webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · 若者
レビュー数が足りません
46 Chs

Episode 62

"Tyas," panggil Rama.

Saat ini, Tyas sedang menemani Rama, Rita dan Bisma untuk menginap di salah satu hotel berbintang lainnya. Tentu saja semuanya di tanggung oleh David.

Ada dua alasan yang membuat David memilih untuk membayarkan biaya sewa hotelnya keluarga Tyas.

Pertama, David tidak akan sudi jika harus merelakan Ibunya menyewa beberapa kamar di Umejima, dan keluarga Tyas harus di awasi selama 24 jam penuh melalui CCTV yang diminta oleh Ibunya untuk dinyalakan.

Kedua, dia tidak mau keluarga Tyas mendengar ocehan buruk Ibunya David mengenai pramugari. Maklum saja, dulu, David juga sempat dekat dengan seorang pramugari maskapai penerbangan asing, dan Ibunya sudah meneror keluarga Si Pramugari tersebut.

Jadi, David putuskan untuk menyewa kamar di salah satu hotel lain dengan nama samarannya.

"Iya Pa?" Jawab Tyas, "Papa pasti marah sama Tyas ya?"

"Mana mungkin Papa bisa marah Tyas? Kau itu anak perempuan satu-satunya Papa. Dan apapun yang kau lakukan selalu Papa dukung," ucapnya, "Termasuk memilih komedian terkenal seperti David."

Tyas tertawa ringan, "Apa Papa menyukainya?"

"Siapa? David?"

"Memangnya siapa lagi yang sedang kita bicarakan?" Gumam Tyas sambil mendengus sebal.

"Apa ada alasan untuk tidak menyukainya?" Balas Rama kepada putri semata wayangnya. "Semua orang yang melihatnya--baik secara langsung, ataupun lewat TV--dapat dengan mudah menyukainya. Sifatnya, pembawaannya dan tingkahnya dapat mudah membuat orang lain seperti sudah lama mengenalnya. Walaupun baru mengenalnya beberapa saat."

Tyas mengangguk pelan, tiba-tiba dia tersenyum sendiri mengingat awal pertemuan David di Pub. Tyas memang baru mengenal David sejak dari Pub, tapi dia merasa sudah mengenalnya cukup lama.

"Tapi bagaimana dengan keluarganya, Pa?" Tanya Tyas lagi.

"Papa yakin dia dibesarkan di dalam keluarga baik-baik. Dan mungkin Ibunya bersikap seperti itu karena ada alasannya," balas Rama. "Sepertinya dia tidak menyukai profesimu."

Tyas mengerutkan dahinya, lalu mengangguk lagi. "Selama aku menjadi pramugari, tidak pernah ada keluarga dari kekasihku yang menerima latar belakangku yang satu itu. Seharusnya aku tidak perlu berhenti menjadi jurnalis ya, Pa?"

Pikiran Tyas terbawa lagi ke masa-masa kejayaannya saat dia menjadi jurnalis di sebuah media cetak luar negeri. Namun, Tyas keluar karena bosnya nyaria memperkosanya. Sejak itu, Tyas mencoba menjadi pramugari, yang sudah menjadi impiannya sejak kecil.

Rama mendukung segala keputusannya Tyas. Dia tahu kalau Tyas pasti bisa menjaga dirinya dengan baik. Meskipun dia pramugari sekalipun, dan cap pramugari sering di katakan memiliki hubungan gelap dengan pilot maupun hal buruk lainnya, tapi Rama berani sumpah kalau putrinya bisa menjaga dirinya dengan sebaik mungkin.

"Dan membiarkan dirimu di mangsa oleh lelaki hidung belang?" Balas Rama, "Papa lebih menyukai pekerjaanmu saat ini, Nak. Lagi pula, kau juga sudah mengatakan jika kau nanti menikah kau akan mengikuti apapun keinginan suamimu bukan?"

"Ya. Aku memang sudah memutuskan untuk seperti itu."

"Baiklah, Papa akan bicara pada David."

Tyas tersenyum. "Akan kusampaikan. Papa tidurlah, pasti Papa lelah setelah seharian ini di Jakarta bukan?"

"Ya sudah, Papa tidur dulu."

Tyas kembali ke kamarnya sendiri. Melihat adiknya, Bisma sudah tidur di ranjangnya, Tyas pun merangkak menuju ranjang di sebelah Bisma.

Tyas membuka ponselnya.

You have 3 new message.

David Kaj.

Kau sudah tidur?

Aku mau minta maaf atas perlakuan Ibuku.

Aku tahu Ibuku terlalu kasar padamu.

Tyas tersenyum melihatnya. Memang benar-benar lelaki yang memerhatikannya. Bahkan Juan tidak pernah seperti ini kepadanya dulu. Walaupun orangtuanya tidak menyukainya sebagai pramugari, tapi Juan tidak pernah menghiburnya.

Tyas Clarissa

Aku sudah terbiasa dengan seperti kelakuan seperti yang Ibumu lakukan.

Percayalah, aku tidak apa-apa.

David Kaj.

Maafkan aku.

Tyas Clarissa

Aku tidak apa. Jangan terus-terusan minta maaf, David.

Ah ya, Papaku ingin bicara denganmu, apa bisa?

David Kaj.

Besok pagi? Tentu saja bisa.

Akan aku kosongkan jadwalku untuk besok pagi.

Tyas Clarissa

Baiklah.

Anyway, thanks for the hotel. Really, you don't have to rent us hotel like this actually.

David Kaj.

