“Sepertinya kakak menanyakan hal yang salah kepadaku. Dulu waktu Kak Andi masuk hanya diam seribu bahasa. Sikapnya yang dingin seperti bongkahan es batu membuat kami bergidik ngeri,” jawab Icha yang membayangkan Andi yang dingin.
“Oh... apakah Andi tidak tersenyum sama sekali kepada anak-anak?” tanya Bayu yang melemparkan rokok di meja.
“Tidak. Bahkan kak Andi sekarang mendapatkan julukan guru killer di sekolah,” jawab Icha.
“Cha... Kakak perlu bantuan kamu,” pinta Bayu.
“Bantuan apa kak?”
“Begini. Kamu punya teman namanya Maharani Mulyadi. Aku ingin menjerat anak itu supaya bisa jadi istriku.”
“Apa!!”
“Ya kamu benar. Aku ingin menikah dengan gadis itu.”
“Kak... Rani itu masih bau kencur. Jika kakak ingin menikah dengannya kakak bisa dituduh loh.”
“Dituduh apa?”
“Dituduh memperkosa dia.”
Bayu menggelengkan kepalanya lalu menatap wajah Icha, “Cha... Apakah kamu mau jika aku menikah dengan ulat keket itu?
“Tidak kak. Aku bahkan tidak menyukainya.”
“Cha... Aku menikah bukan untuk menidurinya. Kamu tahu kan kalau kakak ingin menyandang status kawin di KTP.”
“Jadi kakak?”
“Iya. Aku hanya ingin menyandang status itu.”
“Bagaimana jika Rani tahu kalau kakak adalah ketua mafia?”
“Lebih baik jujur. Ketimbang ditutupi.”
“Baiklah. Aku akan memikirkan sebuah ide agar Rani mau.”
“Bagaimana idenya?”
“Bagaimana kalau aku panggil kak Rendy?”
“Siapa itu Rendy?”
“Dia adalah ketua OSIS di sekolah. Aku ingin mengajaknya bekerja sama untuk menjebak Rani.”
“Apa yang kamu lakukan?”
“Yang aku lakukan adalah taruhan sama Rani. Dan kami berdua ingin menenangkan hati Kak Rendy. Dan Kak Rendy harus menerimaku.”
“Terus?”
“Aku akan bilang ke Rani secara blak-blakan. Kalau aku menyuruhnya untuk pergi ke markas White Eragon.”
“Kenapa kamu menyuruhnya ke sana?”
“Aku akan menyuruhnya untuk menaklukkan ketua mafia White Eragon.”
“Ide bagus tuh. Baiklah kakak setuju dengan kamu.”
“Kalau begitu kamu urus semuanya. Jika semuanya sukses kamu boleh minta apa aja sama kakak.”
“Benar ya kak. Ok kalau begitu. Aku mau Rani menjadi kakak iparku. Setelah kakak menikah Rani akan tidur bersamaku.”
“Terserah. Lebih baik begitu. Nanti kalau tidur sama aku. Bisa gawat tahu!”
“Maksudnya?”
“Kamu tahu kan kalau kakak ini adalah pria dewasa yang normal. Aku enggak mau Rani hamil karenaku karena usianya masih kecil.”
“Iya. Aku jadi punya teman tidur.”
“Kamu harus cepat melakukannya. Waktuku tidak banyak.”
“Ok kak. Segera laksanakan.”
Setelah perbincangan antara Bayu dan juga Icha. Bayu seakan punya semangat hidup. Bayu diam lalu memikirkan rencana selanjutnya. Disisi lain Bayu akan membuka kedok Larasati dan juga keluarganya. Sementara Rani yang sedang belajar hanya bisa menghela nafasnya. Bagaimana tidak pikirannya ada di Bayu. Rani merasakan ada getar-getar asmara terhadap Bayu. Setelah belajar Rani memutuskan untuk keluar dari kamar kemudian Adel dan juga Bima.
“Pak,” panggil Rani yang duduk di sofa singel.
“Eh... Ran... Kamu belum tidur?” tanya Bima.
“Udah malam loh Ran,” imbuh Adel.
“Kenapa bapak hari ini cepat pulangnya?” tanya Rani yang bingung.
“Tadi ada seorang pria yang memakai baju serba hitam. Pria itu membawa teman-temannya kurang lebih dua puluh orang. Akhirnya pria itu menutup area tempat bapak jualan. Bapak dikasih uang segepok uang berwarna merah,” jawab Bima.
“Wah... Bapak dapat rezeki nomplok,” puji Rani yang bahagia.
“Tapi mereka membawa koki sendiri. Jadi bapak duduk dan membiarkan kokinya masak sendiri. Bapak hanya duduk manis,” imbuh Bima.
“Syukurlah,” Rani mengucap syukur karena bahagia. “Oh ya Bu. Kenapa ibu tertawa seperti kuntilanak?”
“Oh... Tadi ada kuntilanak masuk ke dalam rumah. Kuntilanaknya itu malah menertawakan kami saat berpacaran,” jawab Adel dengan jujur.
“Waduh. Mau cari mati itu kuntilanaknya?” kesal Rani.
“Mana ada kuntilanak mau cari mati lagi. Yang ada adalah menakuti orang,” jelas Bima.
“Ya udah dech. Rani memutuskan untuk tidur. Besok Rani jadi pengibar bendera,” pamit Rani yang berdiri meninggalkan Bima dan Adel.
Melihat kepergian putri semata wayangnya. Bima menggelengkan kepalanya. Lalu Bima melihat Adel serius.
“Kenapa bapak melihat ibu seperti itu?” tanya Adel.
