Kamu mencintaiku dan akupun mencintaimu. Dan aku tidak perduli aku bahagia atau tidak, yang aku perduli hanya satu. Aku ingin kamu berjanji untuk tetap selalu bersamaku." ucap Karin dengan wajah serius.
Aska mengamati wajah Karin yang nampak serius kali ini, Entah apa dirinya sanggup untuk memenuhi janjinya pada Karin.
Hidup manusia tidak ada yang tahu, dan itu menjadi ketakutan yang luar biasa bagi Aska.
"Karin, jika aku berjanji saat ini dan jika aku tidak bisa menepatinya. Apakah kamu akan marah padaku?" tanya Aska membalas serius tatapan mata Karin yang serius padanya.
"Aku akan sangat marah padamu!" jawab Karin tak lepas dari tatapannya. Aska menarik kepala Karin dalam dekapannya.
"Aku bisa berjanji padamu sekarang Karin, tapi aku tidak bisa menentukan takdirku untuk bisa menemanimu atau tidak. Aku tidak ingin membuatmu menangis menunggu sebuah janji dariku." ucap Aska seraya mengecup puncak rambut Karin.
"Apakah itu berati kamu tidak bisa berjanji padaku? untuk selamanya hidup bersamaku?" cicit Karin dengan suara yang tertahan.
"Selama hidupku...bahkan saat aku mati, selamanya akan bersamamu Karin." jawab Aska melepaskan rasa sesak di dadanya.
Karin merekatkan tubuhnya dalam dekapan hangat Aska.
Di benamkannya kepalanya dalam dada Aska yang terdengar suara detak jantung Aska yang lemah.
"Aku tidak boleh menangis lagi, aku harus kuat demi Aska, aku harus nampak bahagia, agar hati Aska selalu bahagia." janji Karin dalam hati.
Selang beberapa menit, Karin mendongak tepat ke wajah Aska dengan senyuman di bibirnya.
"Aska, aku tahu kamu akan selalu bersamaku di sini...di hatiku...di jiwaku." ucap Karin dengan bibir tersenyum sambil meraih tangan Aska dan di letakkan dalam dadanya.
"Dan kamu juga harus tahu, aku juga akan selalu bersamamu di sini...di hatimu...di jiwamu." lanjut Karin beralih meletakkan tangannya dalam dada Aska. Aska tersenyum lega.
"Aku bersyukur, memiliki kekasih yang pintar dan selalu mengerti apa yang aku maksud." ucap Aska mengecup punggung tangan karin.
"Aku rasa aku tidak sepintar dirimu Tuan Aska Aliando." ujar Karin memicingkan matanya melirik Aska yang tersenyum bangga.
"Jika aku pintar aku pasti tahu bagaimana kamu bisa memberi aku kalung itu, kapan kamu membelinya?" tanya Karin penasaran.
"Apa aku harus memberitahu hal sekecil itu? Kamu masih ingat kan Karin aku Aska Aliando seorang CEO yang bisa melakukan apa saja tanpa kamu tahu?" senyum Aska terangkat. Spontan jari mungil Karin mencubit perut pinggang Aska, dengan gemas.
"Aaaauuhhhh sakit Karin." jerit Aska manja.
"Kamu kalau seperti ini, tidak terlihat seperti orang sakit, mulai kelihatan sombongnya." Ucap Karin menatap lega wajah Aska.
"Ayo ceritakan, bagaimana kamu bisa mendapatkanya?" tanya Karin lagi menatap Aska tanpa berkedip.
"Saat kamu menemui Edo, sebenarnya aku tidak tidur. Aku sengaja tidur agar kamu bisa memenuhi janjimu pada Edo, aku tidak mau kamu berhutang janji pada seseorang. Dan saat itulah aku ingin memberimu sesuatu yang berarti buatmu.
