"Kim Dokja?"
Yoo Jonghyuk tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat. Tempat aneh ini yang seperti dikelilingi dinding air berwarna emas dan orang yang dia pikir takkan pernah kembali ada di sini.
"Apa ini surga?"
Pria di depannya, Kim Dokja, meledak tertawa sampai memegangi perutnya. "Sejak kapan kau jadi begitu bodoh, Jonghyuk?"
Yoo Jonghyuk mengerutkan keningnya lalu melangkah menuju orang itu dan menarik kerahnya.
"inikah tujuanmu?" tanya Yoo Jonghyuk dengan tatapan tajam. Kim Dokja berhenti tertawa, namun masih dapat dilihat bahwa dia menahan tawanya.
"Kau bisa menganggapnya begitu. Yah, sebenarnya aku hanya mainan," balas Kim Dokja.
Yoo Jonghyuk menariknya mendekat lalu memeluknya erat sambil berbisik. "Apa kau tidak mau kembali?"
Kim Dokja terlalu terkejut untuk menanggapi. 'Ada apa dengan baj*ngan ini?' pikirnya ngeri. Namun, tidak dapat disangkal bahwa dia anehnya merasa nyaman.
Dalam tempat aneh yang dianggap Yoo Jonghyuk sebagai 'surga' dan ditertawakan Kim Dokja ini, reuni keduanya berlangsung cukup lama. Yang pertama memikirkan kembali alasannya bisa berada di sini, itu adalah pemilik suara dari dunia ilusi yang mendorongnya, kemudian dia mengira ini adalah tempat seperti perpustakaan Kim Dokja.
Dan dia yakin tubuhnya diambil alih lalu sekarang dia bertemu orang yang paling ingin dia temui.
Meskipun demikian, di sini penampilan mereka berdua sama seperti di dunia itu, Kim Dokja dengan mantel putih bersih dan Yoo Jonghyuk dengan mantel hitamnya yang biasa, tanpa noda darah sedikit pun.
Berapa lama pelukan kasih sayang aneh itu berlangsung? Kim Dokja menggigil dan dengan paksa menarik dirinya sendiri menjauh hanya untuk dipeluk sekali lagi lebih erat dari sebelumnya.
"H-hei, lepas! Apa kau tidak ingin menanyakan sesuatu? Posisi ini sedikit aneh, maksudku pelukan persahabatan ini terlalu lama, kan?" protes Kim Dokja yang panik.
"Persahabatan...." desis Yoo Jonghyuk. "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi."
Kim Dokja tampak tercerahkan sesaat, namun dia tidak bisa nyaman dengan perilaku aneh si protagonis. Dengan napas sesak karena eratnya tangan yang melingkar, Kim Dokja membalas pertanyaannya.
"Aku berencana melakukannya, maksudku bagian terakhir dari akhir telah selesai."
Yoo Jonghyuk dengan lembut mengelus kepalanya seperti seseorang yang sangat merindukan kekasihnya. Keinginan memukul tumbuh di hati Kim Dokja. Yang terakhir tidak tahan lagi lalu melaksanakan apa yang dia pikirkan.
Puok!
Dia benar-benar memukul perut Yoo Jonghyuk dengan keras, namun yang dipukul bahkan tidak bergerak sedikit pun.
"Jangan mencoba sesuatu yang aneh," ucap Yoo Jonghyuk.
"Kau lah yang aneh di sini, brengs*k!" sindir Kim Dokja sambil berusaha mendorongnya menjauh, tapi akhirnya menyerah, dia harus mengakui bahwa kekuatannya lebih lemah dari tekad baj*ngan ini.
"Kim Dokja," panggil si protagonis yang aneh. "Kau sama seperti dulu."
Kim Dokja terdiam pada penyataan itu, sama seperti dulu dapat berarti sebelum dia menjadi Impian Paling Kuno dan akhirnya mengetahui kebenaran yang menjadikannya boneka dirinya yang lain, tidak, sebenarnya dia sudah menjadi mainan dirinya yang lain sejak awal terbangun di bawah asuhan Tower Of Nightmares.
Jika bisa, dia ingin sekali membuang cerita tersebut dan memulai kembali sebagai dirinya sendiri dari awal. Namun, tentu saja, dia tak bisa melakukannya. Beban dari kebenaran yang diketahui harus dibayar, dan dirinya yang lain telah menyelesaikan pembayaran hutangnya, sekarang adalah giliran Kim Dokja.
