webnovel

Jatuh Cinta Itu Gila!

"Saya juga tinggal di sana, saya ada di Blok D," kata Dilan dengan penuh semangat.

"Wah, saya di Blok C. Berarti deket dong." Tanpa sadar Casey ikut senang ternyata gurunya tersebut juga tinggal di satu perumahan yang sama dengannya. "Bapak naik motor?"

Dilan mengangguk, menunjuk sebuah motor matic berwarna hitam di parkiran.

"Kita bisa bareng, kamu di depan. Aku di belakang." Dilan berjalan mendahului Casey menuju parkiran motor. Mengenakan helm, ia masih berdiri di sana seakan menunggu muridnya tersebut, "Mau gak? Kalo kamu gak mau gak apa-apa," katanya lagi.

"Mau Pak!" seru Casey senang.

Casey mengakui jika beberapa persen kewarasannya hilang setelah melihat wajah Dilan dari dekat. Apalagi tutur katanya yang seperti candu baginya.

**

Malam harinya.

Ibu Casey tampak merengut di depan anaknya. Melihat lembaran kusut kertas yang tadi sempat Casey lipat karena nilainya yang buruk.

"D lagi?" tanya ibu Casey bernama Meta, dengan mata yang sangar.

Casey menundukkan wajahnya dan tak berani menatap ibunya.

"Casey, kalo kamu masih dapet D lagi. Gimana bisa lulus sekolah? Gimana kamu bisa masuk Universitas negeri kalo nilai kamu begini?!"

Sebenarnya sudah cukup sering Casey mendengar ibunya marah marah sampai seperti ini. Biasanya Meta akan membandingkan Casey dengan kakaknya yang saat ini sedang berkuliah di salah satu Universitas negeri bergengsi dengan nilai bagusnya.

Berbeda dengan Casey yang kesulitan belajar karena otaknta yang pas-pasan.

"Udah gini aja, kalo kamu sampai dapat nilai jelek lagi. Ibu potong uang saku kamu sebanyak delapan puluh persen." Terdengar cukup kejam bagi anak SMA yang mendapatkan uang hanya dari orang tua.

Selesai mengangguk, Casey masuk ke dalam kamar dengan tekanan yang dia bawa. Bukan hanya nilai matematikanya saja yang buruk. Bahkan nilai bahasa Inggris dan lain-lainnya, dia juga terbilang sama buruknya dengan nilai matematikanya. Pelajaran yang membuatnya nyaman hanyalah pelajaran seni yang tak perlu menggunakan otaknya untuk berpikir.

Casey merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Dipandanginya langit langit kamarnya yang tidak ada apa-apanya. Hanya ada sarang laba-laba kecil di pojok atas dinding kamarnya itu.

"Kayaknya gue udah lama gak beres-beres kamar. Kalau begini mana bisa gue punya suami kayak DIlan yang kelihatan selalu rapi dan bersih?" gumam Casey. Tanpa sadar dia menghubung-hubungkan semuanya dengan guru barunya tersebut. Apapun yang dilihatnya selalu berakhir dengan bayangan Dilan yang tersenyum padanya.

"Kira-kira dia lagi apa ya?" pikir Casey. Padahal rumahnya hanya berbeda satu blok darinya. Tapi kenapa Casey tak pernah bertemu dengan laki-laki itu? Apa mungkin karena Casey yang jarang main keluar?

Casey memang lebih suka berdiam diri di dalam kamarnya sambil membaca komik kesukaanya. Bahkan rak buku yang seharusnya berisi buku-buku pelajaran, saat ini dipenuhi dengan koleksi komik romantis kesukaanya.

Hal itu pula yang membuat Casey saat itu tak dikenali oleh tetangganya sendiri, karena saking dia tak pernah keluar dan hanya keluar ketika pergi sekolah saja.

Saat itu Casey sedang menghidangkan minum untuk tetanggannya yang bertamu.

"Itu siapa jeng?" tanya tetangga rumah Casey tersebut.

"Itu Casey, anak kedua saya," jawab Meta sambil terkekeh. Antara merasa lucu dan malu.

"Oh, saya baru lihat."

"Iya, emang anaknya gak pernah keluar kamar kecuali rumah kebakaran."

Casey menggigit bibirnya ketika masuk lagi ke dalam rumah sambil menahan malu karena perkataan ibunya.