Mengingat aku harus kemo dan tahu bagaimana rasa sakitnya, aku takut kalau aku tak bisa bertahan. Jadi aku melihat-lihat sesuatu di ponselku, aku membelinya lewat online, kemudian aku menyuruh pak damar mengambilnya. Dan sekarang kalung itu sudah berada di lehermu." jelas Aska panjang lebar.
"Kamu ternyata benar-benar pintar dan nakal ya? sudah berani menipuku. Kalau aku tahu kamu tidak tidur, aku pasti tidak akan meninggalkanmu." ucap Karin menyesal telah meninggalkan Aska.
"Karena aku tahu kamu akan seperti itu , makanya aku berpura-pura tidur. Bagus kan actingku?"
"Sama sekali tidak bagus." sungut Karin kesal.
"Ayolah Karin, kan ada pak Damar juga yang nemani aku kemarin? jangan marah ya?" Aska merajuk merasa bersalah.
Karin diam menunduk.
"Karin...maaf." ucap Aska pelan sambil kedua tangannya terangkat mencubit kedua ujung telinganya.
Melihat Aska bersikap seperti itu Karin ingin tertawa, namun sebisa mungkin Karin menahan tawanya.
Masih dengan posisinya Aska memasang wajah memelas. Akhirnya hati Karin tak bisa menahan hatinya yang telah meleleh dari awal.
"Sudah-sudah, jangan seperti itu. Aku sudah memaafkanmu, karena hari ini kamu terlihat sudah lebih baik." ucap Karin senang.
"Benarkah? apakah itu berarti kita bisa pulang besok pagi?" tanya Aska antusias.
"Besok aku tanyakan dokter Irwan dulu ya?" sahut Karin. Aska langsung memeluk dan mencium pipi Karin berulang-ulang.
"Makasih sayang, kamu yang terbaik!"
"Sekarang kamu tidur ya." ucap Karin membantu membaringkan Aska untuk berbaring.
Tanpa membantah, Askapun menuruti perintah Karin. Mata Aska terpejam.
"Mafkan aku Karin, aku harus melakukan ini agar kamu tidak bersedih. Aku harus terlihat kuat dan sehat, agar aku bisa pulang. Agar aku bisa menghabiskan waktu yang tersisa hanya denganmu, tanpa ada gangguan kabel dan obat-obat yang menggangguku ini." rintih Aska dengan hati yang sedih menahan sakit pada tubuhnya yang di rasakannya akhir-akhir ini.
***
Pagi-pagi Karin sudah ke bagian Administrasi untuk mengurus kepulangan Aska. Semalam setelah Aska tidur, Amirah kembali dengan membawa sekotak nasi buat Karin.
Bersama Amirah , Karin menemui Dokter Irwan yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah sakit untuk jaga malam.
Dari hasil pantauan dokter Irwan, kondisi Aska masih mengalami kemunduran. Dan harus secepatnya untuk mendapatkan donor tulang sumsum.
Karin sempat memberitahu Dokter Irwan, jika memang Aska mengalami kemunduran, dengan di lihatnya semalam Aska yang nampak mulai sehat. Apa mungkin, Aska berbohong lagi? menutupi rasa sakitnya agar bisa cepat pulang?
Dokter Irwan mengatakan untuk menuruti apa yang di inginkan Aska selagi itu tidak mengganggu kesehatannya atau membuatnya semakin drop.
Karin menghela nafas, mengamati wajah Aska yang masih tertidur.
"Aku berharap dengan keinginanmu pulang ini, bisa membuatmu bahagia dan memberikan dampak positif bagi kesehatanmu sayang." batin Karin sambil mengusap pipi Aska.
Wajah Aska bergerak saat merasakan ada sentuhan hangat pada pipinya. Aska mengembangkan senyumnya melihat Karin yang sudah terlihat cantik berada di sampingnya.
"Pagi Rin, kamu semakin hari semakin cantik." puji Aska menatap Karin sambil mengerjapkan matanya.
"Pagi juga sayang, trimakasih pujiannya. Tapi pagi-pagi pasien di larang ngegombal di rumah sakit." ucap Karin menahan rasa malunya mendengar pujian Aska.
