webnovel

Fate

Caroline Isabel Hariandy, Carol, putri Grup HY yang menghilang setelah kecelakaan. Carol tahu hidupnya dalam bahaya karena ia akan dinobatkan menjadi pewaris Grup HY milik keluarganya. Troy. Tak seperti namanya, ia dikenal sebagai pria yang ramah dan suka membantu. Semua orang yang mengenal Troy menyukainya. Troy adalah pria yang baik, yang sayangnya, terjebak bersama wanita penuh masalah bernama Carol. Dunia Carol dan Troy bertabrakan ketika mereka bertemu. Demi bertahan hidup, Carol harus tinggal bersama orang asing yang terlalu baik. Troy yang baik hati tak sampai hati meninggalkan sang tuan putri yang tersesat ketakutan. Namun, siapa sangka, bersama Carol, datang masalah demi masalah dalam hidup Troy. Melibatkan orang-orang yang tak seharusnya muncul lagi di hidupnya. Mulai dari Cecil yang mengaku ayahnya dibunuh oleh Troy, hingga Eric dan Yuta yang seharusnya tak lagi muncul di depannya.

Ally_Jane · 都市
レビュー数が足りません
295 Chs

15 – Kecemasan 

Carol bangun lebih awal pagi itu, tapi ia tak menemukan Troy di sofa ruang tamu. Carol pergi ke dapur, tapi tak ada Troy juga di sana. Di kamar mandi juga tidak ada. Carol sudah akan mengecek keluar dan hendak membuka pintu depan, tapi ia tersentak mundur ketika pintu itu sudah terbuka dan Troy berdiri di baliknya.

Carol nyaris terjungkal ke belakang karena tersandung kakinya sendiri, tapi Troy menangkap pinggang Carol, memeganginya erat, mendekatkan jarak di antara mereka.

"Kau mau ke mana?" tanya Troy.

Carol menatap wajah Troy dan mendapati lidahnya kelu ketika melihat wajah Troy yang begitu dekat dengan wajahnya, peluh mengalir dari keningnya. Carol yang gagal memberikan jawaban, kembali mendapat pertanyaan,

"Carol, kau mau ke mana sebenarnya? Apa kau ingin pergi menemui papamu?"

Carol seketika tersadar. "Ah, bukan itu. Aku … ini … bisakah kau melepaskanku dulu? Kau … bau keringat," Carol asal melemparkan alasan.

"Oh, maaf," ucap Troy seraya melepaskan Carol dan sedikit mundur.

Sebenarnya, pria itu tak perlu meminta maaf. Toh, itu tadi hanya alasan bodoh Carol saja. Bau keringat apanya? Justru pria itu tampak maskulin karena berkeringat seperti itu. Ditambah lagi, kaus hitam tipisnya menempel di tubuhnya karena keringat, mencetak dada bidangnya dengan jelas. Sepertinya ada yang salah dengan kepala Carol.

"Tapi … apa kau sengaja memakai pakaian yang kekecilan?" tanya Carol penasaran.

Troy mengerutkan kening bingung. "Apa?"

Carol berdehem. "Lupakan saja," tepisnya. "Kau dari mana?"

"Olahraga," jawab Troy. "Kau sendiri mau ke mana pagi-pagi begini?"

"Mencarimu," jawab Carol jujur. "Karena kau tidak ada di mana pun di rumah, aku berniat keluar dan mencarimu."

Troy menghela napas. "Jangan keluar rumah sembarangan. Di luar sana berbahaya. Kau sudah bertemu sendiri dengan orang-orang yang dikirim keluargamu. Bagaimana jika mereka ada di luar sana?"

Carol menunduk. "Maaf, karena aku melibatkanmu dalam bahaya juga," ucapnya penuh penyesalan.

"Kau tak perlu meminta maaf," tukas Troy. "Tapi, jika bau keringatku begitu mengganggumu, bisakah kau menyingkir dulu? Aku harus lewat untuk masuk ke rumah."

"Ah, benar. Maaf." Carol dengan cepat menyingkir untuk memberi jalan masuk pada Troy. Pria itu masuk dan menutup pintu, lalu pergi mengambil handuk dari gantungan di depan kamar mandi, lalu kembali ke sofa dan mengusap keringatnya dengan handuk.

"Kenapa kau bangun pagi sekali?" tanya Troy sembari menatap Carol yang masih berdiri di depan pintu.

"Ah, itu … karena aku sedang dihukum. Aku kan, harus membereskan rumah," ucap Carol. "Rasanya tidak pantas saja jika aku bangun lebih siang darimu ketika aku sedang menjalani masa hukumanku."

Troy mendengus geli.

"Tapi … berapa lama masa hukumanku?" tanya Carol hati-hati.

"Menurutmu, berapa lama pantasnya? Setahun? Dua tahun?"

Carol terbelalak panik mendengar itu. "Troy, itu …"

"Satu minggu," Troy memotong. "Jika hanya satu minggu, tak masalah, kan?"

Carol mengerutkan kening heran. "Hanya … satu minggu? Tidakkah itu terlalu sebentar untuk semua kebohongan yang kuucapkan padamu?"

Troy menghela napas. "Kan, begitu kau pulang ke rumahmu nanti, kau akan mengganti semua biaya hidup dan barang-barang yang kau rusakkan di rumah ini," singgung Troy.

"Ah, benar." Carol manggut-manggut. "Kau tidak perlu khawatir. Aku akan memberikan uang kompensasi yang tidak akan membuatmu menyesal karena telah menyelamatkanku."

