"Bungkus! Bungkus! Bungkus!" Seru semua kru Episode Para Lajang--yang merupakan sebuah TV show komedi, dan di pandu oleh David, Oliver dan Santana--Tana.
Musim ke-7 dari TV show ini sudah selesai syuting, dan segera tayang bulan depan. Jadilah David, Oliver dan Tana di siram oleh semua kru untuk merayakannya seperti biasa.
"Astaga! Untung saja aku sudah membawa baju ganti di dalam mobilku!!" Seru Tana, "Liv, kau mau pergi kemana setelah ini?"
"Ke Fons," jawab Oliver, "Minum kopi dan menongkrong sendirian disana. Oh, Kris sudah pulang dari Jepang lagi belum, Vid?"
"Sudah. Aku tahu, kau pasti ingin menongkrong sambil ditemani olehnya bukan?" Balas David, dan dibalas lagi dengan anggukkan oleh Oliver, "Baiklah. Aku harus pergi duluan."
"Dengan baju basah seperti itu?" Tanya Tana, "Hei, sepertinya gosip-gosip yang beredar itu benar ya?"
David memalingkan wajahnya lalu melihat Tana dengan seksama. David yang tadinya sudah berdiri, kemudian duduk lagi. Dia tertarik dengan ocehan yang akan dilanjutkan oleh rekan kerja sekaligus sahabatnya ini.
"Gosip yang mana, Tan?" Tanya Oliver.
"David Kajima, komedian multi talenta asal Indonesia akan segera melepas masa lajangnya. Dan pada akhirnya, pembawa acara Episode Para Lajang akan diganti dengan yang baru. Karena dia akan menikah."
David tertawa mendengar Tana yang sok mengikuti gaya pembawa acara infotainment yang sering sekali mengomentari dirinya. "Parah sekali kau, Tan!"
"Hahaha! Tapi aku benar, kan?"
David megangguk, mengakui kekalahannya.
"When will that big day be?" Tanya Oliver.
"Still don't know. Approximately next year."
"Well I'm so envy with that girl who will be your future wife. I hate to say this, but I want you to stay single like now, forever."
"Wow! Dan kau lebih memilih untuk datang ke pemakamanku yang akan penuh sesak karena penggemarku, tahun depan?" Balas David, "Jauh lebih baik kau menghadiri pernikahanku dari pada pemakamanku, Tan!"
"Oh iya, aku lupa Ibumu akan membunuhmu jika itu terjadi."
"Parfait--sempurna! Kau mengetahuinya dengan sangat jelas bukan?" Balas David, "Makanya aku akan serius dengannya kali ini."
Tana merangkul David sebagai tanda persahabatan mereka, lalu berkata dengan semangat, "Menikahlah, Kawan! Tapi ingat juga kalau kau masih memiliki dua orang sahabat disini yang masih melajang juga. Jadi... Tunggu, siapa yang akan kau nikahi omong-omong?"
"Namanya Tyas, dan dia seorang pramugari yang sangat manis."
"So cheesy. But I knew it. Baiklah, kudoakan yang terbaik."
-----
Tyas di ajak oleh David untuk menemui ibunya lagi di kawasan perumahan elit di daerah Jakarta. Rumah keluarga Kajima di hiasi dengan sentuhan Jepang modern. Walaupun begitu, David tetap membawa Tyas masuk ke dalam rumahnya.
"Tunggu dulu, apa kau yakin kalau orangtuamu akan menerimaku? Maksudku, kau ingatkan, apa yang dilakukan mereka terakhir kali?"
David tersenyum.
"Aku takut jika harus berhadapan dengan Ibumu lagi..."
"Ibuku bahkan akan membunuhku jika aku tidak konsisten dengan omonganku."
David mendapat telepon dari Irika malam lalu.
Ia sempat panik saat Irika mengatakan bahwa Ibunya meminta Irika dan Karina tidak pulang ke Jepang dulu sampai masalah David selesai.
Bayangkan saja, Irika harus kembali ke Todai, untuk internship. Sementara Karina harus melanjutkan kuliahnya, dia baru saja masuk tahun keduanya. Jangan sampai kuliahnya terhambat hanya karena masalah yang--sebenarnya--tidak penting seperti ini.
Fuuka dan Yasuo juga mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh kedua adiknya juga.
Menurut pikiran sepihak David, pasti sudah ada banyak massa yang datang ke rumahnya maupun ke hotel untuk mengonfirmasi segala hal yang berkaitan dengan David kepada keluarganya langsung. Padahal, mereka tinggal satu rumah saja tidak.
"Jadi maksudnya, kau akan membuatku berperang dengan Ibumu lagi?" Tanya Tyas khawatir, "Ibumu tidak menyukaiku, Vid."
"Abaikan pikiranmu yang mengatakan Ibuku tidak menyukaimu. Yang terpenting aku menyukaimu." David mengatakannya dengan tulus dan serius, tidak ada keraguan apalagi kebohongan. "Aku menyukaimu bukan karena kebodohan yang kubuat. Tapi aku menyukaimu tulus dari hatiku, Tyas."
Tyas terkejut dalam diam. Bahkan Juan tidak pernah mengatakan hal serupa selama bertahun-tahun menjadi kekasihnya. Juan hanya pernah mengatakannya saat memintanya untuk menjadi kekasihnya.
