webnovel

Guruku Cinta Pertamaku

Felicia Angela telah merasakan cinta pertamanya dengan cara yang tak terduga. Namun siapa yang menyangka, sang lelaki yang telah menggetarkan hatinya itu adalah wali kelas di sekolah barunya. "Bukankah kamu gadis yang jatuh di depan taman kota kemarin?" tanya James, sang wali kelas di sekolah baru Felicia. "Akhirnya Pak James mengingat saya juga," sahut Felicia dalam senyuman sinis yang dihiasi oleh sebuah tatapan penuh kekesalan. Selepas mendapatkan jawaban itu, James langsung mengambil sesuatu di dalam tasnya lalu berjongkok di depan Felicia. Mungkinkah cinta akan bersemi di antara dua insan itu? Ataukah justru layu sebelum berkembang? Cerita ini adalah fiktif belaka, tidak ada unsur kesengajaan. Happy Reading.

Lenna_Cristy · 若者
レビュー数が足りません
376 Chs

Perjodohan

Tak disangka sebelumnya, jika Bram akan menagih sebuah janji yang sudah mereka buat beberapa tahun yang lalu. Felix Angelo tak pernah melupakan hal itu. Hanya saja ....

"Sebenarnya aku sedikit bingung dengan perjodohan ini. Siapa dari mereka yang akan kita jodohkan?" Felix Angelo sama sekali tak yakin dengan dirinya sendiri. Ia sama sekali belum memutuskan apapun mengenai perjodohan anaknya.

"Apakah Alvaro atau Felicia sudah memiliki seorang kekasih?" Sarah mencoba untuk mencari kejelasan dari pasangan suami istri di hadapannya. Sebenarnya mereka sudah tak sabar untuk mengikat hubungan di antara dua keluarga itu.

Felix Angelo hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa memberikan jawaban apapun pada mereka. Ia sendiri juga tak yakin dengan hubungan di antara mereka.

"Sebenarnya, siapa yang ingin kalian jadikan menantu?" Sebuah pertanyaan yang seharusnya cukup sulit bagi mereka semua.

"Kalau kamu mengijinkan, bolehkah kami menjadikan dua anakmu menjadi menantu keluarga kami?" Bram tersenyum penuh kemenangan saat mengatakan hal itu. Ia akan sangat senang jika bisa menjadikan kedua anak sahabatnya itu masuk menjadi keluarga baru bagi anak-anaknya.

"Kamu sedikit berlebihan, Bram! Mentang-mentang anakmu ada tiga, kamu akan merebut anak kesayanganku," tolak Felix Angelo atas usul dari sahabatnya itu.

Mereka semua lalu tertawa bersama atas pembicaraan dua sahabat itu. Hubungan kedua keluarga itu memang sudah sangat dekat, perjodohan itu hanya untuk mempererat ikatan di antara mereka berdua.

"Bagaimana jika Felicia kita jodohkan saja dengan anak bungsu kita? Bukankah Felicia masih SMA? Kita bisa merencanakan pertemuan mereka begitu bidadari kecilmu itu lulus SMA. Kebetulan sekali anakku juga akan kembali dari kuliahnya yang di Amerika." Sarah bermaksud ingin meminang Felicia untuk anak bungsunya yang masih ada di Amerika. Ia berpikir jika mereka berdua akan menjadi pasangan yang sangat cocok.

"Itu ide yang bagus. Kupikir ini akan sangat menarik. Kedua anak kita yang lain terlalu sulit dikendalikan," timpal Bram atas perkataan sang istri.

Amelia tak bisa menolak atau menyetujui hal itu. Ia tak yakin jika Felicia akan menerima perjodohan itu.

"Aku belum terlalu yakin dengan perjodohan ini. Rasanya aku takut jika Felicia akan menolaknya," ucap Amelia pada sahabat dari suaminya itu. Ia sama sekali tak ingin memaksakan apapun pada anaknya. Namun, sebuah janji yang telah terikat itu membuatnya harus merelakan hal itu.

"Tak perlu khawatir, Ma. Waktunya masih panjang, biarkan Felicia menikmati masa mudanya. Saat ia sudah masuk universitas, kita bisa membicarakan rencana perjodohan ini dengannya." Felix Angelo mencoba untuk menenangkan hati istrinya. Ia sangat tahu jika Amelia selalu saja gelisah setiap kali membicarakan perjodohan di antara mereka.