**

Keesokan harinya. Waktu istirahat Casey dia habiskan dengan ke perpustakaan. Untuk mendapatkan segala macam buku dan mendekati murid pintar agar mau mengajarinya.

Namun sia-sia. Penjelasan mereka tak sama seperti yang Dilan jelaskan padanya kemarin. Dilan menjelaskan dengan sangat baik. Bagaimana dia mengatakan sesuatu hal yang dengan mudah masuk ke dalam kepalanya.

Mungkin itulah mengapa dia menjadi guru.

Casey akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas setelah tidak mendapatkan apa-apa di perpustakaan.

Tak disangka ternyata dia bertemu dengan Dilan yang baru saja keluar dari ruang guru.

"Kamu abis dari mana?" tanyanya pada Casey.

"Perpus, Pak," jawab Casey singkat masih dengan wajah yang lesu.

"Kenapa lagi?"

"Saya gak bisa ngerti yang dijelasin sama temen saya, Pak," katanya dengan nada menyerah. Dilan malah tersenyum.

"Kamu beneran mau belajar?"

Casey mengangguk.

"Ya udah kalau gitu kamu setelah pulang sekolah jangan langsung pulang. Tunggu Bapak di sana. Nanti Bapak ajarin."

Senyum Casey merekah seketika. Seakan mendapatkan hembusan angin dari surga. Sebuah harapan yang datang tanpa dia sangka akhirnya menghampirinya.

"Serius, Pak?"

Dilan mengangguk. "Iya."

***

Casey mengatakan hal yang baru saja terjadi pada Diva. Dan dia langsung melirik temannya tersebut dengan iri. Karena bisa mendapatkan waktu berdua dengan Dilan.

"Lo pake pelet apaan bisa bikin Pak Dilan ngajarin lo?" tanyanya menatap wajah Casey yang masih girang.

"Pelet lele," jawab Casey asal.

"Enak banget, berasa kek pacaran. Berdua doang udah kek les privat."

Casey hanya tersenyum saja mendengar Diva mengatakan hal tersebut padanya. Dia mengesampingkan apa reaksi dari anak-anak lain nantinya. Karena yang terpenting saat ini adalah dia bisa lulus sekolah.

"Gue pulang duluan ya," pamit Diva setelah merapikan bukunya ke dalam tas.

Casey hanya mengangguk lalu mengeluarkan buku bahasa Inggris dan matematika. Berharap kalau Dilan juga bisa mengatasi pelajaran yang sangat Diva benci dari kecil yaitu bahasa Inggris.

"Ati-ati di jalan Div!" teriaknya pada Diva yang kemudian menghilang dari tembok kelas.

Pukul dua masih ada setengah jam lagi. Sebelumnya Dilan sempat ke kelas untuk mengatakan jika dia akan ke kelas setelah jam dua lewat tiga puluh. Karena dia masih ada kelas lain saat ini. Dan hal itu terpaksa membuat Casey menunggu lebih lama lagi.

"Gak apa-apa, demi pak Dilan gue rela menunggu," desis Casey seperti orang baru gila. Iya. gila karena jatuh cinta.

Sementara itu Diva yang saat itu keluar dari sekolah sendirian membuat seorang murid laki-laki dari kelas lain menghampirinya.

"Kok lo keluar sendiri? Di mana Casey?" tanya Ken pada Diva ketika ia menghampiri sahabat Casey tersebut.

"Casey masih di kelas. Katanya sih mau diles privat sama pak Dilan," jawab Diva dengan wajah yang iri, "Seharusnya gue juga ikut gak sih? Gue kan sebelas dua belas sama kayak Casey." Diva terkejut, karena ketika dia menoleh Ken sudah tidak ada di sebelahnya.

"Ke mana anak itu?" gumam Diva bingung. Dia menaikkan kedua bahunya tak peduli. Hari ini dia mau cepat pulang dan tidur sampai sore.

Ken ternyata sudah sampai di kelas Casey. Dan dia melihat gadis itu sedang tertidur di kelas dengan kepala di atas meja.

"Dasar ceroboh," desis laki laki itu. Dia kemudian memasukkan handphone Casey yang berada di atas meja. Dan meletakkan botol air mineral di atas meja gadis itu. Setelah itu Ken pergi dan membiarkan Casey menunggu guru baru di sekolah mereka tersebut.