Lova menghembuskan nafas lega. Beranjak berdiri dari duduknya dan berjalan keluar dari dalam kamar mandi. Pelan-pelan Lova menutup pintu kamar mandi sambil menggigit giginya was-was. Tatapan Lova terpaku pada tubuh Axel yang masih tidak bergerak di atas ranjangnya.
Lova berjalan pelan mendekati ranjangnya. Meletakkan ponsel di atas meja nakas. Lova sekarang sedang merasa kebingungan dengan tempat untuk dia tidur. Menatap pada ranjangnya dan karpet yang berada di bawah ranjangnya itu secara bergantian. Lova menimbang-nimbang pilihan yang ada dengan serius. Dia tidak mungkin tidur di atas ranjang berdua bersama Axel. Sementara ukuran ranjangnya tidak cukup besar untuk bisa menampung tubuhnya dan laki-laki itu sekaligus.
Lova juga tidak mungkin tidur di atas lantai yang keras walau sudah dilapisi dengan karpet di atasnya. Seluruh tubuhnya dijamin pasti akan pegal-pegal besok pagi. Bukannya Lova ingin sombong atau apa, tapi dia memang belum lebih tepatnya tidak pernah tidur di atas lantai sebelumnya. Lova bersyukur untuk perihal yang satu itu. Dan terima kasih banyak pada Alex, daddynya itu sudah bekerja dengan sangat keras demi hidup nyamannya.
Lova menghela nafas pasrah. Mengambil novel yang tadi sempat dibaca sebelum Axel datang. Lova akan berusaha sekuat tenaga yang dia punya untuk menahan rasa kantuknya sebentar lagi saja. Semoga saja Axel cepat terbangun. Jadi dia bisa meminta laki-laki itu untuk pulang dan membiarkan dia tidur dengan nyaman.
Lova berjalan pelan memutari ranjang dan duduk di bagian ranjangnya yang masih kosong dengan kedua kaki dimasukan ke dalam selimut yang sama dengan Axel. Membetulkan selimut di tubuh laki-laki itu yang tersingkap akibat pergerakannya lebih dulu, lalu perlahan menyandarkan punggungnya pada headboard. Lova menggeliat kecil mencari posisi nyamannya lalu membuka novel.
Lova terhanyut ke dalam alur cerita yang disajikan novel bergenre romance itu hingga tak sadar sudah memejamkan kedua matanya dan tertidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Kepala terkulai ke arah samping kanan, kacamata baca masih tertahan di pangkal hidungnya, dan novel yang tergeletak di atas pangkuannya.
-firstlove-
Axel menggeliat kecil. Perlahan membuka kedua kelopak matanya. Langit-langit warna putih menjadi pemandangan pertama kali yang dia lihat ketika kedua matanya sudah terbuka dengan sempurna. Axel mengerutkan keningnya dalam lalu memalingkan wajahnya ke samping kiri. Jelas bukan kamarnya. Kamarnya tidak mungkin bisa berubah menjadi ... girly? Dalam waktu singkat. Hanya hitungan jam saja. Otak Axel juga masih cukup waras untuk mau merubah design kamarnya yang sporty menjadi seperti kamar milik perempuan. Ngomong-ngomong tentang perempuan ...
Axel perlahan memalingkan wajahnya ke samping kanan. Sontak. Axel langsung bangun ketika melihat Lova tidur dalam posisi duduk. Pelan-pelan menarik naik tubuhnya yang terasa remuk efek perkelahian tadi itu hingga duduk bersandar pada headboard sambil menyentuh sudut bibirnya.
"Ssshh." desis Axel lirih mencoba menahan perih pada lukanya. Axel perlahan menurunkan tangannya lalu menoleh menatap wajah tenang dan polos Lova ketika tidur intens.
Axel tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia jadi berakhir di kamar Lova? Masuk ke kamar gadis itu dengan jalan ninja pula. Ck! Axel berdecak keras dalam hati. Apa sekarang Lova menjadi bagian penting? Axel menggeleng samar.
Axel reflek mengulurkan tangan kanan menyingkirkan anak-anak rambut Lova yang menghalanginya memandangi wajah cantik gadis di hadapannya itu. Senyum tipis tanpa sadar terbit di bibir Axel. Jika saja Lova tidur dalam posisi yang sedikit lebih nyaman, Axel pasti akan betah memandangi wajah Lova dalam waktu lama tanpa merasa bosan sama sekali.
Axel bergerak seringan mungkin membalikan badannya menghadap Lova. Dia tidak ingin gerakannya sampai membangunkan gadis itu. Pelan-pelan Axel menelusupkan kedua tangannya di belakang tengkuk dan lutut Lova. Axel mengangkat tubuh Lova dan memindahkan posisi tidur gadis itu menjadi terlentang sedikit ke bagian tengah ranjang.