“Putri kita terkadang lembut seperti kapas. Terkadang juga bar-bar. Ya aku merasa sifat bar-bar dari kamu,” ucap Bima dengan jujur.
Adel tersenyum manis mendengar pengakuan Bima. Memang Adel mengakui kalau Rani mempunyai sifat bar-bar dari dirinya.
Keesokan paginya. Rani yang sudah mulai bersiap untuk berangkat sekolah. Tak lama ada suara cempreng memanggil namanya.
“Rani,” teriak Icha yang menyelonong masuk ke dalam.
Adel yang melihat Icha berteriak hanya menggelengkan kepalanya. Adel tahu kalau Icha adalah teman baik Rani.
“Eh... Icha,” sapa Adel.
“Ibu,” panggil Icha. “Apakah Rani ada?”
“Rani masih di dalam kamar. Masuklah ke sana.”
“Baiklah Bu,” jawab Icha yang segera masuk ke dalam kamar Rani.
Kemudian Icha masuk ke dalam dan melihat Rani yang sudah rapi. Icha duduk di tepi ranjang, “Rani.”
“Eh... Icha,” sahut Rani yang segera mengambil tasnya. “Kamu belum sarapan?”
“Kamu benar. Aku memang belum sarapan. Aku ke sini numpang sarapan,” jawab Icha.
“Ayo dech kita sarapan. Habis gitu berangkat,” ajak Rani.
Mereka akhirnya sarapan terlebih dahulu. Sementara itu Bayu sedang menerima serah jabatan dari Andi. Bayu mulai mempelajari materi untuk pelajaran Biologi.
“Materinya ini saja?” tanya Bayu yang mulai serius.
“Semua mata pelajaran yang dibuat materi hanya sedikit. Tapi kamu harus menjelaskan semuanya tentang materi pembelajaran biologi,” jawab Andi yang mulai mengambil buku lalu dimasukkan ke dalam tas.
“Ok. Tapi kamu harus menahan emosi jika mengajar di kelas dua ipa tiga. Karena kelas itu selalu rusuh,” pinta Andi.
“Oh... Baiklah kalau begitu. Ayo berangkat,” ajak Bayu yang sudah tidak sabar bertemu dengan Rani.
“Semangat sekali kamu mengajar,” ejek Andi.
“Ada udang dibalik tempura,” sahut Saga.
“Aku sangka kamu sudah berangkat?” tanya Andi.
“Bagaimana dengan kompetisi sains di New York yang akan diadakan tiga bulan ke depan?” tanya Saga balik.
“Siang ini akan ada meeting. Fendy sudah sampai sini,” jawab Andi.
“Aku kira kamu lupa soal itu,” sahut Saga.
“Enggak. Aku sudah menghubungi Fendy jauh-jauh hari. Sekalian membahas tentang Wiguna,” jawab Andi.
“Bayu,” sapa Saga.
“Hmmp,” jawab Bayu yang memasukkan buku dalam tas.
“Apakah kamu jadi guru biologi?” tanya Saga.
“Iya,” jawab Bayu. “Ayo berangkat.”
Setelah itu mereka berangkat ke SMA WIJAYA 1. Sekolah SMA WIJAYA 1 adalah sekolah swasta yang resmi yang dibangun oleh Fendy 8 tahun lalu. Fendy memang sengaja mendirikan sekolah yang bertaraf internasional. Meski begitu Fendy bekerja sama dengan Andi dan juga Saga untuk mengurus sekolah itu. Andi kadang mencari anak-anak dari kalangan bawah yang mempunyai semangat sekolah. Andi sengaja menarik mereka untuk mencicipi fasilitas yang berada di sana. Selain itu mereka diarahkan untuk menjadi orang sukses dan mengangkat derajat keluarga mereka. Walaupun mereka mafia. Mereka masih memiliki sisi baiknya.
Andi, Saga dan Irwan adalah guru tetap. Mereka yang memegang seluruh sekolah. Mulai dari 1 hingga 5. 8 tahun berlalu sekolah itu sudah banyak melahirkan orang-orang yang sukses. Setiap tahun sekolah itu selalu mengikuti kompetisi sains. Walau begitu Andi langsung menghubungi Fendy untuk lebih lanjut.
Sesampainya di sekolah. Andi memarkir mobilnya di bawah pohon mangga. Mereka akhirnya keluar dan langsung menuju ke ruangan guru. Sesampainya di sana Andi menunjukkan di mana ruangan yang dipakai oleh Bayu.
“Tempatmu di sini. Nikmatilah harimu menjadi guru biologi,” ucap Andi yang memberi semangat.
“Kapan Fendy akan ke sini?” tanya Bayu.
“Fendy sudah berada di apartemennya. Bahkan nanti siang akan ke sini untuk mengadakan rapat pertemuan dengan para guru IPA. Termasuk kamu juga harus hadir nanti siang,” jawab Andi yang menjelaskan.
“Syukurlah kalau begitu. Jadi aku tidak akan repot memintanya kembali ke sini,” kata Bayu.
“Nanti aku kirimkan data-data tentang Wiguna Grup,” sahut Andi.
“Ok,” balas Bayu.
“Sekarang kamu lapor ke kepala sekolah. Biar identitasmu di data sama kepala sekolah,” suruh Andi.
“Memangnya aku harus lapor ke kepala sekolah?” tanya Bayu.
“Harus. Kalau enggak begitu kamu tidak didata,” jawab Andi. “Oh ya satu lagi apakah kamu bawa surat lamaran kerja?”
“Apakah itu perlu?” tanya Bayu balik.
“Itu perlu. Karena dengan surat lamaran itu kamu bisa meyakinkan si kepala sekolah,” jawab Andi yang sedang mengerjai Bayu.
“Kapan aku ke sana?” tanya Bayu.