webnovel

Sepuluh

Hobiku adalah menulis. Gadis yang lahir di Jakarta, 22 tahun yang lalu ini lebih terampil memainkan kata-kata lewat tulisan ketimbang lisan. Ini adalah tahun terakhirku berada di Minang. Empat tahun lamanya aku menjalani hari-hari penuh ujian dan tantangan. Ketika segalanya tak bisa diungkapkan karena hal tertentu, aku lebih memilih mencorat-coretkan kertas dengan berbagai rasa di hati ini. Apakah rasa sedihku, marahku, hingga rasa bahagiaku. Menurutku, dengan menulis, menjadikanku sebagai penguasa dunia karena aku bebas menumpahkan emosiku di dalamnya. Menulis selain meringankan beban pikiran, sebagai pengisi waktu luang dengan hal positif, ia mampu menerobos dunia nyata dengan permainan imajinasi lewat dahsyatnya kata-kata.

Hingga suatu ketika, aku merasa amat sangat merindukan mama yang tak terasa sudah enam tahun meninggalkanku, meninggalkan kami. Mungkin mama sudah merasakan nikmatnya sungai susu yang mengalir di bawah kakinya. Semoga. Tanpa pikir panjang, aku langsung mencari kertas dan pulpen untuk memulai aksi kata-kata magicku.

SURAT UNTUK MAMA

Hai ma.. Apa kabar?

Apa saja kegiatanmu setiap hari? Bagaimana keadaanmu? Apakah kamu memiliki banyak teman? Atau kamu hanya sendirian di sana?

Ma.. Aku sangat ingin tahu tentangmu.. Semenjak enam tahun yang lalu kau meninggalkanku, Baliana, dan Papa. Aku merasa tak tentu arah. Aku benar-benar kehilangan sosok ibu yang selalu menasihati dan menjadi sahabat bagi anak-anaknya. Tahukah kau betapa rindunya aku terhadapmu? Betapa sulitnya aku berusaha menahan rasa itu hanya untuk bertemu sebentar saja denganmu? Betapa sulitnya aku memperjuangkan hidup ini sendirian selama engkau pergi jauh dariku?

Banyak dari teman-temanku yang begitu dekat dan hangatnya berbagi cerita dan waktunya bersama mamanya. Banyak pula yang selalu cemberut dan bertengkar dengan mamanya karena perbedaan pandangan. Dan tak jarang yang menyia-nyiakan kasih dan waktu kebersamaan bersama mamanya. Bagaimanapun mereka, aku IRI! AKU IRI dengan kebahagiaan dan kebencian mereka terhadap mamanya. Aku hanya ingin mamaku! Aku hanya ingin merasakan kembali kehangatan yang dulu kita rasakan bersama. Aku hanya ingin mamaku! Aku ingin merasakan kemarahanmu dan kebencianku karena kau tak sepaham denganku.

Aku rindu masa-masa itu..

Aku ingin kau kembali. Hanya itu permintaanku!

But, I don't think so!! 😭

Hingga akhirnya air mataku menetes tak terbendung. Rinduku terhadap mama membuat penyelasanku kembali hadir. Namun, yang selalu aku yakini dalam setiap doa yang kupanjantkan setiap selesai shalat, bahwa mama telah bahagia di sana bersamaNya. Karena doa anak yang sholeh akan didengar dan dikabulkan oleh Allah, kata para ustad yang dulu mengingatkanku untuk selalu mendoakan mama.

***

Seperti cacing pita yang jika tubuhnya disayat-sayat atau terpotong-potong menjadi beberapa bagian. Ia mampu membentuk tubuh baru dan akan semakin memperbanyak dirinya. Bukan malah mati. Entah itu suatu keajaiban atau anugrah yang Allah ciptakan untuk cacing pita tersebut atau bukan. Yang pasti segala yang tidak dikehendaki untuk tidak mati, maka Allah menyatakan bahwa waktumu bukan sekarang. Atau Allah mengatakan bahwa hal itu bisa diperbaiki dan akan lebih Kutambahkan keberkahan padamu jika kamu mensyukurinya.

