webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · 若者
レビュー数が足りません
134 Chs

Gudang Sekolah

"Selamat datang Puteri tidur."

"Puteri tidur mana yang mulanya buluk?"

"Namanya juga Puteri tidur di dunia nyata, kan?"

"Nggak ada lawan emang kalau masalah muka buluk."

"Jangan jahat jadi orang dong. Siapa tahu dia nanti glowing? Mampus kan lo?"

"Ah ... Jadi takut gue ..."

"Gimana mau glowing? Orang mukanya aja penuh jerawat batu semua."

"HAHAHA!"

Snow tersentak kaget l saat seseorang secara tiba-tiba menutup kedua telinganya dari belakang saat dia sedang fokus mendengarkan semua hinaan yang diberikan oleh para murid yang ada di koridor sekolah itu untuk dirinya.

Snow mengalihkan pandangannya untuk melihat siapa yang baru saja menutup kedua telinganya.

Seorang pria tersenyum lembut kepada dirinya, membuat Snow ikut tersenyum juga.

Anggara melepaskan tangannya dari telinga Snow dan membisikkan sesuatu pada daun telinga kanan gadis mungil itu.

"Jangan dengerin apa kata mereka, Snow. Mereka itu kerjanya cuma komentar doang. Lo enggak akan kenyang cuma karena dengerin apa kata mereka semua," bisik Anggara.

"Lo pokoknya anggap aja kalau itu cuma burung berkicau di pagi hari doang," lanjut Anggara lagi.

Snow tersenyum kecil lalu kemudian menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Anggara tersenyum lebar lalu sedikit menjauh dari Snow karena tadinya mereka berdua lumayan dekat.

"Kamu tumben banget datang ke sekolah pagi-pagi, Ra," kata Snow membuka pembicaraan.

"Ck ... Gue cuma mau ngerasain udara pagi aja Snow," kata Anggara.

"Enggak. Lebih tepatnya, gue mau lindungi lo dari semua gosip murid-murid sekolah ini di pagi hari buat lo, Snow," batin Anggara di dalam hatinya.

"Hahaha! Kamu ada-ada aja, Ra!" kata Snow sambil sedikit terkekeh.

Anggara hanya tersenyum.

"Tapi, kamu enggak malu jalan di samping aku, Ra?" tanya Snow pelan, dia sedikit melangkah mundur di belakang Anggara.

Anggara menghentikan langkahnya, dia menatap Snow dengan heran.

"Lo ngapain mundur, Snow?" tanya Anggara, dia perlahan menyamakan posisinya dengan Snow.

"Enggak, Ra. Kamu jangan dekat-dekat sama aku," kata Snow.

"Kamu jangan buang popularitas kamu hanya karena dekat-dekat sama aku. Aku gak mau kalau kamu dijauhi kayak aku cuma karena kamu dekat sama aku," kata Snow pelan.

"Ck ... Ngapain mikir kayak gitu sih, Snow?" tanya Anggara.

"Gue kan udah bilang sama lo. Lo jangan dengerin apa kata mereka, Snow," jelas Anggara pelan.

"Iya. Emang khusus untuk aku enggak apa-apa, Ra. Tapi, untuk kamu aku apa-apa!" kata Snow, nada suaranya sudah meninggi.

"Hah ... Sebagian dari mereka itu fans sama kamu. Jangan sampai mereka jauhi kamu cuma karena kehadiran aku di hidup kamu," kata Snow menjelaskan.

"Ck ... Gak peduli gue sama mereka. Mau mereka fans sama gue. Mau enggak fans sama gue. Gue enggak peduli!" kata Anggara sinis.

"Tapi-"

"Udahlah, Snow. Enggak ada kata tapi-tapian!" potong Anggara kesal.

Anggara menggerakkan tangannya dan berniat untuk merangkul pundak Snow, tetapi seseorang dengan cepat datang dari belakang mereka berdua dan mendorong Snow dengan kasar.

"Woy! Lo apa-apaan, sih?!" seru Anggara dengan emosi sambil menatap orang itu dengan tajam.

"Lo yang apa-apaan!" seru orang itu juga.

"Ck ... Sehari aja lo nggak buat masalah bisa nggak, sih, An?" tanya Anggara jengah sambil menatap Aldean dengan malas.

Aldean melipat kedua tangannya di depan dada.

"Yang buat masalah sama lo itu siapa, sih?" tanya Aldean.