Mereka pun menjadi lebih lega saat mendengar perkataan dari Felix Angelo. Tak bisa dipungkiri jika perjodohan itu menjadi beban tersendiri bagi Amelia. Apalagi, sejak awal ia tak pernah menyetujui hal itu. Bukan apa-apa, ia hanya takut jika perjodohan itu akan menyakiti hati anak-anaknya.

"Tak perlu tergesa-gesa, biarkan mereka nanti saling mengenal satu sama lain. Setelah dirasa cukup, barulah kita resmikan hubungan mereka." Bram sengaja menambahkan sedikit perkataan itu agar istri dari sahabatnya itu tidak terlalu gelisah. Sejak awal, Felix Angelo sudah menceritakan tentang keraguan Amelia mengenai perjodohan itu.

Amelia mencoba untuk tersenyum setulus mungkin. Ia tak mungkin secara terang-terangan akan menolaknya. Apalagi, mengingat hubungan kedua keluarga yang cukup dekat.

Di sisi lain, Felicia dan juga Alvaro yang sudah selesai dari toilet ... melihat ada ketegangan di wajah mereka semua. Mereka berdua saling memandang satu sama lain, saling melemparkan tatapan penasaran.

"Apa yang sedang mereka bicarakan? Mengapa mereka semua terlihat sangat tegang?" tanya Alvaro dalam kebingungan di dalam hatinya.

"Apakah mereka sedang bertengkar, Kak?" tanya Felicia dengan wajah polosnya yang terlihat begitu cantik.

Tanpa menjawab hal itu, Alvaro memiliki untuk segera membawa adiknya kembali bergabung dengan mereka semua. Ia tak ingin melewatkan apapun yang terjadi di sana.

"Apakah ada yang salah? Sepertinya Papa dan juga Om Bram terlihat sangat tegang. Mama dan juga Tante Sarah juga memperlihatkan hal yang sama." Alvaro langsung saja mengungkapkan kecurigaan di dalam hatinya. Ia tak mau menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri.

Kedua pasangan suami istri itu terlihat bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Merekalah saling melemparkan tatapan satu sama lain. Berharap salah satu dari mereka bisa menjelaskan hal itu kepada Alvaro.

"Bukan apa-apa, Alvaro. Om hanya berencana untuk menempatkan kamu dan anak perempuan Om di sebuah rumah sakit yang baru beberapa bulan ini beroperasi. Sepertinya papamu belum menyetujui hal itu." Dengan begitu lihai, Bram mengatakan hal itu pada anak laki-laki dari sahabatnya itu.

Sebenarnya hal itu bukan sebuah kebohongan, hanya saja Bram sama sekali belum membahas hal itu dengan Felix Angelo. Ia ragu jika harus menempatkan Alvaro di sebuah rumah sakit yang tidak terlalu besar seperti di mana Felix Angelo bertugas.

"Aku tak masalah Alvaro berada di rumah sakit mana saja. Asal dia nyaman dan juga mau bekerja di sana," sahut Felix Angelo untuk menyakinkan jawaban dari sahabatnya itu.

"Di rumah sakit manapun aku tak masalah, Om. Yang penting aku bisa menggunakan segala kemampuanku untuk menyelamatkan pasien." Dengan sangat menyakinkan, Alvaro memberikan jawaban itu kepada sahabat dari ayahnya.

Jawaban itu cukup membanggakan bagi mereka semua, meskipun Alvaro sempat menjadi sosok anak yang susah diatur ... setidaknya ia bisa memperlihatkan perubahan besar di dalam dirinya. Apalagi, sejumlah prestasi juga sudah diraihnya selama ia menjadi dokter di Singapura. Alvaro sempat kuliah kedokteran di Jakarta, karena sebuah alasan ... Felix Angelo mengirimkannya ke Singapura. Bahkan sampai lulus pun, Alvaro masih tinggal di negeri tetangga itu. Ia menjadi seorang dokter di sebuah rumah sakit terbesar di sana.

"Apapun yang terbaik untuk anak-anakku, aku pasti akan menyetujuinya, Bram," sahut Felix Angelo pada sahabatnya itu.

Happy Reading