Menyadari tak ada tanggapan, Yoo Jonghyuk akhirnya melepaskan pelukan beruangnya kemudian menatap lekat-lekat wajah tertegun rekannya.
"Kim Dokja, aku adalah karakter yang dibuat, kan?" tanya Yoo Jonghyuk dengan kemuraman membayangi wajahnya.
Yang ditanya memilah kata-kata yang baik untuk menjelaskan. "Kau bukan karakter lagi. Yah, dan jika awalnya kau adalah karakter, maka aku juga sama."
"Begitu," respon Yoo Jonghyuk. "Sudah cukup dengan semua hal tidak masuk akal ini."
"Benar, jadi tanyakan hal lainnya."
Kim Dokja mengeluarkan sebuah benda dari saku mantel putihnya, itu adalah smartphone. "Mau membacanya bersama?" tawarnya dengan mata penuh harapan. Yoo Jonghyuk mengangguk.
<Tiga Cara Untuk Bertahan Hidup Di Dunia Yang Hancur>
Adalah apa yang mereka baca bersama dengan duduk berdampingan. Yoo Jonghyuk belum pernah membaca kisahnya sendiri yang diceritakan oleh novel yang menimpa dunianya. Jadi, ini momen berbagi kisah yang seharusnya dia ketahui, dan yang diinginkan olehnya.
Pembaca dan protagonis. Ada satu yang kurang, yaitu penulis. Kim Dokja mendongak dengan seringai cerah. "Han Sooyoung," ucapnya tiba-tiba.
Dan mereka akhirnya lengkap.
***
God Of Stories mengamati pertarungan itu dengan mata ikan mati. Dia melihat langit yang menghitam serta petir putih meliuk-liuk menyambar. Meteorit-meteorit di luar sana sedang bergerak untuk menghancur-leburkan tempat ini. Dari sini, dia dapat memperhatikan arah situasi yang akan terjadi tanpa kemampuan prediksi.
"Hyung, turunkan aku," pinta Yang Hebat di gendongan Plotter. Mereka berdua berada tepat di belakang God Of Stories yang memasang penghalang pelindung, namun itu lemah karena terkikis energi magis pekat.
Oleh sebab itu, dia tidak bisa melindungi partai yang tersapu cakram putih, penyesalan menghampirinya. Untungnya, tak ada yang mati. Ini hanya firasatnya, tetapi dia yakin bahwa mereka takkan terbunuh.
Yang perlu diperhatikan saat ini adalah kejatuhan langit, kekuatan yang menyaingi Dewa sampai si pemilik mendapat kutukan. God Of Stories adalah bagian dari orang-orang yang pernah melayani dan dekat dengan orang terkutuk itu, namun akhirnya dia harus mati demi melindunginya. Kemudian, dia bereinkarnasi sebagai gadis bernama Han Sooyoung.
Dia mendapatkan semua ingatan tentang itu setelah menjadi God Of Stories dan menemui pemilik Tower Of Nightmares, orang yang dia layani bahkan tak pernah berubah.
—"Bawanku."
—Sudah lama, benar kan. Tapi kau sudah bertemu dengan diriku yang lain di sana.
—"K-kenapa?"
—Di bawah asuhan The First Nightmares, sama sepertiku membagi jiwa, kau akan mengalami hal serupa namun sedikit berbeda.
God Of Stories berkedip beberapa kali saat memutar rol ingatannya.
—Hanya bisa ada satu dirimu, diriku yang 'terpilih', dan protagonis yang 'dijanjikan'.
—Jadi, putuskanlah pilihanmu.
Dia melepaskan seluruh statusnya untuk membantu partai dan semua di sekitarnya bertahan melawan tekanan yang datang dari langit. Ini adalah yang dia pilih, harusnya seperti itu, tetapi dia tidak bisa menahan perasaan sedih.
—Untuk akhir yang bahagia, diperlukan pengorbanan.
"Hei, Plotter. Apa kau sungguh-sungguh dengan 'pilihanmu'?" tanyanya ketika air mata menetes ke tanah retak di kakinya.
