menguasai cahaya sekecil apapun ia bersinar!" Ujar Yu'da, kemudian aura yang begitu kuat mengalir keluar dari tubuhnya, mengangkat Hans dan Domba kecil ke udara.
Ia juga menggoreskan berbagai aksara ke tubuh domba kecil, kemudian membalut keduanya di dalam darahnya.
"Akulah jang melukai kalian berdua, dan aku pula jang akan mengobati kalian!"
"Darahku, adalah penghapus segala batasan dan kesalahan, biar kalian menjadi kuat dan membawa harapan!" Ujar Sang singa raksasa, bersamaan dengan ledakan jiha di udara yang memenuhi tubuh Hans dan domba kecil. Hal itu membuatnya kehilangan kesadaran dan memasuki tahap meditasi tanpa keduanya sadari.
"Karena pada bahu kecilmu, aku letakkan harapan semua makhluk hidup!" Ujar Yu'da, dan seketika tubuhnya lemah dan terjatuh ke lantai penjara.