Jedar!
Petir menyambar. Angin juga semakin kencang. Aku menutup tirai jendela rapat-rapat agar Jonathan bisa tidur dengan nyenyak. Aku menyelimutinya dan mencium kening Jonathan saat dia benar-benar terlelap dalam tidur.
Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu aku melakukan hal yang sama dengan peristiwa yang menyedihkan juga.
Aku berjalan menuruni tangga. Aku melihat Bik Inah dan Kepala Pelayan yang sedang terduduk lesu di meja makan. Ada Steve dan yang lainnya juga di sana. Mereka tidak menyentuh makanan sampai aku datang dan duduk di meja makan.
"Ayo kita makan, jangan sampai kita membuat orang-orang yang telah pergi jadi sedih karena kita jatuh sakit karena tidak makan." Mereka pun dengan enggan menyuap makanan masuk ke mulut.
Bik Inah nampak terlihat lebih kurus. Dia terlihat masih kesakitan setelah operasi. Harusnya Bik Inah masih di rumah sakit tapi dia bersikeras untuk datang dan melihat pemakaman Ibu.
Makanan untuk Bik Inah dan Robert, Kepala Pelayan pun berbeda. Makanan mereka harus lebih lembut. Ada 2 perawat di sini untuk mengurus Bik Inah dan Mr.Robert.
"Bik Inah dan Mr.Robert, besok kalian harus kembali kerumah sakit, untuk beristirahat dan memulihkan diri." Perintahku pada mereka berdua.
"Tapi Non, gimana dengan Aden? Non akan bekerja dan Aden dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk di tinggal." Dalam keadaan Bik Inah yang sedang terluka parah pun dia tetap memikirkan orang lain.
Wajahnya tampak cemas dan khawatir dengan keadaan Jonathan. Ekspresi itu adalah satu hal yang tidak bisa di palsukan.
"Biar saya saja yang menjaga Tuan Muda, Saya sebagai Kepala Pelayan akan menjaga Tuan Muda dengan seluruh jiwa raga saya, ucap Mr.Robert dengan lantang meski setelahnya dia meringis menahan sakit di perut akibat tusukan pisau beberapa hari lalu.
Aku meletakkan sendok dan garpu kemudian berkata, "Bik Inah, Mr.Robert kalian tidak perlu khawatir. Aku akan selalu berada di samping Jonathan hingga dia pulih."
"Tapi yang paling penting sekarang adalah kesehatan Bik Inah dan juga Mr.Robert, jadi kalian harus memulihkan diri, jika bukan kalian lalu siapa yang akan menjaga Jonathan dan Mansion ini?" tanyaku pada mereka.
"Baik Non bik Inah akan kembali kerumah sakit," ujar Bik Inah menurutiku. "Saya juga, Nona. Saya akan segera sembuh dan kembali lagi kesini." Akhirnya bik Inah dan Mr.Robert mau kembali kerumah sakit untuk pemulihan.
"Kalau begitu kalian habiskan makanannya, saya akan kembali ke ruang kerja. Steve jika kau sudah selesai makan datang ke ruang kerjaku." Aku menghabiskan makanan dan mengelap bibir dengan tissu, tidak lupa menghabiskan segelas air di meja.
Aku naik ke atas kembali ke ruang kerja dan memeriksa laptop yang berisi rekaman CCTV di Rumah Sakit. Aku memutar ulang berkali-kali video pada satu waktu. Siapa pria ini sebenarnya?
Flashback
Aku menangis dengan kencang dan kelelahan. Aku pun pingsan karena tidak kuat menerima bahwa ibuku telah tiada.
Aku terbangun lagi di ruangan yang sama seperti sebelumnya.
"Tidak bisa di percaya, aku serapuh ini dan berkali-kali jatuh pingsan dalam satu waktu."
Aku berusaha bangkit dari tempat tidur. Aku tidak membutuhkan kursi roda lagi dan bisa berjalan sendiri.
Aku kemudian keluar dan mencari ruangan adikku Jonathan. Aku melihat di balik pintu, adikku sedang terlelap tidur. Aku tidak ingin menggangunya jadi aku memutuskan untuk melihat Bik Inah dan Mr.Robert.