But I want to. I want to take the heart of my in-laws to be.

Orangtuaku sudah bersikap jahat pada gadis cantik yang akan menjadi istriku, bahkan di hadapan keluarganya tanpa rasa malu.

Aku sangat malu.

Tyas Clarissa

Jangan merasa bersalah. Aku sudah bilangkan?

Ibumu sangat menyayangimu. Jadi, kurasa itulah alasannya sangat selektif untuk memilih jodohmu.

David Kaj.

Aku yakin kaulah jodohku.

Tyas Clarissa

Jangan percaya diri dulu.

Tapi terima kasih karena sudah memilihku untuk saat ini.

David Kaj.

Dan seterusnya, aku pun tetap memilihmu.

-----

Tyas terbangun dari tidurnya saat matahari sudah mulai menampakkan sinarnya yang cukup hangat. Pendingin ruangan kamar hotel itu benar-benar membuat Tyas masih ingin tidur di balik selimut putih tebalnya.

"Kak Tyas mau tidur sampai jam berapa memangnya?" Tanya Bisma sambil mengancing pakaiannya. Rambutnya masih basah dan sesekali menetes-netes di kemejanya.

Tyas menguap lebar. Wajah cantiknya tanpa polesan apapun benar-benar terlihat jelas. Bahkan dengan rambut berantakan pun dia tetap terlihat cantik.

"Beruntung sekali orang yang mau menikahi Kakakku," balas Bisma, "Kau memang bau iler tiap kali bangun tidur. Dan kalau menguap lebar sekali, tapi kau cantik."

Tyas bergerak untuk duduk bersandar di tempat tidurnya.

"Kau sedang mencoba untuk menghiburku? Aku tahu aku jelek sekali, bukan?"

Bisma menggeleng. "Not at all. You're perfect as a woman, and my beloved sister."

"Astaga, adikku sudah pandai menggombal!"

Bisma terkekeh pelan, dia melihat ponselnya. "Kak, ini sudah jam 10 pagi. Kau tidak mau sarapan?"

Mata Tyas terbelalak lebar. "Apa?! Jam 10? Kenapa kau tidak membangunkanku dari tadi?! Lalu David... David bagaimana? Papa bilang Papa mau menemui David.."

"Papa sudah bangun dari tadi. Katanya ada orang yang ingin ditemuinya di restoran hotel saat sarapan."

"Iya orang itu David, Bisma!! Aduh, bagaimana--"

"Tenang Kak. Kak David sangat baik. Ia bilang yang penting bertemu dengan Papa bukan? Tidak bertemu denganmu sekarang juga tidak masalah," balas Bisma. "Mandi dulu sana! Jangan duduk-duduk saja disitu!"

"Bisma, tunggu aku. Nanti kita turun sama-sama saja.."

"Iya Kakak Bawel!!" Balas Bisma.

-----

Bisma dan Tyas melihat Rama, Rita dan David sedang mengobrol asyik. Bahkan, tak jarang Rama menepuk-nepuk punggung David, seperti anaknya sendiri, dan memang akrab.

Sepengetahuan Tyas, ayahnya bukanlah orang yang akan melakukan kontak fisik apapun pada orang yang baru dikenalnya--meskipun orang tersebut adalah orang yang dipuja olehnya.

"Bisma, lihat itu," bisik Tyas.

"Kenapa Kak?"

"Lihat itu! Mana pernah Papa seakrab itu dengan orang lain?" Tanya Tyas. "Papa selalu bersikap tegas, Bis, kalau ke orang-orang yang belum dikenalnya. Kenapa bisa.."

"Nanti sajalah Kak protesnya," bisiknya, "Aku sudah lapar. Bisa kita bicarakan nanti saja ya?" Bisma jalan mendahului Tyas, sementara dia meninggalkan Tyas sendirian di belakamgnya.

Tyas menggeleng-gelengkan kepalanya, astaga kenapa aku harus memiliki adik sepertinya, ya Tuhan!

Tyas pun ikut menuyusul langkah Bisma di belakang. Lalu dia duduk di kursi sebelah Bisma. "Papa sudah makan pagi?"

"Sudah. Kau dan Bisma makanlah," kata Rama, "Papa masih senang berbicara dengan David disini. Dia sangat menyenangkan."

Tyas bangkit berdiri di temani Bisma. Lalu mereka berdua mengambil makanan buffet yang tersedia. Sementara, David tertawa dengan Rama dan Rita.

Bisma menyenggol Tyas sesekali saat sedang mengambil makanan di area makanan Jepang.

"Apaan sih, Bisma? Jangan begitu!"

"Kak, coba kau lihat," kata Bisma dengan nada penuh selidik. "Jarang-jarang Papa bisa seperti itu! Walaupun dengan Mama sekalipun.."

"Maksudmu? Kau tidak percaya pada David?"

"Bukan begitu. Tapi sihir apa yang di milikinya?!"

"Bisma, jangan menuduh kekasihku yang macam-macam bisa? Aku akan sangat marah jika kau menghakimi dia seenakmu," balas Tyas. "Kau balik duluan saja kesana. Aku mau mengambil makanan lain dulu."

Tyas meninggalkan Bisma, lalu pergi mencari makanan lain. Menurutnya, bukan hal yang aneh juga jika David bisa akrab dengan mudah dengan ayahnya.

Toh, sebagai orang yang sudah sering tampil di layar kaca, dan sering melakukan pertemuan dengan para penggemarnya, David pasti sudah terbiasa dengan semuanya, dan menurutnya itu hal yang wajar-wajar saja.