"Apa kira-kira yang memotivasi Anda membaca buku?"
Jangankan menjawab, Dirman bahkan gagal mencerna pertanyaan Pak Dewan, selagi si Kepsek duduk dengan menggenggam kedua tangannya, ditumpukan di atas meja, posisi jempol kirinya di atas, matanya tak lepas mengamati Dirman yang mengepalkan tangan di sisi tubuh, mirip tentara yang latihan baris berbaris dan berjalan di tempat.
Berikutnya, tanpa Dirman sempat menangkisnya, sang kepsek menekan kembali. "Tolong berikan alasan atau ceritakan tujuan Anda membaca buku, paparkan dalam kalimat yang efektif dan mudah dimengerti."
"Supaya pintar, Pak." Akhirnya Dirman menemukan kalimat yang tepat dan irit kata-katanya.
"Cuma itu saja?" Pak Dewan, sang kepala sekolah memajang mimik setengah percaya.
"Siap. Demi ijazah SMA, Pak. Saya mau lolos tes ijazah kesetaraan SMA, meski saya belum sempat mengurus pendaftarannya."
"Oh, begitu? Bila Anda berhasil mengantongi ijazah SMA, Anda bagaimana selanjutnya? Pasti langsung resign jadi tukang bersih-bersih, kan?" Si kepsek menodong tak bertedeng aling-aling.
"Ehehehe, ya, tak begitu juga, Pak. Masak bisa langsung, begitu ijazah keluar dapat kerjaan enak. Kan harus ada prosesnya, Pak."
"Nah, saya suka kata itu. Proses. Itu dia kata kuncinya. Semua perlu proses, sekalipun masyarakat kita hirau sama hasil akhir tok. Sayang sekali, kan?" Kepsek berseragam safari warna kakhi itu mengangkat jempol kanannya. Kebetulan jempol itu terbebat plester bermotif Miki Tikus.
Ingatan Dirman tertambat pada putri tersayangnya, Ayla. Si cilik yang kenes suka Miki Tikus, bahkan plester lukanya mesti bergambar kepala Miki Tikus dan semua buku tulis hadiah dari Kara sampulnya juga kartun tikus semuanya.
"Miki Tikusnya bagus, Pak." Dirman tak sengaja mencetus.
"Hah? Apa kata Anda tadi?" Si kepsek merasa telinganya salah tangkap.
"Eh, tidak apa-apa, Pak. Maaf tadi gak sengaja ngomong sendiri. Maaf ya."
Bukan cuma dimaafkan, Dirman diberi akses khusus ke ruang kerja Pak Kepsek, boleh membaca buku sepuasnya, asalkan tidak dibawa pulang, kecuali untuk buku teks SMA boleh dipinjam sesukanya. "Silakan untuk buku pelajarannya dibawa pulang saja. Saya pinjamkan sampai ujian selesai. Semoga berhasil lulus, ya."
Masih terheran-heran, Dirman patuh menghadap ke ruang kepala sekolah esok harinya, diberi kunci sebanyak empat buah untuk empat lemari buku, dan selama jam istirahat boleh membaca di tempat sampai istirahat selesai. Alhasil, Dirman makan siang secara kilat di kantin, memanfaatkan tak sampai satu jam tersisa untuk melahap buku-buku yang tersedia, sedangkan buku teks SMA sudah disiapkan untuk dibawanya pulang.
Koleksi buku-buku Pak Dewan si kepsek memang lengkap luar biasa. Bahkan buku berbahasa Inggris juga ada, baik fiksi maupun nonfiksi. Level gue belum sampe di situ ah, Dirman berkata dalam hati, menyisihkan buku-buku bule itu, hingga akhirnya ditemuinya buku yang bersampul unik.
Buku bergambar burung dewata, warnanya kehitaman, merupakan pujaan masyarakat Nusantara, negeri tanah air Dirman, bernama Simbada, burung pengetahuan yang baik dan yang jahat. Judul bukunya juga menggetarkan, Faith Grant Order: Pilih Sendiri Nasibmu. Oh, ternyata bukan buku bahasa Inggris, ya?
Kegembiraan Dirman meluap, tak pernah seumur hidupnya ia antusias melihat sebuah buku, kecuali untuk kamus pemberian Kara. Herannya, buku tak seberapa tebal itu, mungkin cuma tak sampai 200 halaman, tak bisa membuka seakan dilem dengan kekuatan gaib. Baiklah, dibawa pulang saja, pikir Dirman, lupa akan janjinya pada Pak Kepsek, bahwa buku selain buku teks SMA tidak boleh dibawa pulang.
Dirman akhirnya membaca-baca buku berisi ceramah motivator, bahwa tak ada yang mustahil tercapai kecuali kita tak punya niat mencoba. Membosankan sebetulnya. Namun, Dirman lumayan tersentil suatu kalimat mutiara, bahwasanya kegagalan adalah ibu dari kesuksesan.
Maka dengan hidup nestapa yang dipunyainya, Dirman sudah lebih dari sukses sebenarnya, karena ia akrab dengan ibunya kesuksesan (baca: kegagalan). Nah, bukankah ibu ditempatkan lebih tinggi dari anak, dan anak sepatutnya menghormati orangtuanya?
Kenapa ya buku misterius itu sampai susah dibuka? Ada magic apa ya di dalamnya.