webnovel

GERIMIS SENDU

WARNING (21+)!!! Harap bijak memilih bacaan. Terdapat adegan yang mungkin kurang nyaman. Atau kurang cocok untuk pembaca di bawah 21 tahun. seorang gadis yang hidupnya penuh dengan cobaan yang sama sekali tak pernah ia ingin hal itu terjadi dalam hidupnya. lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang selalu dipenuhi dengan kekerasan fisik maupun verbal. Ali, cowok satu angkatan yang jauh hati pada Davina meskipun awalnya mereka saling membencinya. Pria baik dan tulus pada Davina. Rico Hardinata, pria playboy yang punya segudang antrean wanita yang bisa dengan mudah ia dapatkan. Suatu ketika terjadi tragedi yang mengakibatkan kenangan indah akan masa sekolah berubah menjadi kenangan paling buruk untuk ketiganya.

YuiSakura · 都市
レビュー数が足りません
400 Chs

Jadian

"Ali!" pekik Davina lirih.

"Ssst, nanti keliatan," ujar Ali.

Berada dalam keadaan seperti ini sungguh membuat kedua insan ini tak bisa berkutik sama sekali.

Hembusan nafas mereka mau tak mau harus saling beradu. Beberapa anak justru bergurau di dekat pintu membuat pintu itu terdorong dan kedua remaja ini menjadi semakin rapat.

"A ... " Davina hendak berteriak kesakitan namun Ali segera menutup mulut Andrea dengan telapak tangannya.

"Tahan bentar," bisik Ali.

Mereka ada dalam posisi itu selama beberapa menit hingga bel pergantian jam pelajaran terdengar.

Para siswa segera keluar dari perpustakaan. Ketika keadaan sudah aman Ali melepaskan tangannya.

"Aaah," Davina mengeluh dan mengangkat kakinya.

"Kenapa?" tanya Ali sambil melihat ke bawah.

"Tadi kecepit pintu," ucap Davina.

Ali segera membuka pintu dan melihat ke kaki Davina. Tapi kemungkinan ia melirik ke arah Davina.

"Kan pake sepatu!" pekik Ali.

Davina tersenyum tipis, namun kemudian ia mencoba mencari kesempatan untuk pergi.

"Davina, kita udah jadian. Jangan kabur kaburan lagi, ya," ucap Ali pada Davina ya g pergi meninggalkannya.

Davina kembali ke kelas setelah anak anak di perpustakaan pergi. Ali membiarkan gadis itu kembali ke kelas setelah memaksanya berkencan dengannya.

"Dari ruang BP lama amat, sih, Vin?" tanya Ratna.

"Ah, iya. Aku tadi di suruh nulis surat pernyataan," ujar Davina berbohong.

Ratna melirik sejenak ke arah temannya itu. Wajah Davina merona. Seperti telah terjadi sesuatu.

Namun jika bertanya pun Davina tak akan menjawab. Sehingga Ratna memilih diam saja.

***

Sepulang sekolah, Ali menunggu Davina di depan gerbang. Namun bukan Davina yang melintas melainkan Ratna.

"Vina di mana?" tanya Ali.

"Vina?" Ratna terkejut karena Ali memanggil Davina dengan begitu akrab.

"Eh, malah bengong. Mana Davina?" tanya Ali sekali lagi.

"Engga tahu," sahut Ratna dengan ketus dan berlalu begitu saja.

"Ih, ditanyain kog begitu? Ini cewek listrik emang pada sewot apa gimana?"

Sedang sibuk menggerutu, Davina lewat di depan Ali. Dan melintas begitu saja.

"Eh, eh. Kog aku dilewatin begitu aja. Vina!" panggil Ali.

Ali menarik tangan Davina dan menggiring gadis itu ke parkiran. Kali ini tak ada perlawanan dari Davina meskipun ia malu karena orang orang melihat ke arahnya.

Ali mengambil motornya dan meminta Davina naik ke belakang motornya.

"Ayo," ucap Ali.

Dengan malu malu, Davina naik ke belakang motor Ali. Beberapa siswa kelas Elektronika melihat ke arah Ali dan Davina.

"Eh, itu si Ali sama anak listrik? Mereka jadian?"

"Bukan, mungkin lagi deketin si Ratna. Ya biasalah, yang dideketin temennya dulu. Baru entar kalau udah tau semuanya dipacarin deh, sih, Ratna."

"Alah, sok tahu loe."

Saat motor Ali keluar melewati gerbang sekolah, Ratna yang masih menunggu jemputan di depan sekolahan pun melihat Davina naik motor bersama Ali.

Ia terlihat meremas roknya karena kesal. Ada yang terbakar di dalam hatinya. Padahal ia tahu sejak awal ada sesuatu diantara Ali dan Davina.