"Kenal sama lo aja enggak," lanjut Aldean lagi.

Anggara menatap Aldean dengan tajam, sedangkan Aldean yang ditatap malah melirik ke arah Snow.

"Heh buluk!" panggil Aldean.

"Dia ada nama, An!" seru Anggara mengkoreksi.

Aldean memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Tom ... Urus anak satu itu. Gue gak suka kalau lagi berurusan sama si buluk ini, malah ada pengganggu," kata Aldean kepada salah satu temannya yang bernama Tomi.

Tomi menganggukkan kepalanya lalu menarik pergelangan tangan Anggara dengan kasar.

"Woy! Lo apa-apaan, sih?!" tanya Anggara tak terima sambil memberontak.

"Jangan apa-apain Anggara!" seru Snow membuka suara 0ada akhirnya.

"Lo diem aja buluk!" ucap Aldean.

"Lo jangan apa-apain Snow, sialan!" seru Anggara emosi.

Aldean hanya tersenyum sinis, laku menarik Snow dengan kasar.

"Sampai ada sesuatu yang buruk sama Snow. Jangan harap lo bisa bernapas dengan lega, Aldean!" teriak Anggara emosi, sedangkan Aldean hanya mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan sebagai jawaban. Dia tidak takut dengan ancaman Anggara.

"Lo ikut sama gue, Buluk," kata Aldean usai tidak lagi melihat Anggara karena diseret oleh Tomi sahabatnya.

"Tapi, aku mau masuk ke kelas, An," jawab Snow menolak.

"Kamu juga harus minta Tomi untuk melepaskan Anggara. Anggara enggak salah apa-apa, An," kata Snow lagi.

Aldean menggertakkan giginya dengan geram lalu memberikan sentilan pada kening Snow dengan kesal.

"Lo enggak mau dengerin apa kata gue?!" tanya Aldean kesal.

"Bukannya aku enggak mau dengerin, An. Tapi, aku e-"

"Bacot lo buluk!" seru Aldean emosi.

"Ikut sama gue!" kata Aldean dan menarik Snow dengan kasar.

Snow memberontak dengan kuat, berharap dia lepas dari cengkeraman Aldean.

"Wah! Lo ternyata udah mampu lawan gue, yah?" tanya Aldean usai Snow melepaskan cengkeraman Aldean.

Snow tidak menggubris pertanyaan Aldean, sekarang dia hanya punya satu pilihan agar menjauh dari Aldean, berlari.

Snow sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari dari Aldean, tetapi sialnya karena Aldean ternyata mampu membaca pergerakannya. Aldean menahan Snow dengan cara menarik rambut sebahu perempuan berkulit kecoklatan itu.

"Aaaaa!" pekik Snow meringis kesakitan.

"Lo udah macam-macam, yah?!" tanya Aldean emosi sambil memperkuat tarikannya pada rambut Snow.

"Lepasin aku, An ..." pinta Snow dengan pelan.

"ENGGAK AKAN!" bentak Aldean keras.

Snow langsung terdiam, ini pertama kalinya Aldean membentak dirinya dengan begitu keras.

"Ck ... Lo ternyata emang mau dikerasin, yah?" kata Aldean geram.

"Mana lo yang tadinya memberontak sama gue, sialan?!" tanya Aldean emosi.

Aldean kembali menarik Snow dengan kasar, sedangkan Snow yang ditarik hanya bisa pasrah.

Sekitar beberapa menit berlalu Aldean menarik Snow ke salah satu ruangan tak terpakai di sekolah itu, gudang sekolah.

"Lo masuk ke dalam," perintah Aldean santai.

"Eng ... Enggak ..." tolak Snow pelan.

Aldean mendelikkan matanya.

"Lo enggak mau dengar apa kata gue?!" tanya Aldean emosi.

"Bukannya aku enggak mau dengar apa kata kamu, An," kata Snow sambil menggelengkan kepalanya.

"Tapi, kamu tahu sendiri kalau gudang ini udah lama enggak kepake. Lagipula, kita dilarang masuk ke dalam gudang ini, kan?" jelas Snow, dia berharap Aldean memberikan keringanan untuknya.

"Emangnya gue peduli sama lo?" tanya Aldean dan berakhir dia mendorong Snow dengan kasar untuk masuk ke dalam gudang sekolah tak terpakai itu.