Axel langsung mengusap-usap kepala Lova lembut untuk beberapa saat ketika gadis itu menggeliat kecil mencari posisi nyaman. Kedua matanya menatap wajah Lova lekat-lekat. Setelah dirasa Lova tidak akan terbangun, Axel perlahan menundukan kepalanya dan mengecup ringan ujung hidung kecil Lova yang menjadi bagian favorit dari wajah pacarnya itu.
Axel bergeser pelan duduk di tepi ranjang. Beranjak berdiri setelah selesai memakai sepatu di kedua kakinya. Axel berbalik badan dan membetulkan selimut Lova. Lalu membungkukkan punggungnya sedikit mencium kening gadis itu lama.
"Thanks, my Lov." gumam Axel lirih. "I lo--" ucapannya tertahan di ujung lidah. Axel menelan salivanya kasar dan menggeleng cepat. Langsung menegakkan punggungnya kembali.
Axel berjalan pelan-pelan keluar dari kamar Lova seperti tadi caranya masuk. Lewat balkon kamar gadis itu.
Lova perlahan membuka matanya. Dia sebenarnya sudah terbangun sejak Axel mengangkat tubuhnya. Perlahan Lova berguling ke samping kiri merubah posisi tidurnya menjadi miring menatap kearah balkon kamarnya dengan tatapan kosong. Seharusnya dia menuruti perkataan Malik. Sekarang dia harus bagaimana? Dia terlanjur baper dengan semua perlakuan Axel.
Axel itu adalah tipe laki-laki yang mudah untuk disayang. Pantas jika banyak perempuan yang akhirnya jatuh pada Axel, tak terkecuali dirinya. Namun sayangnya, perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Lova menghembuskan nafas panjang seraya kembali memejamkan kedua matanya mencoba kembali tidur.
-firstlove-
Axe : Gue gak bisa jemput lo ntar.
Axe : Gue berangkat siang soalnya.
Axe : Lo sama bokap lo dulu.
Lova menghela nafas pelan setelah membaca pesan yang dikirimkan Axel yang jika dilihat dari jamnya, pesan itu sudah dikirim sudah sejak tadi malam setelah laki-laki itu keluar dari kamarnya. Kedua ibu jarinya bergerak dengan lincah mengetikan pesan yang akan dikirim untuk laki-laki itu.
Lova : Iya, gak apa-apa kok, Axe.
Lova : Lova bawakan sarapan, mau?
Pesan yang Lova kirim untuk Axel sudah mendapatkan tanda centang dua. Namun, setelah ditunggu selama beberapa menit warna tanda centang dua itu tidak juga berubah menjadi biru. Mungkin saja Axe masih tidur.
Lova mengangkat kedua bahunya dan menutup room chatnya dengan Axel di aplikasi perpesanan yang identik dengan warna hijau itu. Lalu memasukan ponsel ke dalam saku kemeja putihnya. Lova berbalik badan mengambil tas yang diletakkan di atas ranjang. Lalu berjalan keluar dari kamarnya menuju ruang makan.
Lova tersenyum kecil ketika melihat Alex sudah berada di ruang makan sedang membaca koran. Melangkah pelan mendekati daddynya itu. "Morning, daddy ..." sapa Lova riang sambil melingkarkan kedua tangannya di bahu Alex, memeluk erat daddynya yang duduk di salah satu kursi meja makan itu dari samping. Lova menempelkan pipinya dengan pipi Alex, lalu mencium pipi daddynya itu sekilas.
Alex tersenyum cerah. Perlahan melipat koran yang sedang dia baca dan meletakkan di atas meja. "Morning, princess." balas Alex sambil mengusap lengan dan mencium pipi Lova sekilas. "Let's breakfast, princess."
Lova mengangguk patuh sambil melepaskan kedua tangannya. Duduk di kursi kosong di samping kanan Alex.
"Ingin sarapan yang mana, princess? Daddy membuat nasi goreng sosis dan sandwich."
"Umm ..." gumam Lova pelan sambil menatap kearah sandwich dan nasi goreng sosis secara bergantian. "Sandwich saja, daddy." kata Lova langsung memanjangkan tangannya mengambil satu sandwich roti gandum dengan isian telur mata sapi di atas piring. Lova menggigit menu sarapan itu dalam gigitan besar.
Alex tersenyum kecil seraya menunduk menatap nasi goreng yang menjadi menu pilihan sarapannya. Teringat akan sesuatu Alex langsung mengangkat wajahnya lagi. "Princess?"
Gerakan mulutnya yang sedang mengunyah seketika terhenti. Lova langsung menelan sandwich yang ada di dalam mulutnya yang sudah dikunyah lebih dulu. "Iya, daddy. Kenapa?"
