"Ali, bukan kayak begitu. Aku punya alasan. Aku ... "
"Kenapa? Malu? Atau kamu emang Sebenarnya kamu ngga serius sama aku? Atau jangan-jangan kamu cuma mau main - main sama aku ... "
PLAK!
"Jaga mulut kamu! Kamu pikir aku wanita macam apa?"
Davina tak suka dengan tuduhan Ali. Ia benar - benar kesal. Niatnya untuk memperbaiki hubungan seolah sirna karena Ali mengatakan sesuatu yang menyinggungnya.
Tak terasa Davina berjalan sambil menitikkan air mata. Entah mengapa harga dirinya jatuh karena ucapan Ali.
Mungkin karena ia pernah tidur dengan Ali, sehingga ia merasa dirinya adalah wanita gampangan.
"Davina!" panggil Ali.
Namun Davina tak menggubris ucapan Ali. Ia pergi menjauh dari Ali karena hatinya terasa sangat sakit.
Hendak masuk ke tempat dimana Paar siswa wanita akan menginap, tangan Davina serasa ada yang menarik.
"Lepasin!" pekik Davina penuh amarah.
"Eh, kamu kenapa?" tanya Rico.
Davina yang tadinya mengira itu adalah Ali lun seketika malu karena ternyata itu ada Rico.
"Maaf, Mas," ucap Davina.
"Kamu kenapa?" tanya Rico.
"Engga apa - apa," sahut Davina.
"Engga, engga gimana. Ayo ikut," ujar Rico seraya menarik tangan Davina.
"Mau kemana?" tanya Davina dengan suara bergetar.
"Kamu nangis?" tanya Rico.
"Engga," sahut Davina.
Rico menatap Davina lebih dekat. Ia hendak menyentuh pipi Davina, namun Davina menepisnya.
"Kenapa, sih?" ucap Davina sengak.
"Siapa yang nyakitin kamu, Tomboi?" tanya Rico.
"Apaan," sahut Davina seraya berlalu.
"Eh, mau ke mana?" Rico menarik lengan Davina.
"Apaan?" bentak Davina.
"Wess, galak bener. Ikut aku, ada tugas dari Pak Catur," ucap Rico.
"Tugas apa?" tanya Davina yang seketika emosinya mereda mendengar nama sang guru.
"Udah, ayo," ucap Rico.
***
Davina cemberut bukan main karena ternyata, Rico mengajak Davina ikut acara pertemuan di desa itu.
"Smile," ucap Rico.
Davina hanya melirik tajam ke arah Rico. Ia tak bisa bertemu orang banyak seperti ini. Rasanya ia seperti tikus di dalam got. Tak bisa berkutik.
"Adek - adek ini dari yayasan, kan?" tanya Pak Khomar si kepala desa.
"Iya, Pak," sahut Rico.
"Aduh, terimakasih sekali, ya. Karena sudah mau ikut membantu si desa kami. Maklum, ya karena desa terpencil jadi agak terlupakan. Dan untungnya ada adek - adek yang mau bantu untuk menolong pembangunan desa di sini," ucap Pak Khomar.
"Ah, iya, Pak," ucap Rico.
"Ya, ini, kan tugas dari sekolah," gumam Davina.
"Bagaimana, Dek?" tanya Pak Khomar yang tak begitu mendengar ucapan Davina.
"Ah, engga, Pak. Temen saya cuma ngomong sendiri," ucap Rico yang kemudian menyenggol lengan Davina.
Mereka lantas mengikuti jalannya pertemuan warga untuk membahas kegiatan besok hari. Desa Gunung Sawung ( nama desa fiktif ya) ini memang letaknya cukup jauh dari pusat kota.
Jangan kota, dengan jalan raya saja jauh. Karena posisinya berada di dalam hutan di dekat gunung Ungaran.
Yayasan sekolah ingin membantu pembangunan jalan masuk desa dan juga air bersih. Karena memang warga cukup kesulitan memperoleh air bersih karena letak desa cukup terpencil.
Selesai mengikuti pertemuan dengan warga, Rico dan Davina pun kembali ke tempat mereka menginap.
Saat itu hari menjelang magrib. Dan namanya juga di desa. Pastilah suasananya sepi.
"Adek - adek ini mau diantar apa enggak?" tanya Pak Khomar saat mereka hendak pergi.
"Ah, engga usah, Pak. Deket, kog," ucap Rico.
"Beneran? Ini mau maghrib, lho?" ucap Pak Khomar.
"Emang kenapa kalau maghrib, Pak?" tanya Rico.
