"Mereka kepanggil Ven."
Kening Venus bertaut tak mengerti, "Maksudnya?"
"Kemarin kan kita lagi ngobrolin mereka, terus gue juga mikirnya lo sama keluarga lo pas di rumah juga ngobrolin mereka."
"Iya, tadi pas makan sempet ngobrolin mereka sih, tapi masa cuman di obrolin doang mereka dateng?"
"Iya, emang kaya gitu. Mereka jadi tertarik soalnya lagi di obrolin, um... kaya... lo kalau lagi di omongin ngerasa apa? Seneng apa kesel? Tapi kayanya jawaban yang lo ambil gak ada gunanya, maksud gue mau kesel atau seneng pasti di datengin atau kata lainnya ngelabrak versi hantu. Jelas gak keliatan, jadi mereka ganggu orang yang sensitif kaya lo ini."
Venus kembali tak mengerti, dia menunjuk dirinya sendiri dengan bibir yang melengkung ke bawah. Semakin banyak pengetahuan baru dari Arka yang sulit untuk di mengerti, mungkin karena memang dia yang tidak percaya, atau mungkin karena menurutnya hantu tidak akan tahu siapa yang sensitif dan siapa yang tidak sensitif.
"Gue rasa besok aja kita obrolinnya ya, udah malem juga. Besok ada ulangan matematika jam delapan pagi abis senam. Gue harap lo gak lupa, bye!" ucap Arka lagi sebelum memutuskan sambungan telepon.
Venus menghembuskan napas panjangnya begitu meletakan benda pipih itu di atas kasur. Semua penjelasan Arka membuatnya tak bisa berpikir positif, isi kepalanya penuh tentang hantu yang ada di kamar Naratama. Berbagai pertanyaan juga mulai muncul, Venus menggelengkan kepalanya dengan cepat, dan kemudian bergegas untuk tidur.
Malam masih panjang hanya untuk berganti pagi. Tidur larut malam juga membuatnya mengantuk ketika sampai di sekolah, Venus tidak mau hal-hal yang tak dia inginkan terjadi di sekolah. Terutama ketika sedang pelajaran berlangsung dia menguap panjang.
****
"Selamat pagi keluarga cemara!" Venus memberikan senyum yang begitu lebar dengan lambaian tangan ketika memasuki dapur, "Wih! Papa sama Mama rapi banget, mau ke mana nih?" ucapnya lagi ketika duduk, mengambil piring beserta sendok dengan memperhatikan pakaian kedua orang tuanya.
"Ada nikahan tetangga Ven, kita di undang kemarin. Jadi mama sama Papa mau dateng hari ini," sahut Indira.
Venus mengangguk-anggukan kepalanya, mengambil beberapa sendok nasi goreng dengan tambahan tempe goreng, wanginya begitu lezat. Venus menyukai makanan berminyak, tapi sebenarnya dia tidak suka sarapan dengan makanan berminyak. Menghargai Indira karena sudah masak dengan susah payah adalah tugas utamanya, meskipun kadang dia sedang tidak lapar, tapi wajib sarapan bersama keluarga.
Sarapan pagi ini tidak ada lagi pembicaraan, Naratama sibuk membaca buku tugasnya yang katanya harus menghafalkan tugas yang guru kimianya berikan. Sementara Edgar nampak begitu fokus dengan ponsel, semua orang fokus pada kegiatannya, dan sepertinya hanya Venus yang tidak memiliki kegiatan selain pergi ke sekolah.
Di tidak tahu harus melakukan apa nanti sepulang sekolah, apakah harus bermain dengan Arka? Tapi sepertinya cowok itu sibuk dengan pekerjaan rumah, semalam saja sudah ingin mengerjakan tugas, dan selalu belajar di rumah katanya. Arka terlalu rajin menurut Venus, tapi jika tidak rajin akan merugi karena bisa masuk sekolah elite, dan mendapatkan banyak ilmu yang berharga, tapi malah malas-malasan.
Gadis itu melahap sarapannya dengan cepat, menegak air mineral hingga habis, dan kemudian berkata, "Udah jam segini aku harus pergi ke sekolah, siapa yang nganter aku ke sekolah?"