Troy mendengus geli. "Sekarang, kau bisa mulai bersih-bersih rumah sementara aku mandi."

Carol mengangguk dan pergi ke dapur untuk mengambil sapu, tapi ketika melewati sofa tempat Troy duduk, Carol teringat sesuatu dan berhenti. Ia menoleh pada Troy.

"Kenapa?" tanya pria itu.

"Tentang orang yang mengejarku itu … kau bilang kau mengenalnya," singgung Carol.

"Sepertinya aku salah mengenalinya," jawab Troy.

"Lalu … apa yang kau lakukan pada orang itu?" tanya Carol penasaran.

"Menurutmu apa? Aku hanya membuatnya tak sadarkan diri," jawab Troy.

Carol manggut-manggut, lalu melanjutkan langkah ke dapur.

***

Ya, Troy hanya membuat orang itu tak sadarkan diri. Untuk selamanya. Troy sudah bangkit dari sofa dan hendak pergi ke kamar mandi ketika mendengar suara ketukan di pintu depan. Troy mengerutkan kening heran sembari mengecek jam.

Sepagi ini, Ricki dan Jun sudah datang? Rajin sekali mereka.

Meski heran, Troy pergi ke pintu depan dan membuka pintu, tapi matanya menangkap gerakan ke arah perutnya dan dengan sigap, tangannya menangkap bayangan itu. Troy mendesis merasakan goresan tajam pisau di tangannya.

"Apa-apaan …" Troy menunduk menatap pelakunya yang memang lebih pendek darinya, seorang gadis dengan wajah oriental yang tak pernah dilihat Troy sebelumnya.

"Mati kau, dasar Pembunuh!" teriak gadis itu sembari mendorong pisau yang ditahan tangan Troy, dengan kedua tangannya. Troy mundur, masih dengan tangan menahan bagian tajam pisau itu.

"Troy!" Pekikan panik Carol itu membuat Troy harus bertindak cepat.

Troy menarik pisau dari tangan kecil gadis penyerangnya itu, lalu melemparnya sembarangan, dan mendaratkan pukulan di tengkuk gadis di depannya itu. Seketika, gadis itu jatuh di depannya tak sadarkan diri.

"Troy, astaga! Tanganmu berdarah!" Carol berlari menghampiri Troy dan mengangkat tangan Troy yang terluka. "Oh, apa yang terjadi?" Suara gadis itu bergetar.

Troy mengernyit. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Ini hanya tergores."

Namun, itu tak mengurangi kecemasan Carol. "Oh, apa yang harus kulakukan?" paniknya. Bahkan tangannya yang memegangi tangan Troy gemetar.

Troy menangkup tangan Carol dengan tangannya yang tidak terluka. "Aku baik-baik saja, Carol," Troy meyakinkan gadis itu.

Carol mendongak, mata mereka bertemu dalam tatap dan Troy bisa melihat dengan jelas, kecemasan dan ketakutan gadis itu.

"Apa orang ini adalah orang yang dikirim keluargaku?" tanya Carol dengan suara bergetar. Bibirnya bergetar. Gadis ini akan menangis.

"Bukan," Troy segera menjawab. "Bukan."

Lalu, Carol juga terjatuh lemas di lantai, di samping gadis yang menyerang Troy tadi. Tatapan Carol kemudian berpindah ke gadis berwajah oriental itu.

"Lalu … siapa gadis ini?" tanya Carol.

Troy tak bisa memberikan jawaban. Pertama, dia belum tahu siapa gadis ini. Kedua, meski ia tahu pun, ia tak akan memberitahu Carol. Kata-kata gadis yang menyerangnya tadi mengusik Troy.

"Mati kau, dasar Pembunuh!"

Apa Carol mendengarnya? Hanya itu yang ada di pikiran Troy saat ini. Carol tidak boleh tahu siapa Troy sebenarnya. Gadis itu bahkan gemetar ketakutan melihat darah di tangan Troy. Bagaimana jika dia tahu berapa banyak darah yang berlumuran di tangan Troy ketika Troy merenggut nyawa orang-orang?

Troy menunduk menatap gadis yang tadi menyerangnya. Gadis ini pun … sepertinya Troy harus menyingkirkannya. Sebelum dia mengatakan hal-hal lain tentang Troy pada Carol …

"Troy, ayo pindahkan gadis ini ke sofa. Kita harus mencari tahu siapa dia." Carol mendongak menatap Troy.

Selama beberapa detik, Troy berpikir untuk membuat Carol pingsan, lalu membawa gadis yang menyerangnya tadi keluar dan membunuhnya, membuang mayatnya di hutan dekat sini, lalu ketika Carol siuman, Troy akan menyebutkan bahwa gadis itu bermimpi.

Namun, bayangan itu luntur ketika Troy melihat Carol berusaha mengangkat gadis yang menyerang Troy tadi sendirian. Meski begitu, ketika Troy hendak membantunya, Carol mencegahnya.

"Tanganmu terluka. Biar aku saja."

Namun, setelah menyadari dia tak cukup kuat untuk memindahkan tubuh gadis yang tak sadarkan diri di depannya itu, Carol akhirnya berdiri dan berkata,

"Kurasa aku akan mengobati tanganmu dulu. Biar nanti Ricki dan Jun saja yang memindahkannya."

Detik itu juga, bayangan untuk membunuh lenyap dari pikiran Troy.

***