Aska terkekeh melihat wajah Karin yang bersemu merah.
"Rin, kita jadi pulang pagi ini kan?" tanya Aska menatap Karin serius.
Karin hanya mengangguk kecil, tanpa melihat Aska. Karin mengambil baskom yang berisi air hangat serta handuk kecil yang telah di sediakan oleh suster.
Hati Aska merasa lega, akhirnya dia bisa kembali pulang. Namun kelegaanya sirna saat melihat wajah Karin berubah terlihat sedih.
"Sepertinya kamu tidak senang jika aku pulang Rin? Ada apa?" tanya Aska ingin tahu.
"Tidak apa-apa, bukannya kamu sudah sehat, makanya kamu ingin cepat pulang." sahut Karin menyembunyikan perasaannya yang kuatir dengan keadaan Aska.
"Bukannya kamu harusnya senang? karena aku terlihat sehat dan bisa pulang Rin?" tanya Aska dengan hati-hati, Aska tahu jika wajah Karin sudah serius pasti ada sesuatu yang salah darinya.
"Ya, aku senang...kamu sudah sehat dan bisa pulang. Jadi kamu tidak perlu lagi seseorang untuk merawatmu, kamu bisa menjalankan aktifitasmu mulai nanti." jawab Karin dengan wajah tertunduk menahan airmatanya yang hampir tumpah.
Karin merasa kesal dan marah dengan dirinya sendiri yang tidak bisa menerima kondisi Aska yang ternyata tidak semakin baik.
"Karin, lihat aku." Aska meraih dagu Karin agar mau menatapnya.
"Apa aku ada salah?" tanya Aska dengan sedih.
"Jika kamu tidak ingin aku pulang, aku tidak akan pulang. Aku akan tetap di sini, asal kamu selalu bersamaku menjagaku dan merawatku." pelan suara Aska.
Hati Karin sangat sedih, kenapa hatinya begitu sangat rapuh, di saat Aska yang begitu kuat untuk menutupi semua rasa sakitnya. Justru Karin terpuruk dalam rasa ketakutannya, takut kehilangan Aska orang yang sangat di cintainya.
"Kita akan segera pulang Ka, maafkan aku." sahut Karin tanpa bisa memberi alasan tentang ucapannya tadi.
"Aku tidak akan pulang, sebelum kamu menjelaskan apa maksud dari perkataanmu tadi Rin." ucap Aska mulai dengan keras kepalanya. Karin menatap mata Aska, sorot mata Aska yang memohon penjelasan darinya.
Di peluknya tubuh Aska dengan erat, Aska pun membalas pelukan Karin tak kalah erat.
Di benamkannya kepala Karin dalam dadanya,
"Katakan Rin." aku akan mendengarnya dan aku janji akan melakukan semua yang kau inginkan, asal kamu tidak meninggalkanku." ucap Aska pelan di telinga Karin
"Aku lemah, aku sangat rapuh Ka. Aku tidak sekuat dirimu, yang bisa menyimpan rasa sedih dan sakitmu. Aku tidak sanggup lagi melihatmu yang terlihat kuat dan selalu tersenyum padahal kamu." Karin tidak melanjutkan lagi perkataannya, selain isakan tangis yang mulai terdengar.
Aska menangis dalam hati. Aska tahu apa yang akan di katakan Karin.
"Aku memang harus kuat Karin, karena aku tidak mau melihatmu bersedih apalagi hancur dengan melihat diriku yang semakin parah." ucap Aska dalam hatinya yang begitu pedih.
Happy reading kk
Met pagi,...
Untuk kk semuanya yg telah berbaik hati memberi vote, ulasan , bintang, serta komentnya author dengan tulus mengucapkan terimakasih.
terutama kk yang memberikan votenya paling banyak, author juga ucapkan terimakasih
Selalu dukung dan terus setia ya kk sma babang Askanya...
Luv u kk semuanya,...