Kesedihan yang dirasakan Tyas memuncak saat dia mendengar David mengatakannya.
"I feel so damn lucky to be with a comedian like you right now," kata Tyas sambil menyeka air matanya. "I just like to hear that someone says they love me. And however, he never said that kind of thing eversince we start dating."
Sebelah sudut David membentuk senyum. "Your ex? He never love you like the way I do right now. Okay?"
Tyas memilih untuk diam. David sudah berkali-kali mengatakan kalau dia menyukainya. Dan hal itu cukup untuk melelehkan hati Tyas yang beberapa bulan ini sudah kembali mendingin karena hancur.
Anak konglomerat batu bara, sekaligus anggota dewan itu kini sudah dikabarkan bertunangan dengan seorang anak petinggi parpol yang sedang berkuasa. Juan, orang yang berhasil membuat hati Tyas hancur berkeping-keping sementara David berhasil menggabungkan hatinya yang hancur itu kembali menjadi seperti semula dalam waktu yang relatif singkat.
Entah mengapa, nasib baik memang selalu berpihak pada Tyas. Mulai dari pendidikan, pekerjaan sampai kekasih, dia selalu mendapat yang terbaik. Kekasihnya selalu merupakan anak orang kaya, dan memang memiliki banyak harta. Namun, hal itu dibarengi pula dengan keluarga kekasihnya yang tidak merestui hubungannya.
Sebelum berhubungan dengan Juan, Tyas sempat berhubungan dengan dua orang sebelumnya. Dua orang tersebut adalah, anak dari pemilik perusahaan percetakan yang ternama, dan yang satunya lagi adalah adalah anak dari pengusaha minyak bumi dari luar negeri. Naasnya, setiap kali bertemu keluarga kekasihnya, dia selalu di tolak. Tidak di restui. Dan apesnya, kekasihnya pun juga tidak memperjuangkannya.
Inilah kali pertamanya dia melihat kesungguhan hati seorang komedian terkenal seperti David yang serius memperjuangkannya. Jika dulu dia mencintai dengan segenap hati mantan-mantannya, kini dia belum tahu bagaimana perasaannya kepada David.
"Ayo turun, kita sampai," kata David, membuyarkan pikiran yang sedang berkelebat di dalam kepala Tyas.
Tyas tersenyum, "Vid..."
David menoleh saat hendak keluar dari mobil kesayangannya, Mazda CX-7 warna hitam yang dibelinya setelah mendapat honor dari kontrak baru Episode Para Lajang. "Ada apa, Yas?"
Dengan ragu-ragu, Tyas mengatakan apa yang menjadi keinginannya pada David. "Will you promise me to stay by my side no matter what?"
"I will."
------
Rumah mewah itu memang terkesan sangat nyaman. Gaya Jepang memang ditorehkan dari setiap sudut sentimeter rumah ini. Rumah keluarga Kajima sangat unik dan futuristik untuk ukuran keluarga yang kolot dengan tradisi Jepang yang merepotkan.
"Oniichan!!" Seru Irika sambil menghambur dalam pelukan David. "Akhirnya kau datang juga! Okaasan..."
"Okaasan kenapa?"
"Okaasan masih marah. Katanya lebih baik ia mati saja dari pada harus melihatmu menikah dengan pramugari," kata Irika lagi nada sesenggukan. "Oneechan..."
Tyas menoleh kepada Irika yang masih di dalam pelukan David. Tyas setidaknya mengerti apa yang dimaksukan dengan 'onii' dan 'onee.'
"Maafkan Okaasan. Ini sama sekali bukan kesalahanmu jika Okaasan membenci pramugari," katanya, "Aku mohon, jangan tinggalkan David-onii."
Tyas menghangat. Baru kalu ini ada satu anggota keluarga kekasihnya yang mendukung hubungannya. "Ada apa memangnya?"
Irika melepaskan pelukannya David lalu menghampiri sosok Tyas yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Yasuo dan Fuuka-onii juga mendukungmu. Begitupula aku dan Karina. Anggaplah Okaasan tidak menyukaimu tanpa alasan. Tapi, kau mendapat dukungan dari yang lainnya, Onee.."
"David!"
David segera menoleh kepada asal suara itu. Meskipun sudah meninggalkan rumah ini lebih dari sepuluh tahun suara Ibunya masih tetap sama saat memanggilnya dari sudut rumah yang satu itu. "Okaasan."
"Tinggalkan dia!" Seru Ibunya, "Akan jauh lebih baik jika kau kembali lagi saja kepada Indah."
Mendengar nama Indah saja sudah cukup membuat David muak. "Okaasan, apapun yang terjadi, aku akan tetap memilih Tyas. Terserah apapun yang Okaasan mau katakan, tapi aku tidak akan meninggalkannya."
Dengan cepat, David menarik tangan Tyas, untuk meninggalkan rumah.
"Ah, iya, satu lagi. Tadinya aku kemari untuk minta maaf atas perlakuan kasarku kepada Okaasan beberapa hari lalu. Sayangnya, Okaasan malah memerlakukan Tyas seperti ini. Jadi aku rasa, tidak ada gunanya lagi menemui Okaasan."
"David..." bisik Tyas lirih, masih dalam genggaman tangannya David.
"Ayo kita pergi, Yas!"