Ini bukanlah masalah penciptaan tuhan atau kuasa tuhan. Tapi ini kuasa alam yang menjadikan segala hal menjadi mungkin dan tidak mungkin. Karena jiwa akan beradaptasi dimana pun ia berada. Jiwa akan terus bertahan hidup untuk lolos dari seleksi alam. Bahkan jiwa akan menemukan hal baru di tempat yang baru sehingga mampu berproduktif lebih dibanding masa yang lalu, di tempat yang dulu.

Inilah kekuasaan alam yang menuntut segala hal berubah lebih cepat tanpa persiapan sebelumnya. Maka, kita wajib mempelajari hal-hal yang notabene tak masuk logika. Hal-hal yang menjanjikan masa baru menjadi trend, sedang masa lampau menjadi legend.

***

Sebelumnya aku berpikir untuk tidak melanjutkan perjuanganku di Padangpanjang. Banyaknya godaan yang membuatku goyah. Tak hanya goyah secara fisik, tetapi juga psikis melengkapi penderitaanya. Yah! Penderitaan. Penderitaan yang hanya bisa dirasakan dan disebutkan oleh aku yang mengalaminya. Melawan segala yang menerpa untuk tidak ikut terbawa arus kesesatan adalah hal yang gampang-gampang susah.

Bagaimana tidak? Untuk tetap bertahan membentengi diri dan mempertahankan prinsip hidup sangatlah berat cobaannya. Awal derita yang dijawab oleh tangis akan terus terbiasa hingga tangis itu menjadi batu karang yang kokoh, tegak di hadapan miliyar setan.

Ketidakbertanggungjawaban, umpatan, hanya berani main belakang, adu domba, lain di muka lain di hati, itu hanya sebagian kecil dari kebiasaan hidup kabanyakan setan. Tak ketinggalan dengan lalai dan masa bodoh dengan panggilan Tuhan merupakan hal yang biasa dilakukan setan! Para setan yang tak tahu bagaimana cara hidup berdamai, bagaimana membuat situasi menjadi aman tentram, yang tak tahu bagaimana menyayangi sesama. Itulah mutlaknya sifat yang dimiliki setan.

Maka, tercerminlah pada jiwa-jiwa yang menjadi pengikut setan. Tak lebih dan tak kurang merekalah yang membuatku untuk terus berjuang mempertahankan amanah dan tanggungjawabku untuk menata masa depan yang damai, penuh dengan cahaya kasih sayang, dan saling menolong dalam kebaikan untuk bersama dengan Dia di Surga kelak.

Pembelaan terhadap yang benar, kini tak lagi ada. Adil ternyata benar-benar hanya milik Tuhan. Bukan bagi jiwa-jiwa pengikut setan. Nafsu dunia pun telah merajalela hingga membutakan yang mana yang hak dan mana yang batil.

Adu domba menjadi kebiasaan untuk berlindung dari perisai kesalahan diri. Kesesatan nyata telah tergambar secara gamblang. Ukiran dosa tak lagi Tuhan yang hanya bisa menilai, tetapi Anda pun bisa menyimpulkannya! Petatah petitih hanya tersurat dalam goresan pena di kertas kusam. Bukan untuk diceritakan, namun untuk dijadikan sebagai maskot kebanggaan bahwa mereka beradat. Mereka beradat bukan untuk kebaikan orang banyak, namun hanya untuk topeng yang di kala dibutuhkan saja digunakan!

Miris...

***

Mengalami hidup di dua pulau yang berbeda, kota yang berbeda, serta macam kepala yang berbeda pula. Semakin memperkaya kosakata pengalaman hidup di dunia fatamorgana. Perbedaan itu pasti. Namun, beda itu bukan berarti tak sama. Beda melambangkan ciri khas, kreatif, serta kesaamaan tujuan yang menanti bahagia di ujungnya. Namun, jika beda tetapi hanya menjadi pengekor agar dibilang sama, merupakan beda yang pasif, statis, dan bersifat pengecut. Tak kenal dengan kamampuan diri. Tak kenal dengan kasih sayang. Tak kenal dengan bahagia. Dan tak kenal dengan kekuatan Pemberi Surga.

***

Hanya pribadi tangguh yang mampu menjalani dan mempertahankan katangguhannya.

Hanya pribadi hebat yang mampu mengakui kehebatan orang lain!

***