Plotter di belakangnya menjawab. "Ya, aku akan melakukannya dengan baik." sambil menahan Yang Hebat yang merengek seperti anak kecil.
"Jangan menyesalinya, oke? Kalian berdua adalah keabnormalan yang tidak dijadwalkan," tutur God Of Stories.
Murid-murid mata abu-abunya menatap fokus pada sosok bertopeng putih lalu pada Han Sooyoung yang masih melawan 'orang itu' meskipun sia-sia.
"Rahasia langit itu terlarang dan kami harus dimusnahkan karena mengetahui begitu banyak. The First Nightmares takkan mengawasi lagi setelah ini berakhir. Plotter, bayanganmu ada 'di sana', kan?"
Plotter tersentak karena tidak menduga God Of Stories menyadarinya. Sejujurnya sangat konyol untuk berpikir begitu, mudah ditebak alasan kenapa dia hanya berdiam diri sementara yang lain berjuang. Atribut khusus setelah menjadi Juri, pencerminan bayangan. Plotter yang ada di sini bukan Plotter.
Dengan sudut bibir sedikit terangkat, Plotter membalas. "Benar, dan aku tidak akan menghentikanmu."
God Of Stories mendengus lalu mulai bergerak. Dia melewati Monarch Jaehwan yang malang. Yang terakhir terhipnotis oleh pemandangan neraka ini yang pasti sangat akrab baginya.
—Monarch Jaehwan adalah korban yang selamat dari penghancuran Great Land sebelumnya.
—Sayangnya, dia yang tak bisa hidup di masa lalu. Membuang semua ingatannya.
—Satu hal yang pasti, tak ada satu pun yang bisa kembali ke masa lalunya sendiri, jika ada itu hanyalah salah satu bentuk 'regresi' dengan percabangan garis dunia.
—Kau tahu kenapa? Itu adalah bagian dari rahasia langit yang kuincar, namun gagal.
Percakapan yang hampir satu arah dari pemilik Tower Of Nightmares diputar berulang-ulang di kepalanya.
—Dengan pahit, aku mengakuinya. Ini adalah batas bagi sesuatu untuk diketahui.
Dia menggigit bibirnya sampai berdarah lalu mengarahkan tatapannya sekali lagi ke langit.
Penghalang lemahnya berhasil menghalau petir putih yang mengancam kelompok.
'Yoo Jonghyuk' dengan aura keemasan dari keilahian sebagai Saint Dewa Cahaya membantu menahan petir putih dan awan hitam yang memuntahkan cairan pekat korosif.
Han Sooyoung dan Lee Jihye hanya bisa menyalurkan ekstraksi energi magis ke 'Yoo Jonghyuk' dan sesekali menyerang sosok itu walaupun tak ada gunanya.
Jung Heewon mengeluarkan api panas menjilat-jilat dan terbang ke langit dengan sayap malaikat bersama Kyrgios, Namgung Minyoung, dan Jang Hayoung untuk menepis petir putih yang menerobos celah penghalang.
Brak!
Strak!
Pciiiiiik!!!
Tersengat beberapa kali sampai kulit mereka gosong dan melepuh, itu adalah efek dari membelokkan arah petir putih yang kecil. Jung Heewon berharap entah bagaimana apa yang dia anggap sebagai mimpi buruk ini berakhir. Dia lebih suka berada di dunia ilusi yang tampak nyata itu daripada di sini, menyaksikan sesuatu yang tak bisa dipahami.
Shin Yoosung dan Lee Gilyoung menjaga Lee Hyunsung yang tak sadarkan diri dengan luka parah. Asap hitam bekas para Juri membumbung tinggi ke langit menambah kesan mengerikan dari semua hal.
Mengamati satu per satu perjuangan mereka adalah hal terakhir yang dia lakukan sebelum berseru. "Oh, The First Nightmares."
—Yang mengetahui terlalu banyak akan dimusnahkan cepat atau lambat dengan menyakitkan. Namun, aku memilih penyelesaian terbaik yang kubisa.
—Setidaknya akan ada seseorang atau siapapun yang mengingatku ketika kebahagiaan mereka terwujud.
God Of Stories menangis begitu banyak saat merasakan panggilan. "Aku akan menemuimu sebentar, Kim Dokja."
Dan sekali lagi dia terselamatkan.
***