"Banyak hantu," sahut Davina asal.
"Hus, jangan asal ngomong," ucap Rico.
Pak Khomar tampak tak menampik ucapan Davina. Hal itu membuat Rico sedikit gentar. Tapi ia tak mau terlihat takut di depan Davina.
"Engga apa - apa, Pak. Kita buru - buru. Mau ada acara juga sama pihak sekolah," ujar Rico.
"Oh, ya, udah kalau berani. Nanti kalau lewat pepohonan bambu itu, ucapin salam aja, ya. Dan kalau bisa jangan lari," ucap Pak Khomar.
"Eh, i - iya, Pak," ucap Rico.
Rico dan Davina akhirnya pulang bersama. Mereka menyusuri jalanan yang dipenuhi oleh pohon bambu di sepanjang kanan dan kirinya.
Davina terlihat santai saja berjalan bersama Rico. Namun, tidak dengan Rico. Ia sebenarnya takut. Namun ia tak berani bicara pada Davina.
"Mas," panggil Davina tiba - tiba di tengah jalan yang masih banyak pepohonan itu.
"Ada apa?" tanya Rico panik.
"Engga ada apa - apa," ucap Davina sambil terkekeh.
"Heh, ngapain, sih? Iseng banget," sahut Rico.
Davina terkekeh lalu mempercepat langkahnya Sehingga Rico tertinggal.
"Eh, tadi Pak Khomar bilang jangan lari," ucap Rico.
"Siapa yang lari. Orang aku jalan," ucap Davina.
"Ya, tapi jangan cepet - cepet," sahut Rico.
Davina terkekeh karena Rico ketakutan. Saking takutnya ia segera mempercepat langkahnya dan menarik tangan Davina.
"Mas, jangan begini!" ucap Davina seraya menepis tangan Rico.
"Bentar doang, sampe depan sana. Ini cewek juga engga ada takut - takutnya juga," sahut Rico.
"Takut apa? Hantu?"
"Ssst, jangan bilang begitu," ucap Rico.
Rico menggandeng tangan Davina lagi. Kali ini lebih erat agar Davina tak bisa menepisnya.
"Bentar doang sampe gapura," sahut Rico.
"Badan aja gede. Nyali engga ada," sahut Davina.
Akhirnya mereka pun berjalan berdua di tengah jalanan sepi dengan pohon - pohon bambu di samping mereka.
Sampai mereka di depan balai desa, Rico belum juga melepaskan tangan Davina. Saat itu di depan halaman balai desa selesai sholat maghrib. Anak - anak diminta berkumpul di depan halaman.
"Rico!" panggil Pak Catur saat melihat Rico dan Davina baru tiba.
Reflek Davina segera melepaskan gandengan tangan Rico. Namun, ternyata Ali sudah melihat mereka sebelum semua orang tahu mereka datang.
Ia jelas tak suka akan hal itu. Hatinya panas membara saat tahu gadis yang ia suka bergandengan tangan dengan pria lain.
"Kog baru pulang?" tanya Pak Catur.
"Iya, Pak. Tadi disuruh makan dulu. Ya, jadinya kita, kan, makan dulu, sahut Rico.
Davina segera menghampiri barisan bersama beberapa siswa putri yang lain diiringi tatapan tajam oleh Ali.
Tak cuma itu Teman sekelasnya Ratna pun jua menatap kesal ke arah Davina.
"Dari mana, sih!" tanya Ratna.
"Ikut itu, kakak kelas. Diminta nyatet kegiatan besok," ucap Davina.
"Kog kayaknya mesra banget," ucap Ratna.
"Apaan, mesra?" sahut Davina.
Malam itu diisi dengan obrolan - obrolan singkat antara guru dan murid. Mereka membicarakan berbagai hal kepada hampir lima puluh siswa perwakilan yang mengikuti kegiatan ini.
"Dah, karena besok akan ada jadwal kerja bakti. Kalian jangan tidur malam - malam, ya. Inget, kita di sini, bukan lagi camping. Kita di sini untuk membantu. Jadi jangan ada yang aneh - aneh, ya," ucap Pak Catur.
"Okey, Pak" sahut anak - anak.
Mereka lantas bubar masing-masing. Beberapa masih asyik mengobrol. Dan beberapa memilih untuk masuk ke kamar karena ingin istirahat lebih awal. Agar esok fit.
"Sini kamu!" ajak Ali tiba - tiba saat Davina hendak masuk ke dalam tempat ia menginap.
Bersambung ...