webnovel

[ 01 ]

Bandung, 12th Juny 2016

"Selamat Nona Lucyana, kau sudah memenangkan kompetisi kali ini! Penampilanmu tadi sungguh luar biasa!"

"Bagaimana bisa kamu memainkan lagu sulit itu dengan jari-jarimu yang kecil itu?"

"Sudah kuduga, kamu pasti akan menang, sama seperti kompetisi-kompetisi sebelumnya."

"Inilah alasan mengapa aku menjadi penggemarmu! Ah! Kau benar-benar cantik!"

Gadis mungil itu tersenyum dengan kerendahan hatinya terhadap sanjungan yang terus bersahutan setelah sesi wawancara ringan berakhir.

Dengan lagu Prelude in G minor Op. 23 No. 5, gadis bernama Lucyana Isabella Kamarel atau yang akrab disapa Lucy ini berhasil menyabet kejuaraan untuk Kompetisi Rachmaninoff nasional yang di selenggarakan di Bandung tahun ini.

Selain sanjungan, Gadis yang mengenakan dress biru langit selutut itu pun menerima beberapa buket bunga cantik dari penggemarnya.

Kesulitan dengan tangannya yang sudah penuh dengan buket bunga, Lucy mencari sosok laki-laki seharusnya ada saat ini. Entah sejak kapan ia menghilang.

"Pergi kemana sih, hp aku juga dibawa dia."

Lucy berdecak di depan pintu masuk auditorium. Bibirnya mengkerucut sebab kesal. Untung saja sudah tidak ada wartawan ataupun orang yang dikenalnya melihatnya.

"LUCYANA KAMAREL!"

Si pemilik nama menoleh. Dari jarak sekitar 10 meter ia bisa melihat Harryan—teman nya—berlari ke arah Lucy dengan kekehannya.

Laki-laki berbibir tebal itu langsung memeluk Lucy. Erat hingga Lucy merasa sedikit sesak karenanya.

Tak lupa Harryan pun mengacak-acak puncak kepala Lucy. "Congrats Lucy! I'm so proud of you—tapi lo gak bosen apa menang terus?"

"Astaga, Harryan!"

Lucy mendorong laki-laki yang kini berhenti terkekeh itu. Gadis itu menatap buket-buket bunganya dan menatap Harryan kemudian.

Harryan mengikuti arah tatapan temannya, ke arah buket bunga yang Lucy pegang. Beberapa buket bunga penyok. Seketika Lucy menghela napas.

"Sorry, Cy, gue terlalu senang buat lo." Harryan hanya terkekeh hingga matanya hampir menghilang melihat ekspresi wajah Lucy yang sebal karenanya.

Meredam tawa yang tak lagi renyah, Harryan berdecak. "Udah siniin, perempuan secantik lo cuma ditakdirin pegang buket dari gue aja."

Lucy berdecih pelan dan tertawa kecil kemudian. Lima buket bunga yang sebelumnya Lucyana pegang kini Harryan ambil. Dan gadis itu hanya memegang satu buket bunga yang Harryan beli beberapa waktu yang lalu khusus untuknya.

Merapikan rambutnya, lalu Lucy meraih sling bag kecil yang Harryan bawa sejak ia tiba di Bandung.

Kanan kiri bahu Harryan dihiasi dengan tas milik Lucy. Gadis itu kemudian pergi ke toilet yang berada tak jauh dari pintu auditorium. Lucy melepas dan mengganti gaunnya dengan funnel neck pink pastel dan tartan outer berwarna senada.

Tak butuh waktu lama bagi Lucy mengganti pakaiannya. Dengan langkah kakinya yang kecil, Lucy menghampiri Harryan yang kerepotan mengangkat telepon. Sedangkan tangannya penuh dengan buket-buket milik Lucy.

Saat Lucy hendak mengambil buket, Harryan menggeser tubuhnya. Tak memperbolehkan Lucy untuk memegang buket lain. Akhirnya

gadis itu hanya menunggu hingga Harryan selesai menerima panggilan telepon. Wajah Harryan nampak menahan keki ketika ia menutup telepon.

"Ada apa?"

"Papa," Harryan menjeda kalimatnya, "nyuruh gue ke Rumah Sakit sekarang katanya."

Lucyana hanya ber-oh kecil.

"Ikut gue ketemu Papa dulu yuk? Masih ada waktu dua jam sebelum kereta berangkat, gak bakal lama-lama juga disana."

"Emm gak usah deh," Lucy mencari alasan, "mending kamu temuin Papa kamu sendirian. Kalian juga kan udah lama gak ketemu, pasti banyak yang mau di obrolin kan?" Ujar Lucy.

Harryan berdecih pelan, untuk sang Papa. "Tapi gue gak bisa ninggalin kamu sendiri, Bunda juga udah nitipin kamu ke gue."

"Gapapa, aku gak bakal kesasar disini, Ryan." elak Lucy enteng. "Aku juga lagi mau me time."

Setelah berpikir beberapa saat, Harryan akhirnya mengangguk setuju dengan beberapa syarat. Sembari melangkah keluar gedung, Harryan memesan taksi untuk gadis itu.

Tak butuh waktu lama, taksi yang dipesan tiba di lobi gedung. Harryan melepas sling bag milik Lucy.

"Okay, barang-barang lain biar aku yang urus. Kalau urusannya udah beres harus telepon aku ya nanti aku jemput, hati-hati sama orang asing, mereka gak sebaik yang kamu kira—"

"Iya iyaaa Harryan Darmawangsa, kamu udah sering ngomong begitu," balas Lucy yang diam-diam memutar bola matanya malas, ia pun tertawa kecil.