Dengan di ikuti oleh Bodyguard di belakangku, aku melihat Bik Inah dan Mr.Robert di kamar rawat inap yang sama memakai selang untuk pernapasan dan juga infus. Luka di perut mereka telah di operasi dan di balut dengan perban.
Aku ingin melihat ibu. Itulah yang aku pikirkan. "Dimana Ibu?" Keraguan muncul di wajah Bodyguard itu. "Dimana juga Steve dan Jossef?" Dia pun menjawab, "Tuan Steve berada di lantai dasar untuk mengurus administrasi, sedangkan Tuan Jossef menjaga Tuan Besar."
Dia melanjutkan, "sedangkan Nyonya berada di kamar mayat. Besok Pagi Nyonya akan di mandikan dan di kuburkan di pemakaman Bratt."
"Antar aku kesana!" Bodyguard memanduku ke Kamar Mayat. Tiba-tiba seorang Pria dengan wajah tertutup masker keluar dari Kamar Mayat. Pria itu juga menggunakan Pakaian,celana, jaket,dan topi hitam. Saat dia melihatku, dia seperti melihat hantu dan melarikan diri dengan cepat.
Aku heran, "apakah dia itu hantu, atau dia sangat ketakutan melihatku? Hei apa wajahku seperti hantu?" aku bertanya pada Bodyguard di sebelahku. Kebetulan di sampingku ada Kaca jendela yang memantulkan bayangan.
Aku berkaca di sana dan juga melihat bahwa wajahku normal, aku juga memperhatikan Bodyguard di sampingku yang cukup tampan. "Aneh, aku sedikit merinding, bagaimana pun ini sudah malam, jangan-jangan itu hantu."
Aku segera masuk ke Kamar Mayat dan melihat hanya ada 1 Jenazah di sini. Aku membukanya dan wajah pucat ibuku terlihat, ada senyuman tipis di wajahnya. Aku pikir ibu wafat dalam damai dan bertemu ayah di surga.
Aku segera mengingat pria berpakaian serba hitam tadi. "Aku benar-benar bodoh. Jangan-jangan yang tadi itu salah satu orang yang melakukan pembunuhan." Aku segera memerintahkan Bodyguard di sampingku untuk melaporkan kejadian ini pada Steve dan Jossef.
"Cepat kita kejar dia." Aku dan Bodyguard berusaha mengejar pria tadi hingga keluar rumah sakit, tapi terlambat bagi kami dia telah menghilang tanpa jejak.
"Nona, kenapa Nona keluar rumah sakit? Tidak ada Bodyguard lain di sini, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Nona?" Steve terengah-engah mengejarku. Berbeda dengan Jossef yang terlihat lebih santai.
"Jika benar pria yang di ceritakan oleh bodyguard ini benar maka nona akan berada dalam bahaya," omel Steve.
"Aku minta maaf. Aku tidak berpikir dan langsung berlari, Bodyguard ini juga berusaha mengejarku tapi dia tidak cukup mampu. Jangan pecat dia dan latih lagi." Perintahku pada Jossef.
Walau pemuda ini masih banyak kekurangan, tapi wajahnya adalah salah satu kelebihan yang jarang di miliki Bodyguard yang lain. Bukan Bodyguard lain tidak tampan, tapi pemuda ini lebih tampan.
"Siapa namamu?," Aku bertanya padanya. "Nama saya Harry, Nona."
"Kalau begitu bawa dia untuk menjadi salah satu Bodyguard yang selalu menjagaku," ucapku pada Jossef yang diiringi anggukan kepala olehnya. "Baik Nona." Harry sangat berterima kasih atas kemurahan hatiku.
Tok!
Tok!
Tok!
Ketukan pintu dari Steve telah membuyarkan lamunanku atas kejadian beberapa waktu lalu. "Nona memanggil saya?"
"Iya coba kau lihat ini," aku menunjukkan rekaman CCTV pada Steve yang memperlihatkan lelaki itu berlarian keluar rumah sakit.
Steve berpikir keras. "Saya akan menyelidikinya Nona, jika ada perkembangan saya akan segera memberitahu anda." Steve kemudian pergi dari ruanganku.
Hanya aku sendirian sekarang. Aku berjalan ke arah balkon dan melihat hujan telah berhenti. Langit juga jadi cerah. Awan beriringan bergerak menjauh satu sama lain dan memperlihatkan bintang-bintang dan bulan yang bersinar terang.