Alex berdehem singkat. "Daddy hari ini harus pergi ke luar kota selama beberapa hari. Ada pekerjaan dengan uncle Bagus. Princess ingin tidur di rumah aunty Zeva atau Dalila?"
Lova menghela nafas berat. Perlahan meletakan sandwich diatas piring yang ada di depannya. Selera makannya tiba-tiba saja hilang. Lova menundukan kepalanya. Dia paling tidak bisa jika ditinggal Alex sendirian.
Alex tersenyum tipis. "Daddy janji tidak akan lama, hm?" bujuk Alex ketika melihat wajah Lova yang berubah menjadi cemberut sambil menggenggam tangan kanan putrinya itu.
Lova mengangkat kepalanya menatap Alex sejenak. Lalu menganggukan kepalanya pelan. "Aunty Zeva."
Alex tersenyum kecil sambil menganggukan kepalanya dan meremas pelan tangan Lova yang ada dalam genggamannya. "Berangkat dengan Axel, princess?" tanya Alex sambil menarik tangannya.
Lova menggeleng dan "Tidak. Lova dengan daddy. Axe berencana terlambat masuk, daddy."
Alex hanya terkekeh pelan sambil geleng-geleng kepala mendengar penuturan Lova. Perlahan sedikit menundukan kepalanya. Tangan kanan Alex yang membawa sendok terangkat memasukan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Daddy?"
"Hmm?" balas Alex bergumam karena mulutnya masih penuh dengan nasi goreng sambil melirik ke atas menatap Lova.
"Lova mau bawakan Axe sarapan ya, daddy? Apa boleh?"
Alex mengangguk sambil menelan semua nasi goreng yang ada di dalam mulutnya. "Tentu saja boleh, princess. Nanti akan daddy kemaskan."
Lova tersenyum lebar. "Thank you ... daddy."
"Princess daddy ingin membawakan bekal apa untuk pacarnya, hm?" tanya Alex dengan nada setengah meledek Lova.
Lova cengengesan. "Semuanya boleh? Jadikan di tiga tempat, daddy. Untuk Malik dan Abdul sekalian."
Alex tersenyum kecil. Tak lupa menganggukan kepalanya juga. "Baiklah. Sekarang habiskan sarapannya, princess."
Lova tersenyum manis seraya mengangguk patuh. Kembali mengangkat sandwichnya yang masih tersisa setengah dan mengarahkannya masuk ke dalam mulutnya. Lova menggigit sandwich besar-besar dan mengunyahnya dengan semangat membuat Alex tertawa kecil melihatnya.
-firstlove-
Alex mengerem mobil Land Rover Range Rover Sport 3.0 HSE Narvik Blacknya tepat di depan halte tempat dia biasa menaik turunkan Lova ketika mengantar dan menjemput sekolah putrinya itu tanpa mematikan mesin mobil. "Okay. Kita sudah sampai, princess." terang Alex sambil perlahan memutar kepalanya menatap Lova yang sedang melepaskan seat belt.
Lova bergeser sedikit ke samping menghadap Alex. "Lova berangkat ya, daddy. Daddy hati-hati di jalan. Jangan lupa selalu beri Lova kabar. Jangan lupa makan. Jangan terlalu keras bekerja. Kalau lelah langsung istirahat." pesan Lova panjang kali lebar sambil menatap Alex serius.
Alex terkekeh kecil. "Baiklah-baiklah. Daddy mengerti, princess."
Lova mengangguk kecil. Langsung meraih tangan kanan Alex dan mencium punggung tangan daddynya itu sekilas.
Alex tersenyum kecil dan tangan kirinya terulur mengusap kepala Lova sayang. Perlahan mendekatkan bibirnya ke kening Lova dana menciumnya sedikit lama.
"Take care, princess."
Lova mengangguk patuh. Lalu berbalik badan dan membuka pintu mobil. Lova turun dari mobil dengan desain gagah yang sangat cocok untuk daddynya itu sambil membawa tote bag warna putih yang memuat bekal untuk ketiga laki-laki nakal yang sayangnya sangat dia sayangi itu dalam pelukannya.
Lova menutup pintu mobil dengan pelan, lalu menundukan kepalanya sedikit agar bisa melihat Alex. "Lova berangkat. Bye, daddy." pamit Lova sambil melambaikan tangan kirinya yang bebas.
"Jangan nakal oke, princess?"
Lova terkekeh pelan sambil melingkarkan telunjuk dan ibu jarinya membentuk tanda OK. Langsung saja berbalik badan setelah mendapatkan anggukan kepala plus senyum manis Alex. Lova berjalan ringan menuju sekolahnya.
Tbc.
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!