***

"Kita mau ke mana?" tanya Davina.

"Ke rumah, ibu nyariin kamu," ujar Ali.

"Ibu? Ibu kamu?"

"Ya, iyalah. Masa ibu kamu," sahut Ali.

Davina tak memegangi Ali sehingga saat akan berbelok, Davina agak kewalahan dan hampir terjatuh.

"Vina!" Ali menarik tangan Davina dan melingkarkan ke perutnya. Sontak Davina terkejut dan terpaku begitu saja. Jantungnya berdegup kencang dan membuatnya tak bisa berfikir jernih.

"Pegangan. Kalau kamu jatuh aku bilang apa ke orangtuamu?" Keluh Ali.

Davina tersenyum saat Ali mengomelinya. Ia tak tahu, apakah keputusan paksaan ini benar atau tidak. Tapi, mungkin tidak apa apa jika ia merasakan romansa seperti remaja lain di usianya.

Tak berapa lama mereka sampai di depan rumah Ali. Namun tak ada siapapun di depan rumah.

"Sepi?" gumam Davina seraya turun dari motor Ali.

"Ibu lagi keluar bentar. Ayo masuk dulu," ujar Ali.

"Be – berdua aja?" tanya Davina.

"Emang kenapa?" tanya Ali.

Wajah Davina seketika merona. Tak mungkin, kan, mereka berduaan di dalam rumah saat tak ada siapapun.

"Aku di luar dulu, nunggu ibu kamu pulang," ujar Davina.

Ali mengehela nafas seraya tersenyum geli.

"Ya, udah, terserah. Aku mau masuk," sahut Ali santai.

Pria itu meninggalkan Davina begitu saja masuk ke dalam rumahnya. Wajah Davina berubah kusut saat Ali dengan santaimya meninggalkan Davina di depan rumahnya.

"Kog, aku ditinggal? Dia lagi mainin aku?" gumam Davina.

Namun selangkah pun Davina tak berani masuk ke dalam rumah Ali. Meskipun ia dibesarkan di dalam keluarga yang tak pernah mengajarkan tata krama. Ia masih punya sopan santun saat bertamu ke rumah orang lain.

Ali keluar dari rumahnya hanya memakai kaos kutang dan celana pendek. Tentu saja hal itu membuat Davina terkejut.

"A – Ali?"

Remaja itu menghampiri Davina dan menarik tangan Davina dengan lembut.

"Ayo masuk. Engga apa apa," ucap Ali.

"Jangan Ali. Engga enak dilihat orang," ujar Davina.

Ali tersenyum ke arah Davina lalu memencet hidung gadis itu.

"Ya, paling engga di teras lah. Masa di depan pagar gini. Makin engga enak dilihat orang," ucap Ali.

Ali menuntun Davina masuk ke area teras rumahnya. Menarik perlahan tas yang dipakai Davina dan meletakkannya di atas bangku.

"Sini duduk," ucap Ali.

Dengan sedikit gugup, Davina duduk di atas bangku di samping tasnya. Ia tak berani menatap ke arah Ali karena saking gugupnya.

Ali duduk di depan Davina di bawah lantai sambil menatap Davina yang menunduk.

"Ke – kenapa?" tanya Davina gugup.

"Kamu, kalau dilihat lihat, manis, ya," ujar Ali.

"Apaan, sih, Ali?" ujar Davina tersipu malu.

Ali tersenyum melihat rona merah di pipi Davina. Diraihnya tangan gadis itu.

"Aku seneng bisa ngeliat kamu lagi," ucap Ali.

Davina menatap Ali yang terus menatapnya dari bawah lantai sambil menggenggam tangannya.

"Ali, aku mau ngomong ..."

"Ah, kamu haus pasti. Aku ambil minum dulu, ya. Kamu mau minum apa? Es, ya? Es apa?"

Ali terlihat mengalihkan pembicaraan mereka karena ia tahu apa yang hendak Davina katakan.

Davina mengehela nafas. Sepertinya ia tak bisa berkata hal itu sekarang. Baiklah, ia akan tunggu beberapa waktu.

Ali masuk ke dalam rumah dan mengambil jus kemasan yang ada di dalam kulkas lalu mengantarkan ke depan. Saat hendak melintas, Davina juga hendak melintas dan BYUR!

"Ah, Ali!" pekik Davina yang ketumpahan jus itu.

"Lah, gimana, sih? Kamu kenapa jalan pas aku mau jalan?" Ali langsung berusaha membersihkan baju Davina yang terkena air jus.

"Ali? Davina!" panggil Alma sang ibu yang baru saja tiba.

Bersambung ..