Gadis bersurai hitam itu masuk ke dalam taksi dengan telapak Harryan yang sigap di kepalanya. Hampir saja kepala Lucy terantuk pintu taksi.

"Nanti aku jemput di depan gerbang stasiun ya, tau kan?" ucap Harryan.

Lucy mengangguk cepat saat itu. Dan Harryan melihat Lucy yang melambai hingga bayangan gadis itu menghilang di dalam taksi.

_____

Harryan menghela napas sesaat sebelum ia mengetuk pintu ruangan bertuliskan Direktur. Hanya ada dehaman saja dari Direktur utama rumah sakit itu. Harryan sebenarnya sudah tahu akan seperti ini.

Laki-laki berwajah tirus itu masuk dan mendapati sorot tatapan dingin dari si pemilik ruangan.

Yasa Darmawangsa menatap tajam putranya. Lalu tangannya mengarah pada sofa. Menyuruh Harryan duduk.

Jujur, Harryan membenci keformalitasan Yasa. Baku. Kaku.

"Kenapa kamu bolos les dan berada di Bandung?"

Dugaan Harryan benar, itu pertanyaan pertama yang akan diajukan Yasa padanya.

"Ini hari libur sekolah. Aku cuma-"

"Jangan mencari alasan," dengan suara baritone nya, Yasa menyela.

"Kamu pikir kenapa Papa menyewa tutor untuk kamu?" Pria paruh baya itu berjalan beberapa langkah ke arah Harryan.

"Supaya kamu berhenti buang-buang waktu dengan bermain-main! Ingat, kamu itu berbeda dengan anak-anak lain, Harryan," tekannya. "Yang perlu kamu lakukan hanya belajar dan belajar agar kamu bisa melanjutkan studi ke Harvard University!" sesekali Dokter ahli bedah saraf itu mengetuk kaca meja dihadapan putranya.

Harryan yang hanya diam saja membuat Yasa geram. Pria paruh baya itu melangkah lebih dekat ke arah putranya.

"Pasti si pianis itu kan yang sengaja memaksa kamu,"

Harryan mendelik sinis," Harryan minta jangan libatin Lucyana dalam masalah ini,"

"Kalau bukan karena gadis itu lalu untuk apa kamu berada di Bandung, Harryan! Dia hanya pengaruh buruk untuk kamu!" Suara Yasa kian meninggi.

"Harryan yang maksa buat ikut nemenin dia, Pa!"

Sorot mata kedua ayah dan anak itu sama-sama mengintimidasi. Yasa berusaha menetralkan emosinya.

"Turunkan nada bicaramu, bertingkahlah sesuai batasan!" tekannya dalam nada yang lebih rendah.

Harryan bangkit dari duduknya. "Tuan Yasa, kalau kita bertemu hanya untuk berdebat, lebih baik tidak perlu bertemu, Tuan benci membuang-buang waktu bukan?"

"HARRYAN! SAYA INI PAPA KAMU! JAGA SOPAN SANTUNMU"

Harryan tertampar. Jika saja Yasa tidak ingat dimana ia berada sekarang.

Harryan menghela napas kasar, "Pulang ke Jakarta sekarang juga, Papa akan carikan tutor yang baru untuk kamu, jam les privat akan ditambah lebih ketat. Papa pastikan setelah hari ini kamu tidak akan bisa membolos lagi."

Mendengar itu Harryan menatap Yasa dengan tatapan campur aduk, tak habis pikir, kesal dan kecewa. Kali ini ia mendengus kasar. Harryan tahu, meski keki Harryan hanya bisa menahannya dan memilih pergi.

༺༻

Guratan senyum di wajahnya nampak cantik begitu ia turun dari taksi, langkahnya berada di depan taman kota. Letaknya tidak terlalu jauh dari stasiun Bandung.

Sebenarnya Lucyana tidak memiliki tujuan pasti. Pergi ke taman ini hanya alasan agar Harryan tak membawanya ikut menemui Yasa. Tapi karena sudah berada disini, Lucy harus menikmatinya.

Menengadah ke langit, Lucy menggembungkan pipinya. Langit tak lagi cerah. Banyak orang yang mulai meninggalkan area taman, hingga jalanan di sekitar taman pun nampak lengang.

Lucy membuka kamera ponselnya. Awalnya Lucy hanya mencoba memotret asal seorang gadis kecil yang sedang bermain-main dengan anak kucing. Namun ia berhasil menangkap momen dimana gadis kecil itu dicakar oleh anak kucing berwarna cokelat.

"LUCYANA!"

Si pemilik nama mencari sumber suara. Ia mengikuti gerak seorang pria yang jaraknya hanya sekitar 8 langkah dari posisinya sekarang.

"Ayah! Tadi aku dicakar kucing itu tapi aku gak nangis dong! Aku hebat kan?"

Langkah Lucyana melambat dan berhenti tepat di hadapan seorang pria paruh baya yang sedang memeriksa keadaan lengan gadis kecil itu.

"A-ayah..?"

Semua yang ada di dalam buku ini ditulis oleh TODAYYTAL. Mohon dengan sangat untuk tidak melakukan plagiarisme atau menyebarkan ke platform lain.

Mungkin terdapat kesamaan nama, latar, dan karakter, namun apapun yang terdapat di dalam buku ini hanyalah fiktif.

Be smart reader and enjoy it-!

With love,

Ytal

todayytalcreators' thoughts