"Papa harus pergi sama Mama pagi ini," sahut Atmaja.
"Aku gak bisa soalnya beda arah, ada meeting juga yang gak mungkin harus ke sekolah Venus dulu," ujar Edgar tanpa menatap Venus sedikit pun.
Venus mendesah, tak ada harapan karena Naratama menggunakan sepeda kayuh untuk pergi ke sekolah. Di tambah lagi jarak sekolah keduanya juga tidak dekat, sekarang mau tak mau dia yang harus mengambil keputusan. Lagi pula berdiam diri di dapur tanpa memikirkan jalan keluar tak akan membuatnya datang ke sekolah dengan cepat.
Venus beranjak dengan ransel yang sudah ada di punggung, mencium punggung tangan Indira, dan Atmaja secara bergantian, "Aku berangkat deh."
"Sama siapa? Di sini gak ada ojol, kamu mau pergi sama siapa ke sekolah? Sekolah kamu kan jauh," ucap Indira yang terlihat khawatir.
"Jalan kaki, gak ada juga yang mau nganter. Dah ah, aku pergi!" Venus berbicara sedikit ketus sambil melirik kedua kakaknya yang sungguh tidak berguna, tapi keduanya tetap fokus dengan pekerjaan mereka. Dia melangkah dengan cepat, meninggalkan rumahnya sambil menyusuri jalanan setapak yang hanya bisa di lewati dua motor. Mobil saja kesusahan, tapi kadang ketika hujan deras motor juga kesusahan untuk lewat. Bahkan pejalan kaki juga malas ketika hujan datang di malam hari, karena selalu becek dengan lumpur yang begitu dalam.
Venus menghembuskan napas panjangnya sambil menengadah, dan tiba-tiba saja dia ingat sesuatu. Ia berlari menyusuri jalanan, memperhatikan setiap rumah yang dia lewati. Ada banyak rumah dengan bentuk yang sama persis, tapi cat yang berbeda, tapi dominan dengan cat berwarna putih.
"Arka?" panggil Venus, dan mengubah langkahnya dengan berlari. Memberikan lambaian tangan ketika cowok yang hendak menaiki motornya menoleh ke belakang. Arka memberikan senyum yang cukup lebar pada Venus yang sudah berdiri di depannya, "Berangkat sama siapa ke sekolah?"
"Sendiri, kenapa Ven?"
"Gue lagi gak ada yang bisa anter ke sekolah, pada sibuk semuanya. Jadinya tadi gue pengen jalan ke sekolah, cuman inget kalau kita tetanggaan," jelas Venus dengan senyum yang belum luntur, "Ehehe! Boleh numpang gak Arka?"
"Oh, boleh kok, kebetulan gue sendiri juga. Tapi lo gak ada masalah kan sama motor gue?"
Venus kembali memperhatikan motor Arka yang baru dia sadari jika motor Arka begitu tinggi. Motor anak laki-laki yang harus di naiki dengan celana, tapi Venus mengangguk cepat, "Tau kok, kan gue yang minta. Mau berangkat sekarang kan?"
"Engga, gue berangkatnya nanti sih, agak siangan. Masih pagi banget ini Ven."
"Lah! Terus ngapain naik motor?"
"Manasin aja sih barusan, baru aja selesai terus ada lo. Lo manggil gue buru-buru takut gue tinggal ya?" ucap Arka dengan kekehan yang membuatnya semakin terlihat tampan.
Venus ikut tertawa yang di paksa, mengangguk kecil, dan berkata, "Iya, terus sekarang mau ngapain?"
"Sarapan, lo udah sarapan belum? Ayo, sarapan sama gue, gue sarapan sendirian soalnya, ayo masuk!" Arka menarik lengan kanan Venus, dan membawa gadis itu masuk ke dalam tanpa membuka sepatu terlebih dahulu.
Dapur rumah Arka ada di dekat ruang tamu, dan dekat dengan ruang TV. Venus baru saja masuk, tapi bisa melihat segala hal di dalam sini karena memang tidak ada dinding untuk setiap ruangan seperti di rumahnya, "Beneran sendirian?"
"Iya." Arka duduk di dalam satu kursi, "Ayo, makan!"
"Bawa siapa Ar?"